6

9 1 0
                                    

You can run away. Or Try It. WITH ME.

Setengah jam berlalu, acara syukuran Dohee pun selesai diadakan. Orang tuanya Dohee nggak mau lama-lama, karena ini juga acaranya cuma diantara keluarga dan teman dekat aja. Keluarga yang diundang itupun keluarganya Doyoung yang dari Bandung sama Bekasi. Doyoung nyaranin nggak usah neko-neko gelar syukurannya, yang penting isi syukurannya yaitu doa yang terbaik dari orang tua dan bagi-bagi ke tetangga.

Keluarganya Doyoung langsung pulang ke daerah asal mereka. Nggak mau nginep-nginep katanya, ribet. Gue sama orang tua gue masih stay di rumah Doyoung karena harus bantu-bantu beres-beres: lipet tiker, ngambilin piring kosong, dan sebagainya. Awalnya tante-tantenya Doyoung mau bantuin, tapi nggak dibolehin sama Tante Ayana, katanya nanti kemaleman sampe rumah, mending cepet pulang biar langsung istirahat. Gue setuju sih sama saran Tante Ayana karena gue termasuk unsur kaum rebahan. Tapi tetap bertanggung jawab.

Azegggg

"Mer, pulang aja, ini udah jam 9 malem, kasihan anakmu yang paling bontot di rumah sendiri," kata Tante Ayana ke Mami.

"Nggak apa nih?"

"Iya, lagian ini cuma tinggal buang sampah doang, nggak pakai cuci piring, kan udah pakai piring rotan. Yang lain udah diberesin Riri sama Doyoung."

Tante Ayana kalau manggil gue Riri kalau nggak cuma -Ri, katanya biar ada rasa lokalnya.

"Oke lah kalau gitu. Dohee, sekali lagi selamat ulang tahun ya sayang, tambah umur tambah banyak nurutnya. Selamat juga buat juara matematikanya."

"Iya tante, makasih banyak."

"Ri, ayo pulang, kasihan adekmu di rumah sendirian." Panggil Mami ke gue, saat ini gue lagi buang sampah di dapur, tapi suara Mami tetep kedengeran, hebatlah radar seorang ibu.

"Iya mi, bentar."

Gue setengah berlari ke ruang tamu yang tadinya dipakai jadi acara syukuran, sekarang udah berubah jadi ruang tamu yang layak berkat Papi sama Papanya Doyoung. Dari gue ke dapur sampe gue balik ke ruang tamu, nggak nampak batang hidung, kepala, pundak, lutut, kakinya si kelinci. Kedua mata gue men-scanning di seluruh penjuru rumah ini. Ahh alay banget, palingan cuma sekitaran ruangan tempat orang-orang ini gotong royong. Bukan apa-apa, gue mau pamit aja ke Doyoung sekalian sama say thank you so much for today, sebagai seorang yang menjunjung tinggi rasa pertemanan, prinsip ini nggak boleh dilanggar dungss..

Apa sih?

Yang katanya mau diajak pulang, kasihan Icung di rumah sendiri, sekarang lagi di duduk di sofa sambil bungkus kolak nangka dan sop konro.

Auhh Mami..

Oke, kembali ke kasus hilangnya Doyoung.
Daripada menduga-duga yang akhirnya bisa menimbulkan banyak spekulasi dalam diri ini, gue nanya ke Dohee dimana keberadaan kakaknya itu.

"Hee, kakak lo dimana?"

"Kenapa mbak? Mbak kangen sama Mas?", gue lihat Dohee jawab pertanyaan gue sambil ketawa ditambah ada eye smilenya.

"Nggak, bukan gitu. Ngapain kangen coba. Gue cuma mau pamit ke dia aja, nggak lebih, dan nggak kurang."

"Mas Doy lagi diluar, mau masukin mobil dulu katanya, tapi dia kok belum balik ya?"

"Nah.. gue aja nggak tahu, apalagi kamu. Ya udah ya, gue pulang dulu. Sekali lagi congrats ya..," ucap gue sambil peluk dan cipika cipiki si Dohee.
Setelah kegiatan itu, gue manggil Mami sama Papi, ternyata Papi gue udah di teras rumah keluarga Kim dengan seseorang, karena sayup-sayup kudengar suara dua pria disana tengah berbincang sambil bersenda gurau. Pertanyaan gue sekarang, kapan Papi udah di teras rumah keluarga Kim?

Moi et toi (?)| DoyoungWhere stories live. Discover now