[6] Reason (end)

1.5K 193 36
                                    

Suara si gadis memelan di ujung ketika menyebut nama Yoongi. Tubuh gadis itu membeku, dengan mata yang terasa semakin memanas dan dada yang terasa sesak…



___*___




“Jennie…”

Jennie memalingkan muka, berusaha mengatur napas sebelum mendekat ke arah Yoongi untuk mengambil alih gendongan Jeno. Namun, begitu tangannya akan menggapai tubuh mungil tersebut, Yoongi memundurkan langkahnya dan semakin mengeratkan gendongannya pada Jeno.

“Yoongi-ah, aku mohon berikan Je--,”

“Jadi dia putraku?”

Jennie diam, tidak menjawab. Ketakutan mulai menjalar di hatinya. Matanya tanpa sadar mengeluarkan cairan bening yang sejak tadi sudah ia tahan.

“Ku mohon. Berikan putraku…” pintanya pelan sambil tetap berusaha mengambil alih tubuh Jeno dari gendongan Yoongi. Namun tetap saja Yoongi terus menghindar, pandangan datarnya bergulir pada Namjoon yang masih berdiam di ambang pintu.

“Yha, kau bilang tidak tahu apapun tentang keberadaan Jennie. Bagaimana kau menjelaskan yang ini?” tanyanya tajam.

Mendengarnya entah kenapa membuat Namjoon mendecih kesal, “lalu kenapa?”

“Sialan. Jadi selama ini kau tahu keberadaannya?!!”

Jennie memejamkan mata ketika mendengar Yoongi menaikkan nada bicaranya. Gadis itu mencoba memenangkan diri, sebelumya ia tidak pernah melihat Yoongi semarah ini.

“Jangan katakan kau juga yang menemaninya untuk bersalin?” Yoongi berusaha mengontrol emosinya ketika mengingat bahwa Jeno tertidur dalam gendongannya. Matanya menatap tajam penuh tuntutan pada Namjoon yang dengan santai mengangguk.

“Jennie, lagi?” sorot mata Yoongi kecewa menatap pada Jennie yang hanya bisa menghembuskan napas berat dengan air mata yang perlahan turun.

“Kau lebih memilih Namjoon yang menemanimu saat melahirkan dan bukan aku, ayah kandungnya?”

Jennie menggeleng pelan, di jelaskan pun, Jennie tak siap. Dia tahu, suatu saat pasti semua akan terbongkar. Tapi dia tidak menyangka akan secepat ini.

“Yoongi, kau tid--,”

“Apa yang tidak ku mengerti?!” potong Yoongi cepat, napasnya terengah menahan emosi yang terasa membuncah. Dia masih ingat jika Jeno tertidur dalam gendongannya dan Yoongi tidak ingin putranya itu terbangun.

“Dan, kau,” Yoongi menoleh ke arah Namjoon yang menyilangkan kedua tangannya di dada dan bersandar pada daun pintu, menatap tajam leader grup-nya itu, “kau bilang sama sekali tidak tahu apapun soal kemana dan di mana Jennie pergi. Tap--,”

“Dia tidak tahu apapun Yoongi! Tidak ada yang tahu!” Jennie berseru memotong ucapan Yoongi. Gadis itu memejamkan mata sejenak,

“Tidak ada yang tahu. Memang, Namjoon oppa mememaniku saat bersalin. Tapi itu tidak pernah berada di dalam rencanaku. Aku pergi ke Daegu untuk menjauh darimu, dari Namjoon oppa, dari semua yang berkaitan denganmu. Beberapa hari setelahnya perutku terasa sangat sakit, kami tidak sengaja bertemu saat aku mengalami pendarahan ketika menuju Rumah Sakit. Aku tidak tahu kenapa Namjoon oppa berada di sana. Aku tidak tahu. Sungguh. Itu tidak sengaja, kami tidak sengaja bertemu.” Jennie menjelaskan sambil terisak kecil, membuat Yoongi dan Namjoon sama-sama terdiam.

“Kenapa aku pergi? Karena aku takut. Aku tidak ingin merusak karier mu sebagai Idol. Itu impianmu, Yoongi-ah. Aku juga takut, kau seorang Idol, semua orang begitu memuja dan mengagumimu. Aku hanya ingin hidup tenang, aku tidak ingin putraku mendapat kebencian dari para fans-mu.”

Unexpected ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang