9

7 1 0
                                    

Cowok berkaca mata? Makhluk macam ini punya daya tariknya sendiri, beda-beda tiap individu. Mayoritas dari cewek-cewek akan terdiam kaku, terkagum sampai menutup mulut dengan tangan, lalu saat sosok yang jadi perhatian itu hilang dari pandangan, barulah menjerit dalam hati. Maybe, reaksi gue beda, nggak sesuai seperti yang dideskripsikan dan di drama ataupun sinetron. Hmm.. Mendapati hal itu didepan gue, gue cuma bisa membelalak dan stay di tempat gue berdiri. Seperti sekarang ini.

What should I do? Idk. Okay. Bye.

"Siapa ya?" Tanya gue. Gue meneliti dari ujung kaki hingga ujung rambutnya. Kening gue berkerut sambil sesekali menggigit bibir dalam.

Kayaknya gue pernah kenal orang ini, tapi dimana dan kapan? Batin gue

"Kak"

"Hm"

"Kak Doyoung udah dateng. Kakak belum mandi."

Nggak usah diperjelas juga kali Cung :(

"Ha? Doyoung?" Tanya gue bingung ke Icung, gue baru ngeh kalau itu Doyoung.

What? Dia Doyoung? Rambutnya? Bajunya? Kacamatanya? Maskernya? Mungkin dianya lagi flu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

What? Dia Doyoung? Rambutnya? Bajunya? Kacamatanya? Maskernya? Mungkin dianya lagi flu. Tapi, dia hari ini beda banget man.. gue pernah bilang ke dia, tepatnya tadi malam, biasa aja dandannya, nggak usah kegantengan. Hari ini dia mengingkari itu semua. Bukan apa-apa, tapi banyak anak gadis di komplek ini.

Kenapa gue bisa ngomong kayak gini? Karena mulai dari Doyoung ke rumah gue hari itu, tetangga gue tepatnya dua rumah dari rumah gue, malam-malam sekitaran jam sembilan setelah gue dari rumahnya Dohee, dia lari-lari ke rumah gue tanpa pakai sandal jepit buat tanya "siapa nama kakak yang ke rumah Mbak Taeri, yang pakai seragam sekolah SMA Pelita Bangsa?", "kakaknya sekelas sama mbak?" Kakaknya dimana rumahnya?"

Oh God.

"Cung, lo masuk duluan aja. Lagian tinggal dikeringin doang kan. Biarin kering sendiri."

Icung cuma ngangguk sambil ngambil ember di depan gue, setelah dia jalan ke dalam rumah, barulah gue fokus ke si kelinci.

"Doyoung? Lo Doyoung temen gue dari SMP tapi beda kelas? Yang sampe sekarang belum diselesain salah paham nya sama gue?"

"Menurut Anda? Orang yang mirip gue emang ada? Tuhan menciptakan manusia yang wajahnya sama mungkin dua persen, dalam konteks bukan kembar seiras."

"Ya-ya.. habisnya lo hari ini beda Doy. Buat apa coba pakai kaca mata. Lo mau buat anak gadis di komplek ini menjerit dalam hati? Nggak kan pasti. Tadi malem gue juga udah bilang dandan biasa aja, nggak usah ganteng-ganteng."

"Hooo.. lo cemburu?" Tanya Doyoung seraya nusuk-nusuk pipi kanan gue dengan jari telunjuknya.

"Cemburu? Gimana bisa gue cemburu? Gue sama lo aja nggak ada hubungan lebih dari teman." Jawab gue, gue mengalihkan arah pandangan gue lain tempat.

Gue tahu ada rasa aneh ketika gue mengutarakan kalimat ketiga itu. Gue nggak mau berharap yang aneh-aneh dulu bahkan sampai keluar dari ekspektasi. Nggak bisa gue berharap lebih hanya karena gue sama Doyoung udah kenal lama bahkan gue menyandang status sebagai teman lamanya dan paling mengenal Doyoung.

Serba salah.

Gue tahu rasa itu pada akhirnya akan muncul, maybe udah muncul dan orang itu akan menempati posisi penting di hati gue. Gue nggak memungkiri itu. Gue nggak munafik, malah gue sadar akan hal itu. Satu kali lagi, biarin ini mengalir dengan sendirinya. Mami selama ini juga nggak pernah mendesak gue untuk mendekati Doyoung sebagai seorang pria, not as a old friend.

"Ehh.. btw, gue rasa ini belum jam sembilan tepat. Kok lo udah kesini?"

"Btw, lo juga nggak ada argumen untuk gue dateng sebelum jam sembilan kan, jadi nggak ada batasan buat gue untuk dateng sebelum jam sembilan tepat. Lebih cepat lebih baik."

Hah.. si kelinci mulai lagi. Kenapa lo nggak jadi adeknya Kak Taeil aja sih?

"Tapi, posisi gue sekarang juga belum mandi habis cuci mobil, bau sabun, tangan gue juga hitam-hitam kena oli, bau keringat."
"Ya udah lah, masuk aja dulu, tunggu di ruang keluarga atau ruang tamu. Gue mau bersih-bersih dulu."

"Hhh.. mandi nggak mandi juga sama aja lo."

Heh.. mulutnya ya :)

"Ngatain gue dekil lo sekarang?", ucap gue sambil mengangkat tempat kanebo yang gue bawa seolah menunjuknya.

"Lo ngerasa?," balas Doyoung seraya ujung bibir sebelahnya tertarik ke atas.

Gue berkacak pinggang sambil merotasikan bola mata malas.
"Kok balik nanya sih? Orang nanya harus dijawab dengan jawaban yang singkat, padat dan jelas. Dah ah, gue mau mandi dulu"

Jalan berbalik arah dari si kelinci adalah solusi terbaik untuk saat ini. Gue pengen cepet-cepet mandi tapi dianya yang masih mengajak gue untuk kompetisi debat. Lari dalam situasi ini, gue harus ngelakuin itu.

"Apa adanya lebih baik." Jawab Doyoung melewati gue dengan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana pendeknya.

Gue berbalik dan diam di tempat gue berdiri.

"Apa? Nggak paham."

Doyoung kemudian mengubah posisi badannya menjadi menghadap gue. Jarak berdiri gue sama Doyoung sekitar setengah meter.

"Mananya yang nggak paham? Apa mesti gue ulang?"

"Perlu"

"Beri gue bagian mananya yang lo nggak paham."

"Lo kan yang memberi gue spekulasi. Harusnya lo masih inget."

Doyoung cuma tersenyum simpul. Dia berjalan ke arah gue, jarak gue sama Doyoung sekitar tiga puluh sentimeter sekarang.

Kondisi yang nggak gue suka dan nggak gue harapkan kembali terjadi. Reflek kepala gue menghadap ke arahnya, kedua mata gue bergerak gelisah, satu lagi, jantung gue.

"Just the way you are."

Lima kata itu mampu membuat pertahanan gue runtuh untuk beberapa saat, blank.. ini yang gue rasakan. Doyoung ternyata diam-diam...

Mencairkan.

Moi et toi (?)| DoyoungWhere stories live. Discover now