CHAPTER TUJUHBELAS

254 24 4
                                    

Larisa sedang mengeluarkan buku catatannya dari dalam tas, sebentar lagi bel tanda masuk akan berbunyi jadi dia bersiap-siap untuk mengikuti pelajaran Kimia yang sebentar lagi akan berlangsung. Kimia merupakan salah satu mata pelajaran favoritnya. Intinya semua mata pelajaran yang berhubungan dengan hitung menghitung sangat Larisa sukai.

" Oi cecenit."

Atensi Larisa dari buku teralihkan begitu suara cempreng Pretty menyapa telinganya.

" Cecenit ... cecenit, kalau ngomong jangan asal bunyi." Semprot Gina tak terima.

" Yee ... kan udah diresmiin nama geng kita itu cecenit alias centil-centil genit."

Larisa dan Gina saling berpandangan, sebelum keduanya bergidik serempak seolah baru saja ada hantu penghuni kelas yang meniup tengkuk mereka berbarengan.

" Kapan diresmiinnya, kok gue gak inget ya?"

" Gue juga gak inget tuh." Larisa menambahkan.

" You ... you ini emang udah pikun." Pretty menunjuk wajah Gina, lalu gantian menunjuk wajah Larisa dengan jari telunjuknya yang lentik.

" Kita udah bahas ini di Mall waktu itu pas kita jalan-jalan. Idiiiih ... masih muda kok otaknya pikun kayak nenek-nenek sih. Kayak ane dong, otak sama kulit sama-sama kenceng." Pretty mengibas-ngibaskan rambut pendeknya sembari mengedipkan sebelah mata, menggoda. Sama persis seperti para waria jalanan yang biasa menggoda pria-pria yang sedang nongkrong di warung pecel lele pinggir jalan.

Larisa dan Gina sama-sama menggelengkan kepala, tak pernah mengerti kenapa bisa ada manusia seperti Pretty terlahir ke dunia. Sialnya pemuda kemayu itu sahabat baik mereka. Terkadang mereka sering berpikir apa dosa mereka sehingga dipertemukan dengan orang aneh macam Pretty ini. Terlahir sebagai pemuda lumayan ganteng, cerdas dan tajir, tapi sayang seribu sayang kelakuannya minus sekali, melawan kodrat dengan bersikap seperti gadis centil.

" Lo aja kali yang centil-centil genit, kita mah nggak tuh." Celetuk Gina, masih tak sudi menerima keputusan seenak jidat Pretty yang asal memberi nama geng mereka.

" Udah deh jangan berantem."

Larisa berusaha melerai karena di depannya kini Pretty dan Gina sudah saling melotot, sebentar lagi baku hantam akan terjadi jika dia tidak cepat-cepat bertindak. Bisa-bisa buku catatannya jadi korban keganasan keduanya jika sudah saling tarik urat karena biasanya benda di sekitar mereka selalu menjadi alat untuk perang saling lempar barang. Larisa sudah hafal betul kebiasaan dua sahabat absurd-nya itu.

" Tadi lo mau ngomong apa, Pret?" tambah Larisa karena keduanya masih saling melotot seolah bola mata mereka siap menggelinding keluar.

" Oh itu." Pretty berubah drastis menjadi sok kalem, dia bersedekap anggun di atas meja Larisa dan Gina. " Ane mau nanya sama you berdua, kapan kita mau ngerjain tugas kelompok biologi?"

Larisa terenyak, dia lupa belum memberi tahu dua sahabatnya bahwa dia tidak jadi satu kelompok dengan mereka, melainkan dirinya telah bergabung dengan kelompk Arvan dan Johan.

" Hari ini aja yuk, mumpung hari jumat. Enak, waktu kita banyak." Ajak Gina yang langsung diangguki Pretty.

" Lo setuju gak, Cha?"

Larisa menggigit bibir bawahnya ketika Gina melayangkan tanya padanya.

" Hmmm ... gini guys. Ada sesuatu yang harus gue kasih tahu ke kalian."

Pretty dan Gina saling berpandangan, wajah mereka tampak heran sekaligus penasaran.

" Apa tuh? Bilang aja." Pretty menimpali.

LARISA WISHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang