Note;
Naruto as Naero
Hinata as Hinata
Himawari as Sunny/HimawariKisah yang ditampilkan di dalam film ini berfokus kepada seorang wanita introvert single parents penyuka dunia fantasi. Kehidupannya berputar seperti lazimnya orang-orang. Mengurus anak-anak sampai mereka pergi ke sekolah, bekerja. Lalu, pulang sekaligus menjemput anak-anaknya tadi ke rumah orang tuanya.
Rutinitas dia memang cenderung merepotkan semenjak perceraian menimpa pernikahannya bersama sang suami. Alasan klise, namun meninggalkan luka mendalam dan tetap menjadi momok paling mengancam bagi sebuah hubungan. Perselingkuhan bisa datang kapan saja, menyerang pula ketenteraman pernikahan Alice Moonstone.
Alice Moonstone berperan sebagai ibu yang serba siaga. Apalagi ketiga anaknya berada dalam pengasuhan dia. Rasa putus asa diam-diam bercampur dengan kepedihan hati. Kekecewaan tak lagi mampu terucapkan. Dia sekadar menjalani hari-harinya atas dasar keharusan, menimbun jenuh serta keping-keping amarah. Alice mulai lelah, ingin segera meluapkan tangisannya hingga/sekalipun air mata mengering. Dia benci mantan suaminya, walau nurani kecil masih mengagungkan nama pria itu selaku figur yang dicintai. Alice menolak untuk mengikhlaskan semua kehancuran yang ditimbulkan, tepatnya kewarasan dia. Kemudian, tumpukan frustrasi mendorongnya untuk melakukan, menagih, mendapatkan keinginan melalui cara mustahil.
"Hidupnya sangat berat. Dia kebalikan dari ceritamu, Hinata. Tidakkah kau berpikir demikian? Pernikahan Alice tidak bahagia karena suaminya ternyata berselingkuh. Tapi, lihat kedua orang tuanya yang segitu besar dan bersabar terhadap dia. Dan seingatku hubunganmu dengan Tuan Hiashi sempat merenggang setelah kau memutuskan menikah dengan Naero."
Meski batin terhenyak, Hinata berupaya untuk tetap mengendalikan emosionalnya. Dia menengok, diam sejenak sambil memikirkan jawaban yang akan dia utarakan, "Ehm, sebenarnya ayahku sudah menyetujui hubungan kami sebelum dia meninggal. Tidak ada masalah lagi di antara dia dan Naero. Tapi, penyakit itu tidak mengizinkan dia lebih lama berada di sekitar kami."
"Nasibmu jauh lebih baik dari Alice. Tidak ada masalah rumit dari pihak manapun--selanjutnya kau tahu 'kan apa yang bakal diperbuat Alice?" Keduanya terlalu bersemangat untuk sekalian mereview film 'Don't Ever Leave' tersebut. Gabriella dengan hati-hati membisikkan ucapannya itu ke muka Hinata.
"Dia memohon kepada Tuhan agar diberikan sebuah mukjizat," jawab Hinata tak kalah lirih."Seperti sihir. Tidak dijelaskan secara spesifik dia meminta kepada siapa. Tapi, menurutku itu bukan Tuhan. Pokoknya sesuatu yang menurut Alice memiliki kekuatan magis dan lebih tinggi kualifikasinya dari kita manusia biasa."
"Maksudmu Iblis?"
"Tidak juga. Kau tahu kekuatan supranatural itu ada? Hanya saja kita tidak bisa menjelaskannya dengan mata telanjang dan mulut terbuka. Butuh bukti konkrit untuk meyakinkan teorinya, supaya tidak dianggap berhalusinasi."
"Tapi, pengarang lah yang menentukan genre ceritanya. Dan ini jelas-jelas fantasi. Dalam dunia fantasi semua yang tidak mungkin bisa menjadi nyata. Tidak ada batasan dari logika manusia di dunia nyata. Singkatnya, dunia fantasi adalah ketika kita bisa mewujudkan mimpi atau khayalan."
"Tetap juga tidak ada yang valid untuk konteksnya, Hinata. Akan selamanya berada di alam bawah sadar."
"Kau benar, Gab. Jadi, Alice akan berhadapan dengan sihir? Sihir itu yang mewujudkan harapannya?"
"Kita sebut begitu supaya mudah menyimpulkan seluruh adegan sampai film ini selesai. Kau masih ingat 'kan adegan di dalam buku? Alice menulis jalan cerita hidupnya ke dalam sebuah buku kosong. Dia memulakan narasinya dari perhitungan waktu mundur di mana dia baru memasuki pendidikan tinggi di Universitas. Kalau tidak salah pada saat itu dia dan suaminya baru pertama kali bertemu."
