6. Surabaya

2.8K 296 36
                                    

Senior bernama Naya terus membujuk Jesi agar mau menjadi seorang sekretaris pengganti. Sedari tadi, wanita bergigi kelinci itu tak henti-henti memohon kepadanya. Naya masih kekeuh memohon pada Jesi. "Mau ya, Jes? Plis nggak ada yang mau disini. Lowongan juga ditolak semuanya karena nggak masuk kualifikasi" Ucap Naya dengan puppy eyesnya. "Aku janji deh. Nilai kamu magang, aku kasih A, gimana?"

Ia menimbang-nimbang penawaran dari Naya. Jesi menghela nafasnya kemudian mengangguk. "Yaudah, Mbak. Aku mau" Karena ia hanya anak magang ditempat ini membuatnya jadi enggan untuk menolak, terlebih Naya sampai memohon-mohon begini padanya. Tapi alasannya juga karena penawaran dari Naya yang lumayan.

Naya bersorak senang. "Okay, makasih ya Jesi" Kemudian ia memberi Jesi sebuah buku dengan sampul warna coklat yang Naya ambil dari laci meja kerjanya. "Ini list jadwal Pak Sean. Sama tugas lo ngapain aja, udah ada disitu" Jesi mengangguk seraya menerima buku itu.

Jesi berjalan gugup menuju ruangan pimpinan. Ia kemudian mengingat kembali pesan Naya sebelum ia kesini.

Pak Sean itu nggak suka orang yang telat'an, dia suka orang yang disiplin tinggi. Beliau juga nggak suka sama orang ceroboh dan lalai, jadi jangan sampe gitu ya.
Oh ya, jangan lupa Pak Sean nggak suka kopi yang terlalu manis. Semangat hari pertamanya, Jesi :)

Jesi kemudian mengepalkan tangannya, mencoba menyemangati diri sendiri. Ia kemudian menghela nafas berkali-kali. Ia sudah berada di depan pintu ruangan Bapak pimpinan, hanya perlu mengetuk pintu dan kemudian masuk. Namun mengapa jantungnya berdebar, ini pasti karena masih beberapa hari magang namun langsung menjabat menjadi sekretaris.

Jesi mengetuk dengan pelan, kemudian ia membuka pintu dan melenggang masuk. Bapak pimpinan masih belum menatapnya, atensinya masih pada MacBook di hadapannya. Jesi berdehem, menetralisir rasa gugup. "Selamat siang, Pak. Saya mahasiswi magang yang akan menjadi sekretaris sementara Bapak. Tolong kerjasamanya, Pak" Jesi membungkuk memberi salam.

Laki-laki itu melirik Jesi sebentar, kemudian fokus kembali pada benda persegi panjang di hadapannya. "Kamu jemput anak saya" Ucapnya tanpa memandang Jesi sekalipun.

"Menjemput...siapa Pak Sean?"

Laki-laki bernama Sean itu menatap Jesi tajam. "Kamu itu lagi sakit THT ya? Jemput anak saya" Ia melirik arloji mahal pada pergelangan tangannya. "Sudah waktunya pulang" Jesi menahan rasa kesalnya, kenapa orang ini sangat kasar di hari pertama mereka bertemu? Jesi menelisik wajah Pak Sean, memang benar sih ia tampan bak dewa. Namun cara bicaranya saja membuat Jesi ilfeel, bagaimana dengan istrinya yang setiap hari menghadapi laki-laki ini?

"Kok malah diam? Kamu mau anak saya nunggu?" Jesi kemudian membungkuk dan pamit pergi untuk melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Pak Sean.

Jesi baru menyadari jika rumor di tempat magangnya ini benar, pimpinannya sangat galak dan ketus.

Jesi akhirnya sampai tepat waktu di sekolah anak Pak Sean, berkat bantuan Naya yang membantunya menemukan sopir Pak Sean di lobi perusahaan tadi. Jesi mengedarkan pandangannya mencari sesosok anak kecil yang mirip seperti di foto yang sedang ia pegang. Dengan dibantu Pak Bejo—sopir pribadi Pak Sean, akhirnya Jesi mampu menemukan anak kecil dengan kuncir dua yang bernama Abel itu.

Abel sedikit kebingungan ketika ada wanita yang sangat cantik ikut menjemputnya. "Akak siapa?"

Jesi mendudukkan dirinya agar sejajar dengan gadis cilik itu. "Mulai sekarang Kakak akan jemput Abel, mau kan?" Tanya Jesi kepada gadis kecil yang wajahnya sangat manis ini.

Kos-Kosan Blackvelvet Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang