Empat

2 0 0
                                    

"Tentang rindu, biarkan saja dia menggerutu mengharap temu hingga jemu, sebab yang ia nanti bukanlah diriku."

  
     Ajeng galau, sejak pertama ia mendengar bahwa Senja memiliki pujaan hati ia merasa sedih. Dirinya telah mencintai Senja sejak pertama ia melihatnya di sekolah, hatinya bergejolak. Memang cinta kadang datang disaat yang tidak bisa kita tentukan. Ajeng selalu merasa bahwa Senja adalah pangerannya, ia selalu berharap Senja bisa mengerti perasaannya, namun semua itu ia hancurkan ketika mengetahui Senja sudah menambatkan hatinya kepada seseorang entah siapa.

     Didalam hatinya, Ajeng hanya bisa menangis, ia berputus asa, pesimis, ia tidak pernah merasa senja memperdulikannya, bahkan dipandang saja tidak, apalagi dicintai olehnya, pikirnya setiap waktu.

     Ajeng tak ingin lama berlarut dalam kesedihannya. Ia mengunjungi coffee shop langganannya. Diujung komplek perumahannya terdapat kedai kopi yang baginya sangat nyaman, hatinya seakan selalu hangat jika berada disana. Segera saja Ajeng memesan kopi, Capuccinno, kopi kesukaannya.

     Setengah jam berlalu, suasana hati Ajeng tak kunjung membaik, ia selalu terpikirkan oleh siapa hati Senja bisa didapatkan? Ajeng sama sekali tidak merasa bahwa dirinyalah perempuan itu, ia merasa dirinya hanyalah seorang gadis jawa yang berkulit sawo matang dan menurutnya ia tidak mungkin menjadi kriteria pasangan Senja.

     Satu jam kemudian ia masih terdiam bahkan ramai kedai kopi malam itu tak bisa mengusik kekosongan jiwanya . Ia melamun, ia membayangkan Senja berada di depannya, tengah berduaan dengannya, ah manis sekali.

     Sesaat kemudian lamunan itu hilang, ia dikejutkan oleh seorang lelaki yang memanggil namanya, Gama, teman dekat Senja. Ajeng mengenali Gama walaupun tidak terlalu dekat, mereka beberapa kali tergabung dalam tugas kelompok.

     "Oh, Gama, kirain siapa." ujar Ajeng sedikit terkejut.

     "Iyanih, sendirian aja?"

     "Ya gitu deh, kamu juga sendiri?"

     "as u can see, btw boleh join gak? kan seru rame rame."

     "Boleh aja sih, santai aja."

     Gama sangat senang malam itu, Ajeng pujaan hatinya memperbolehkannya duduk se-meja bersamanya. Perasaannya tak terbendung, bahagia tanpa ampun, bahkan jika ia bisa mengungkapkannya dalam teriakan, tentu sudah pecah telinga orang disekitarnya.

     10 menit berlalu, mereka masih diam membisu, Gama kesulitan berbicara akibat terlalu bahagia, sementara Ajeng, Tentu saja ia memikirkan Senja.

     "Eh, ngelamun aja" tegur Gama setelah sekian lama mereka membisu

     "Oh iya sorry sorry, aku lagi banyak pikiran."

     "Ada apa emangnya? Kamu kenap-"

     "Maaf ya, aku gabisa lama disini, keburu dicari orang rumah." Ucap Ajeng seraya pergi meninggalkan Gama yang terheran didalam kafe.

     "Sialan, Ngapain ga langsung ngomong aja ya tadi." Gama menggerutu didalam hatinya. Sesaat kemudian Gama tersadar, Ajeng belum bayar minumannya! Alih-alih menggerutu, Gama malah senang karena dirinya memiliki bahan untuk mengobrol bersama Ajeng lagi. 

---

     Ajeng merenung didalam kamarnya, Senja dan Senja, itulah yang selalu ia pikirkan, Ajeng mulai memutar lagu lagu galau di playlistnya, alunan syair amin paling serius karya Sal Priadi bersama Nadin Amizah membuatnya menangis dalam dekapan mimpi.

     *thanks for reading

    

   

    

Senja dan DirinyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang