Surat dari Mentari

5 2 0
                                    

Aku duduk terdiam di tengah makam kedua orang tuaku. Kutaburi bunga-bunga yang indah untuk mereka. Pipiku terus basah. Berat langkahku untuk meninggalkan tempat pemakaman.

Di usiaku yang baru beranjak delapan tahun, aku harus hidup sebatang kara. Harus bertahan di tengah pahitnya dunia. Aku harus bisa bersinar di tengah kegelapan. Kuingat semua semua pesan ayah dan ibuku. Kucium nisan kedua orang tuaku. Lalu kukuatkan kakiku untuk melangkah menjalani hidupku.

Sesampainya di rumah kupeluk boneka kecilku. Karna hanya itu satu-satunya yang aku punya sekarang. Air mataku yang tak berhenti menetes terus membasahi pipi kecilku. Malam ini malam pertamaku duduk sendiri di teras rumah.

Purnama malam ini tak menyapaku. Bintang-bintang pun bersembunyi dibalik gelapnya malam. Seakan mereka tak mau menghiburku. Hanya ada dua bintang kecil yang bersinar terang di langit malam ini.

Ku tatap mereka yang seakan sedang memperhatikanku.

"Boneka kecilku, lihatlah kedua bintang kecil itu. Apakah kau percaya jika itu adalah ayah dan ibuku?" Ujarku sambil memeluk bonekaku.

"Aku sangat yakin bahwa itu adalah ayah dan ibuku. Karna hanya mereka yang selalu ada saat dunia meninggalkan ku" lanjutku sambil mengelap air mata dipipiku.

Malam pun berakhir, tapi kesatria pagi tak menyapaku pagi ini. Bunga tak lagi bermekaran. Tak kudengar suara nyanyian burung-burung pagi ini. Dedaunan pun tak lagi menari menyambut pagiku hari ini.

Aku seperti terbangun dari mimpi buruk, dan sayangnya mimpi itu menjadi kenyataan. Hari-hariku selalu kuhabiskan dikamar seraya menangis menyesali apa yang terjadi. Aku masih tak percaya jika sekarang aku benar-benar hidup sendiri.

Tetanggaku sempat khawatir dengan keadaanku yang semakin hari semakin memburuk. Mereka terus menasehati dan menyemangatiku. Mereka mengatakan bahwa aku tak sendiri mereka akan selalu ada untukku, menggantikan ayah dan ibuku. Aku merasa gila. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan.

Duniaku benar-benar hancur. Ingin rasanya ku akhiri hidup ini. Sampai suatu hari aku memutuskan untuk bangkit. Aku tak mau ayah dan ibuku sedih melihat keadaanku. Kucari kesibukan agar aku bisa kembali bangkit menjalani hidupku. Aku yakin aku bisa melewati semua ini. Meskipun raga ayah dan ibuku tak ada di sampingku, tapi mereka selamanya akan tetap hidup dihatiku.   

Surat dari MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang