Kecewa kini
kuputuskan tidak menemuimu lagi
namun akhirnya kuingkari
karena aku tidak mampu sendiri
menghadapi bayangmu yang datang setiap hari
dan aku takut kamu benar-benar akan pergiDan kembali lagi terulang. Kisah yang selalu ingin kubuang. Maafku telah kuberikan. Dan begini lagi kamu kemudian. Hari ini Raka pulang semenjak proses karantina di Jakarta. Setelah hampir 2 minggu menetap disana untuk meet and great dan wawancara perihal kemenangannya, Raka mengunjungi coffeshop dan mencariku. Aku pun tidak terlalu yakin untuk apa. Namun hari itu aku datang terlambat. Aku baru tiba di coffeshop pukul 6. Aku berlari terengah-engah menuju ke dalam dan meminta maaf kepada bang Dika.
"Bang Dika, sori banget tadi ada tambahan buat latihan, jadi pulangnya juga molor. Untung dijemput Reihan, jadi ditebengin kesini. Kalo enggak pasti jam 7 baru nyampe deh" ucapku kepada bang Dika penuh sesal dan masih berusaha mengatur napas.
"Santai aja, dicariin Raka tuh dari tadi" Jawab bang Dika sambil mengarahkan dagunya ke Raka. Tanpa kusadari, Raka yang telah duduk di depan bang Dika sambil menatapku tanpa ekspresi. Aku tersenyum dan mengangguk padanya. Raka pun melambaikan tangan membalas senyumanku.
"Rei, lo ke dapur duluan aja. Gue ada klien nih" Kubilang dengan candaan kepada Reihan sambil mendorong punggungnya menjauh. Akhirnya Reihan dan bang Dika pun meninggalkan kami berdua disana.
"Siapa ? akrab banget" tanya Raka saat aku baru akan duduk.
"Oh itu Reihan, ojek online ku" jawabku sambil meringis. Entahlah, aku sudah mulai berbicara santai dan ngawur didepan Raka. Tidak peduli dia akan menerimanya atau tidak, aku sudah bersikap biasa tanpa takut ataupun canggung. Mungkinkah ini karena aku sudah mulai memaafkan Raka ? Ataukah aku senang karena yang dibicarakan adalah Reihan.
"Sabtu besok jalan yuk." Bak disambar petir, aku sangat kaget mendengar ucapan Raka yang tiba-tiba. Aku tidak bisa berkata-kata. Apa yang harus kujawab. Ada apa dengan Raka. Mengapa ketika aku sudah mulai nyaman dengan Reihan, dia muncul lagi dengan seenaknya. Jika aku menolak, aku takut suatu saat aku akan menyesalinya. Jika aku mengiyakan, bagaimana denganku dan Reihan.
Setelah lama tidak kujawab, akhirnya aku mengiyakan ajakan Raka.
"Boleh deh, nanti aku izin ke bang Dika" Aku juga mau memastikan dulu bagaimana perasaanku saat ini pada Raka.
"Udah ku izinin kok tadi. Ke JungleLand ya, kayaknya seru." Aku hanya mengangguk setuju sambil tersenyum tipis.
"Eh tapi sori banget ya ra, aku nggak bisa jemput kamu nanti, soalnya aku ada penugasan, nginepnya dihotel gitu. Jadi aku dari hotel langsung kesana, tapi nanti pulangnya aku anter kok"
"Oh iya nggakpapa, selaw aja" jawabku masih sambil tersenyum. Aku memang tidak tahu lagi harus bersikap apa selain mencoba tersenyum dengan suasana hatiku yang masih bingung.
***
Hari jumat, sehari sebelum Raka mengajakku jalan. Raka mengirim pesan padaku dan mengatakan bahwa mungkin dia agak telat, sekitar pukul 11, karena ada tambahan jadwal wawancara dari stasiun TV. Aku pun mengiyakan dan mengatakan tidak ada masalah.
Reihan menepuk pundak dan membuatku terkejut hingga ponselku hampir menjuntai menuju lantai.
"Apaansih elah, ngagetin aja lo" kataku sambil akan memukul lengan Reihan yang segera diresponnya dengan mundur kebelakang.
"Nonton yuk, besok"
"Sekarang aja deh, besok gue nggak bisa"
"Lah gue udah beli 2 tiketnya buat besok"
"Ih, tiba-tiba aja lo. Siapa yang nyuruh beli. Gue besok mau pergi sama Raka" jawabku penuh penyesalan.
"Emang Raka siapa sih ? Kayaknya deket banget gitu" Aku berpikir, bagaimana aku harus menjawabnya. Mengapa mereka berdua selalu membuatku memutar otak.
"Temen gue dari SMA, udah lama juga sih nggak ketemu. Sori yaa Rei." Kupikir itu adalah jawaban yang paling tepat.
"its okay, tapi lain kali lo traktir gue nonton" aku tersenyum dan mengangguk senang padanya. Huf, semua aman terkendali.
***
Hari ini adalah hari yang bisa dibilang sering kunantikan. Aku sudah berdandan dan mencoba mix and match berbagai macam pakaian mulai pukul 7 pagi. Mencuri semua kosmetik mama untuk trial and error, meskipun hasilnya memang selalu error. Raka juga tidak mengabariku lagi hari ini, tapi kukira sudah cukup kemarin saja. Dan aku berpikir bahwa mungkin Raka ingin memberiku surprise atau hal semacam itu, sehingga dia tidak mengirim pesan padaku lagi.
Aku berangkat lebih awal hari ini dengan menggunakan taksi. Aku tidak mau telat, karena mungkin saja Raka akan selesai lebih awal dan sudah berada disana. Aku tidak ingin Raka menungguku.
Akhirnya aku tiba pukul 10, dan aku memutuskan untuk membeli tiket dulu saja, agar nanti tidak perlu mengantre dan langsung masuk bersama Raka. Aku menunggu Raka di depan pintu masuk sambil menghabiskan cilok dan milk tea yang tadi kubeli di jalan, karena aku tidak sempat sarapan. Perasaanku cukup gembira hari ini dan tidak sabar menunggu Raka datang.
Sudah pukul 11.30, tapi Raka belum juga datang. Mungkin dia sedang dalam perjalanan. Paling tidak dari hotelnya akan memakan waktu sekitar satu jam kan.
Pukul 12.30 aku masih sabar menunggu. Mungkin dijalan sedang macet.
Pukul 13.00 aku mulai gelisah, aku mengirim pesan pada Raka namun hanya centang 1, tidak terkirim. Aku telfon ponselnya, tidak aktif. Akhirnya aku hanya bisa menunggu dengan pasrah dan sesekali menelepon Raka.
Pukul 14.00 aku mulai kesal dan dongkol. Hingga kumaki dia dalam hati, awas nanti kalau datang akan kumarahi dia, dan meminta traktir makan.
Pukul 14.30 perasaanku campur aduk, aku mulai ingin menangis. Aku bahkan sudah tidak sanggup marah lagi, saking seringnya seperti ini.
Pukul 15.00 akhirnya aku memutuskan untuk pulang dengan sesekali tak mampu menahan air mata.
***
Aku turun di depan coffeshop dan berniat untuk bekerja hari ini karena pada akhirnya rencanaku gagal. Rasanya aku tak sanggup untuk masuk kedalam. Aku duduk di tepi trotoar sambil melamun memandangi aspal jalan.
Kemudian sebuah mobil berhenti didepanku. Aku mendongak untuk melihatnya. Dan disanalah Reihan turun dari mobil sambil menatapku bingung.
"Lo ngapain disini, nggak masuk ? kok udah pulang ? gue kira lo nggak bakal masuk kerja" Tanya Reihan dengan ekspresi yang benar-benar tidak mengerti.
Aku tidak sanggup menjawab pertanyaan Reihan. Tanpa sadar air mataku mulai mengalir lagi.
"Eh, apa salah gue. Masuk deh, dikira gue ngapa-ngapain elo" Dan Reihan segera membawaku untuk masuk ke dalam mobil.
Setelah sedikit tenang, Reihan bertanya lagi kepadaku.
"Ada apa ?"
"Laper" aku menjawabnya masih dengan sorot mata sedih. Namun Reihan malah tertawa dan mengusap kepalaku.
"Yaudadeh yuk makan" Reihan tersenyum sambil melajukan mobilnya.
"Lo darimana Rei ?" ucapku akhirnya membuka suara. Aku memang cepat merasa tenang saat berada disisi Reihan.
"Nonton lah, sayang kan tiket bioskopnya"
"Gue juga sayang sama tiket gue, mahal lagi" Jawabku lirih, tapi pasti Reihan mendengarnya.
Akhirnya Reihan mengajakku makan. Kemudian kami menapakkan kaki di Mall. Lalu menghabiskan waktu dengan karaoke. Aku benar-benar merasa cukup lega, bahkan mungkin sangat lega. Reihan sangat bisa membuat suasana hatiku baik kembali. Entah karena dia memang cukup pandai melakukannya, atau karena itu Reihan orangnya. Aku sudah tidak terlalu memikirkannya, yang terpenting aku mulai lupa telah dikecewakan lagi oleh Raka hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mentari Awal Januari
Roman pour AdolescentsClara masih sangat mencintai Raka, namun semesta tidak begitu berpihak padanya. Pertengkaran itu menyisakan sakit, dan semakin sakit saat mereka pergi. Clara dipertemukan kembali dengan kehidupan masa lalunya, Reihan. Mungkinkah Clara akan bertahan...