"Jika kau minta, aku bisa menceritakan lengkapnya. Buku itu tidak satu dua kali aku baca. Berulang-ulang sampai seminggu yang lalu aku masih sering membacanya lagi dan lagi."
"Jika seperti itu, tebak apa yang akan terjadi seterusnya?"
"Alice menghapus bagian adegan yang dia rasa merusak kesempurnaan kisahnya, termasuk kesedihan, amarah, pengkhianatan, dia benar-benar ingin menyingkirkan segala masalah yang pernah menimpanya."
"Tanpa diduga pembersihan itu tidak hanya di buku yang dia tulis. Kehidupan dia di dunia nyata ikut berubah. Dia berhasil memenangkan medali pertamanya di kejuaraan renang. Fakta sesungguhnya dia bahkan membatalkan keikutsertaannya dalam pertandingan."
"Aku suka bagian di mana dia berhasil memperbaiki satu-persatu kerusakan dalam hidupnya."
"Jangan lupa, dia juga menyingkirkan rivalnya semudah petikan jari."
"Dia pantas menyelematkan masa depannya dari sebentuk kemungkinan terburuk. Rose adalah kerikil utama yang bertanggungjawab terhadap kerusakan rumah tangga Alice."
"Agak kejam di part itu. Bila jadi dia, aku akan mencari solusi lain untuk membenahi kerusakan. Asal tidak langsung mengorbankan manusianya. Bayangkan bagaimana Rose menjalani hidup setelah kehilangan penglihatannya?"
"Konsekuensi untuk dia yang berkompeten menjadi orang ketiga bagi hubungan si tokoh utama."
"Aku kurang setuju, Hinata. Faktanya Rose memang pernah menjalin hubungan sepasang kekasih dengan suami Alice. Tidak seluruhnya salah perempuan itu--aku sungguhan akan menemukan ide lain untuk membalasnya tanpa menyakiti fisik. Kau tahu seberapa berharganya tubuh sempurna bagi setiap individu? Hanya mereka yang berjiwa besar mampu dengan lapang dada menerima kecacatan. Lalu, yang gagal justru bisa terpuruk. Rose depresi, hidupnya berakhir tragis."
"Takdirnya sudah seperti itu, Gab."
"Alice kuncinya. Dia mempermainkan takdir mereka semua. Barangkali dia sebetulnya sadar masih bisa menuliskan kejadian yang baik-baik saja. Dengan menuliskan adegan Rose mengalami kecelakaan, di situ secara tak langsung dia mematikan keberadaan Rose. Aku pribadi tidak akan melakukan hal sekeji itu demi mendapatkan keinginanku." Asyiknya obrolan seolah mengalahkan daya tarik tampilan film pada layar raksasa itu. "Hin, ini adegan di mana Rose terjatuh dari tangga. Cepat lihat! Alice menyuruh seseorang untuk mendorongnya. Sutradara membuat seluruh narasi menjadi lebih jelas. Untunglah ini cuma adaptasi dari sebuah novel. Aku tidak bisa memikirkan andai ini semua terjadi di kehidupan nyata." Sementara, kesadaran Hinata sedang melayang entah ke mana. Dia hanya menatap datar pada penayangan di hadapan mereka.
-----
"Permen untuk gadis kecil, Papa. Yang tenang ya, Nak. Kita sedang dalam misi berburu untuk memenuhi troli, mengerti?! " Bayi berusia satu setengah tahun tersebut bergumam ceria, menanggapi ayahnya walau sulit dipahami. Namun, dia kentara menyukai lolipop berwarna merah pemberian sang ayah.
"Popok, tisu, deterjen, sabun, pasta gigi, sampo, ehm ... apalagi kira-kira?" Monolog pria ini, memunguti benda-benda itu sambil memperhatikan rak-rak di kira dan kanannya. "Ah, susu formula! Papa baru ingat susumu habis siang tadi." Seakan Himawari menyahut perkataan ayahnya, mulut si gadis kecil ini terdengar samar melagukan sepenggal-sepenggal kata.
Dalam sekejap pipinya merah dan lengket, mengemut lolipop sembarang saking senangnya dia mencicipi rasa manis dari permen. "Mamamu pasti memarahi Papa jika tahu hal ini. Permen bisa merusak gigimu. Tapi, Papa bahagia sekali saat melihatmu tertawa seperti itu. Jadi, kita harus sepakat untuk merahasiakannya 'kan, Sunny. Ok?" Praktis si gadis kecil mengangguk-angguk riang sambil celotehnya nyaring diiringi tawa.
Continue ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Remake It to Me
ФэнтезиBekerja sebagai pustakawan tentu menempatkan Hinata ke dalam tumpukan berbagai jenis buku. Profesi tersebut dia pilih tak semata-mata disebabkan hobi membaca. Dia menyukai kesunyian/privasi. Melalui buku-buku di perpustakaan dia berkelana mengelilin...