Matahari telah menyingsing saat aku terbangun. Hari ini akhir pekan, hari yang paling ditunggu tiap orang. Sengaja rebahan terus karena ingin bermalas-malasan di kos.Tugas kuliah juga sudah selesai dari semalam, sekarang saatnya mengisi perut yang mulai keroncongan.
Membuka kulkas, ternyata hanya tersisa telur satu butir saja. Pada akhirnya aku harus bangkit dan bersiap menuju minimarket.
Mengenakan kaus oblong dan celana jeans borju. Aku melangkah keluar dan menyusuri jalanan yang tampak ramai oleh orang lalu lalang.
Suasana akhir pekan memang selalu ramai dari pagi hingga sore. Apalagi wilayah kosku dekat dengan sebuah taman. Tempat biasa orang menghabiskan liburan dengan berkumpul bersama keluarga.
Memasuki minimarket, hawa sejuk dari ac terasa menusuk kulit. Dingin. Segera aku menuju deretan sayur dan bahan makanan.
Usai berbelanja, aku segera mendorong troli menuju meja kasir. Selagi menunggu, kuedarkan pandangan melihat-lihat.
Sebuah tulisan di dinding kaca menginterupsiku. Di sana tertulis. "Dibutuhkan karyawan."
"Permisi, Mbak. Lagi ada lowongan ya?" tanyaku pada penjaga kasir
"Iya, Mas. Mau daftar?" tawarnya tak kalah ramah.
"Mau, Mbak."
Kuurungkan niat untuk pulang, selepas belanja. Aku segera mengurus proses masuk kerja. Katanya berkas menyusul tidak apa-apa. Syukurlah.
Aku keluar dari minimarket dengan semringah. Kini satu masalah terselesaikan. Uang bulanan bisa aman untuk ke depannya.
Melangkah pulang, aku tiba-tiba terpikir Diana. Sedang apa ya dia akhir pekan? Jangan-jangan kencan sama si kunyuk nih.
Memikirkan Diana bersama Tegar hanya membuat hati ini kesal saja, kupercepat langkah dan ingin segera pulang.
Baru setengah jalan, tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat di sampingku. Membuat diri ini menoleh dan menatap heran si empunya.
Seorang perempuan muda dengan rambut sepinggang dan kacamata hitam turun dari balik kemudi, memutari mobil seraya berjalan mendekat.
Aku mematung, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Gadis itu berhenti sekitar tiga langkah dariku.
"Bima kan?" tanyanya membuat diri ini semakin penasaran karena ia tahu namaku.
"Siapa?" tanyaku datar.
Gadis itu melepas kaca matanya, segera manik cokelat menyapa penglihatan. Bulu matanya lentik, hidung mancung dan pipi sedikit tirus. Cantik, batinku.
"Kenalin, aku Mayang," sapanya ramah seraya mengulurkan tangan.
Ragu, kuterima uluran tangannya, jarinya tampak lentik dengan cat warna-warni yang entah apa fungsinya.
"Bima," balasku tetap datar.
"Aku temennya Laura, satu kelas. Katanya kamu mau coba ikut kencan buta, mau coba sama aku?" ajaknya ramah dengan senyum yang tak lepas dari wajahnya.
'Asem banget, ternyata ulah si cempreng Laura, awas aja nanti'. Batinku gondok.
Aku bingung mau menjawab apa, ingin menolak tapi merasa kasihan juga dia terus menatap seperti itu.
"Nanti malam, ketemu di taman," tunjukku pada taman yang tak jauh di depanku.
"Okay," sahutnya cepat.
Gadis itu tersenyum, memang manis dan menggoda. Tetapi entah kenapa justru bayangan Diana yang melintas di kepala. Sungguh, sialan.