Lima

9 0 0
                                    

Jogja. Hari terakhir aku berada disini, senang aku berada disini. Tapi hidupku bukan hanya tentang Jogja. Jadi kami akan kembali ke Jakarta kembali, bekerja layak nya kami bekerja seperti biasa.

"Sudah beres?"
"Sudah"
"Yaudah, ayo berangkat! Yang lain udah pada nunggu didepan"

Kami meninggalkan tempat ini, ahhh betah sekali aku berada disini, ingin hidup disini saja, tapi? Rumit.

***

Suara ponselku berbunyi dalam ransel tasku.

"Kak, dimana?"
"Dibandara Pa, aku baru balik dari Jogja"
"Yasudah, Papa juga di bandara ini. Mau pulang"
"Seriously?"
"Iyaa, tunggu ya. Kakak pulang bareng Papa aja"
"Iyaa Pa siap!"

Sudah lama sekali tidak bertemu Papa. Papa yang super sibuk ini akhir pulang. Sesenang itu aku hehe

"Ga, kita nggak jadi pulang bareng ya"
"Kenapa?"
"Aku dijemput Papaku, kebetulan Papa baru balik juga dari luar kota"
"Ohh gitu, yasudah!"
"Nggak marahkan?"
"Nggak akan bisa marah sama kamu Zee"

***

Akhirnya tiba sampai rumah, setelah perjalananku bersama Papa. Banyak hal yang dijadikan obrolan bagi kami berdua, hal terkecil sampai hal besar aku.

Akupun masuk kedalam rumah, tiba-tiba aku dikejutkan dengan sosok perempuan yang berada diruang tamu itu.

"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam"

"Papah pulang..." sepontan Alam memeluk Papa.
Dan aku pun sepontan terkejut ketika yang ku lihat itu adalah Nira.

"Nir?"
"Ka Zee"

Alam hanya melirik ke arah aku.
Entah apa maksud dari ini semua, duniaku seakan-akan kembali ke masa laluku.

"Yaudah Lam, Papa istirahat dulu ya"
"Iyaa Pa"
"Oleh-oleh di bawa sama Mba Put"
"Mantap Pa"

"Om" Nira seketika menyapa Papa
"Iyaa, temannya Alam?"
"Iyaa Om"
"Yasudah, Om ke dalam dulu ya"

Melihat percakapan Nira aku teringat beberapa waktu lalu. Ahh rumit.

"Oh ya ka, kenalin ini temen..."
belum selesai Alam meneruskan percakapan itu, aku sudah tau. Dia teman dekat Alam, karena beberapa waktu lalu dia ingin mengenalkanku pada perempuan favorite nya itu dalam hidupnya. Tapi kenapa harus dengan Nira?"

"Iyaa, temen deket situ kan?"
"Dih kak"
Aku hanya menggerakan bibirku saja.
"Namanya Nira"
"Iyaa udah tau"
"Tau darimana?"
"Sudaku ramal"
"Dilan kali katanya mah"

Nira hanya melihat obrolan menyebalkanku dengan Alam sambil tersenyum tipis.

"Udah ahh berisik, mau istirahat!"

Akupun pergi meninggalkan mereka berdua menuju arah tangga kamarku.

"Mba Put, aku mau matcha hangat ya!"
"Iya ka, nanti ta bawain ke kamar"

***

Aku mulai kembali disibukkan dengan kerjaanku, disela-sela itu aku mencoba melihat foto-foto kami kemarin di Jogja. Keren ya! Foto berdua aku dengan Anggapun ada. Aku memandanginya tak henti, tidak bisa juga membuang bayang dan senyumnya dalam pikiranku.

Sepertinya, semesta mulai bermain halus denganku, mencoba untuk mempertahankan ku dengan cara yang baik. Meskipun aku sadar, didekatnya aku terkadang bukan menjadi aku yang seperti aku.

Tiba Alam masuk kamarku, seperti biasa tanpa mengetuk pintu lagi. Ketika aku tengah sibuk didepan laptopku itu.

"Kak, boleh masuk ya?"
"Waalaikumsalam"
"Iyaa salah lagi udah, assalamualaikum"
"Telat"

Alam menghampiriku, mencoba duduk berdekatan denganku.
"Kak ko situ bisa tau Nira?"

Aku dibuat kembali terkejud dengan pertanyaan Alam, entah kenapa.

"Bisalah" jawabku sengaja tatapanku kearah laptop.

"Kenal dari mana?"
"Kepo banget sih bocah"
"Yakan pengen tau kak, Nira itu baik apa nggak? kan situ yang kenal duluan berarti"

Seketika aku terdiam, hening seisi ruangan.

"Lam, Nira anaknya baik. Iyaa yang Alam bilang kemaren, kalau Nira anaknya pinter juga. Alam beruntung dapetin dia. Pesan nih ya. Tolong jangan pernah tinggalin dia, seseorang yang ada di hidup kita. Kita nggak akan pernah tau semesta bakal tetap berpihak dengan kita atau nggak Lam, jagain dia!"

Kali ini obrolanku dengan Alam sedikit tidak menyebalkan. Alam tidak ingin buatku sebal untuk saat ini, dia hanya ingin tau. Aku paham itu.

"Nira itu siapa?"
Aku menatap tajam mata Alam.
"Dia adiknya Bara, Lam"
"Adiknya ka Bar? Ko dia nggak cerita ya?"
"Buat apa dia cerita? Nggak ada yang penting juga kan?"
"Tapi emang kenapa? Udah nggak sama ka Bar lagi?"

Aku kembali terdiam, aku dibuat bingung. Dari mana aku harus mulai perbicaraan ini ke Alam. Bagaimana kalau Alam tau aku sudah tidak bersama Bara lagi? Aku kembali menatap mata Alam yang penuh rasa ingin tau itu.

"Iyaa, Bara pergi"
"Pergi?" Spontan Alam
Entah, mungkin dia terkejut mendengarnya, bagaimana tidak. Yang dia tau, hubunganku dengan Bara baik-baik saja dari awal kenal.
"Maksudnya apa?"

Aku mulai bercerita dari mulai Bara benar-benar pergi hingga aku menjadi Zee yang sudah jelas kehilangan.

"Nggak ngerti lagi Lam, dia hilang dari wisuda kemarin. Tiba-tiba dia mengirim whatsapp kalau dia udah nggak mau diganggu lagi"
"Kak?"
"Iyaa, hampir setiap hari selalu bertanya-tanya Bara dimana? Bara rindu nggak ya? Masih banyak pertanyaan lagi Lam dalam pikiran ini. Ahhh rumit jadi dewasa"

Baru kali ini Alam benar-benar baik banget, tidak seperti biasanya. Dia memegang erat tanganku layaknya sepasang kekasih. Sedangkan aku tetap melanjutkan bicara.

"Ketika mau melupakan semuanya, mencoba buat ikhlasin semua. Nira datang, bukan buat aku tapi Alam kan? Semua usaha buat melupakan sedikit tersingkirkan. Mau banget Lam nanyain kabar Bara ke Nira, tapi sadar kalau menanyakan itu artinya cuma aku yang belum bisa melepas. Mungkin dia udah"

"Iyaa, paham"
"Paham doang? Nggak ada niatan buat ambilin tissu apa?"
"Iyaa...lupa mohon maaf"
Ahh Lam, buatku kesal kembali.

Sudahlah...
Kau berhak mencicipi hal tentang bahagia,
lebihpun tak apa.
Marena aku menyukai hal itu,
dan untuk merasa tidak peduli itu sudah lebih dari cukup.

***

Hii! I'm ZeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang