Flashback on
Angin bertiup dengan kencang, hingga membuat daun kering yang masih menempel pada daun berjatuhan. Bersamaan dengan itu papa Gilang di kabarkan meninggal.
Gilang kecil menangis kala mengetahui papanya meninggal. Saat itu Gilang berusia 6 tahun, dengan tragisnya ia melihat papanya tergeletak tak berdaya di pinggir jalan yang sepi.
Orang yang berbaju serba hitam itu, dengan tega menghabisi papanya dengan sadis. Gilang hanya mampu melihat dengan air mata yang terus bercucuran membasahi pipinya.
Ia sempat mendengar pembicaraan orang itu dengan orang lain melalui telepon.
"Bagaimana apa ia sudah mati?!" Tanya orang itu sadis.
"Sudah tuan" Jawab orang pakaian serba hitam.
"Kerja yang bagus. Kalau begitu nanti uangnya saya transfer."
"Baik tuan"
Gilang menangis sambil menahan isakanya. Orang itu tega sekali membunuh papanya. Apa salah papanya sampai orang itu membunuhnya?. Pertanyaan itu terus berputar di pikiran.
Gilang bersumpah akan mencari orang itu dan ia akan membuat orang itu bertekuk lutut di hadapan mamanya.
"Aku bersumpah akan mencari orang itu dan membuat ia bertekuk lulut kehadapan mama." Ujar Gilang. Matanya merah tanda ia sangat marah. Meskipun Gilang masih kecil, tapi ia mengerti dengan situasi saat itu.
Ia melihat dengan jelas betapa terpukulnya mamanya saat itu. Ia tidak tega melihat mamanya yang seperti itu. Selama 3 bulan mamanya mengalami depresi yang cukup berat.
Berkat bantuan psikolog, mamanya bisa kembali lagi seperti dulu. Mama Gilang akhirnya bisa ikhlas dengan kejadian yang menimpa papanya.
Mereka sempat pindah ke Bandung, guna agar mereka tidak mengingat masa yang pahit itu. Hingga Gilang lulus SMP mamanya memutuskan untuk kembali lagi ke Jakarta.
Flashback of
Arya melihat Gilang duduk sambil melamun. Lalu ia menghampiri Gilang dan duduk di sebelah Gilang. "Ngelamun lo?"
"Sejak kapan lo disini?" Tanya Gilang tanpa menjawab ucapan Arya.
"Udalah gak penting gue kapan kesini. Yang penting itu lo kenapa? Lo pasti masih mikirin papa lo ya?"
"Gue tau kok rasanya kehilangan orang yang kita sayang. Tapi lo gak boleh gini terus, papa lo juga pasti udah bahagia disana." Tambah Arya
"Makasih ya Ar lo emang paling ngertiin gue. Gue beruntung punya temen kayak lo. Meskipun lo rada gini sih".
Kata Gilang menekankan kata "rada gini sih" sambil membentuk garis miring di keningnya.
Mereka berdua berada di rumah pohon yang ada di dekat danau. Arya tau kalau Gilang merasa sedih, ia akan datang ke rumah pohon untuk menenangkan pikirannya disana. Bima tidak ikut karna ia sedang ikut mamanya ke rumah neneknya.
Tak terasa hari menunjukkan pukul 17.10 itu artinya magrib hampir tiba. Arya mengajak sahabatnya itu untuk pulang. Perjalanannya untuk menuju rumah, perlu memakan waktu sekitar hampir 2 jam-an untuk sampai ke rumah Gilang.
*******
"Sya hari ini kita nginap di rumah lo ya?"
Sasya hanya mengangguk sebagai jawaban. Sudah biasa sahabatnya itu menginap ke rumahnya. Lantas Sonya dan Mentari bersorak senang. "Yesss!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdirku Bersamamu
Teen Fiction"Ketika melihat matamu aku bisa tau seluas apa kau mencintaiku". Gilang Satria Santoso "Disaat engkau ada didekatku aku tau bahwa kau akan selalu menjadi milikku selamanya dan tak akan pernah bisa orang lain memilikimu kau seutuhnya hanya untukku"...