Jeni dan Lisa menggerakkan kaki secepat mungkin menyusuri koridor lantai satu menuju lift yang ada di lobi hotel. Mereka harus kembali secepat mungkin sebelum para zombie itu menangkap mereka. Saat ini di belakang mereka ada banyak sekali zombie yang berusaha mengejar. Makhluk-makhluk itu mengejar dengan merentangkan kedua tangan ke depan seperti siap menangkap Jeni dan Lisa. Mereka juga mengeluarkan suara desahan yang lebih mirip suara raungan. Salah satu di antaranya terus berteriak mengeluarkan suara nyaring yang sangat tidak enak di dengar. Mirip jeritan seseorang yang sedang merasakan kesakitan.
Dengan tetap berlari Lisa menutup sebelah telinganya sambil meringis menahan teriakan makhluk itu yang kini membuatnya tidak nyaman. "Ah! Kenapa dia terus berteriak? Telingaku jadi sakit!"
"Dia sedang memanggil teman-temannya." jawab Jeni yang berlari di samping Lisa.
"Aku benci teriakannya. Suaranya jelek sekali. Bahkan suara kentutku lebih enak didengar daripada teriakan zombie itu." seloroh Lisa.
"Kita harus membunuhnya agar dia berhenti berteriak dan para zombie itu berhenti berdatangan." saran Jeni.
"Tapi bagaimana caranya? Kita sudah menembakinya saat di dapur tadi tapi dia tidak mati." ujar Lisa.
Jeni menoleh ke belakang sebentar sambil tetap berlari. Ia mengamati sekilas zombie yang sedang berteriak itu di antara kerumunan zombie yang lain. "Tembak mulutnya. Dengan begitu dia tidak bisa berteriak lagi."
"Benar juga, kenapa tidak terpikir dari tadi?" gumam Lisa sambil melebarkan mata.
"Dengarkan aku. Dalam hitungan ketiga balik badan dan tembaki mereka. Kau tembaki zombie yang berteriak itu sementara aku akan menembaki zombie di sekitarnya. Lakukan secara bersamaan." perintah Jeni.
Lisa menatap Jeni dengan ragu. "Kau yakin? Kita tidak akan bisa menghabisi mereka semua. Jumlahnya terlalu banyak."
"Tujuannya bukan untuk menghabisi semua zombie itu. Tapi setidaknya kita harus membunuh zombie yang berteriak. Dia sepertinya berbeda dari zombie yang lain." ucap Jeni.
Lisa mengokang pistol di tangan bersiap untuk menembak. "Baiklah. Apapun perintahmu, Kim Jeni."
"Satu... dua... tiga!"
Saat itu juga mereka langsung berhenti berlari dan balik badan. Dengan cepat mereka mengarahkan senjata ke kerumunan zombie itu sambil mengeluarkan serentetan tembakan. Jeni menembaki kepala zombie itu satu persatu hingga terjatuh. Wajahnya terlihat fokus agar tidak ada satu zombiepun yang terlewat. Cipratan darah dan potongan daging dari bagian tubuh zombie itu mulai bertebaran kemana-mana seiring peluru Jeni yang menghunjam tubuh makhluk itu. Jeni terus menembaki makhluk itu hingga peluru di pistolnya habis.
Begitu pistolnya kehabisan peluru Jeni langsung mengambil magasin* yang berisi peluru dari kantong di belakang pinggang. Ia mengganti magasin yang telah kosong pada pistolnya dengan magasin yang baru ia ambil lalu mengokang pistolnya dan kembali menembak. Ia melakukannya dengan cepat dan cekatan tanpa memberi waktu zombie itu untuk mendekat.
Di waktu yang sama Lisa juga berusaha membidik mulut zombie yang berteriak itu. Ia melepaskan dua tembakan ke rahang bawah makhluk itu. Rahangnya terkoyak dan lepas. Kini yang tersisa hanya deretan gigi atas di mulut makhluk itu. Teriakan zombie itu seketika hilang. Lisa kembali membidik mulut zombie itu. Namun tiba-tiba ia menurunkan moncong pistolnya ketika menyadari sesuatu.
"Bukankah saat di dapur tadi aku menembak separuh wajah makhluk itu? Kenapa sekarang wajahnya utuh kembali?" gumam Lisa kebingungan.
Lisa membelalakkan mata ketika menyadari sesuatu. Ia kemudian berkata dengan gugup." I-ini tidak akan berhasil. Kita harus lari dari sini!"

KAMU SEDANG MEMBACA
EPIDEMI [Cerita Pindah Ke Noveltoon]
FanfictionKejadian yang tidak seharusnya dihadapi oleh sebuah idol group. Mereka harus berjuang bertahan hidup ketika sebuah wabah misterius tiba-tiba melanda Korea Selatan. Virus yang mampu menghilangkan kepribadian seseorang. Menjadikan manusia seperti maya...