7 | Noire

8.5K 1.2K 152
                                    

"Jadi, kalian teman SMA?"

Manda bertanya untuk kedua kalinya kala Nugi kembali dengan membawa tiga gelas kopi. Mereka belum beranjak dari supermarket dan memutuskan untuk mengobrol sebentar. Sejenak setelah Leah menghilang dari pandangan Abel, seseorang menyambangi mereka dengan ingin tahu. Seseorang yang memperkenalkan diri sebagai Irham Mandala.

Nugi duduk di samping Manda seraya mengerling pada Abel yang duduk di hadapan mereka.

"Kasarnya begitu," jawab Nugi sebelum sibuk dengan kopinya.

Manda menggoyangkan gelasnya dengan pelan seraya mengerucutkan bibir. Ia menatap Abel dalam diam, lalu menghela napas dalam.

"Maaf karena gue justru nggak bisa ketemu lo kemarin. Gue harap bocah ini nggak bikin lo repot." Manda menabok pelan punggung Nugi hingga ia tersedak. Melihatnya, Manda justru menambah kekuatan tabokannya. "Iya kan, Gi? Hahaha!"

"Semuanya lancar," jawab Abel.

Manda meniup kopi sebelum meneguknya. Namun Abel menyadari jika kebungkaman Manda disertai lirikan ingin tahu ke arahnya. "Gue udah lihat desain yang lo buat, dan gue suka. Tapi, gue belum dapat kliknya. Sayangnya gue nggak bawa, nggak nyangka ketemu lo di sini juga, kan? Gue punya beberapa catatan yang bisa kita diskusikan, sebenarnya. Mungkin ntar malem aja?"

Abel mengangguk ringan. "Yang dibawa Nugi kemarin memang baru sketsa kasar. Tapi nggak masalah kalau mau diskusi. Bilang aja apa apa yang kepingin dirubah dari sketsa kemarin."

"Sure," ucap Manda. "Gue suka sama desain-desain di portofolio lo. Terutama, vintage ornament. Udah lama jadi desgraf, Bel?

"Sejak kuliah," jawab Abel seraya menyeruput kopinya, lalu menyesal kala perutnya terasa perih. Benar juga, dia belum sarapan. Gadis itu meraih ponselnya. "Tentang Comma ini, apa kesan yang pingin dihadirkan dari sana?"

Manda melirik Nugi yang masih sibuk meniup-niup kopinya, lalu mengelus dagu. "Hmm...let's see...white and natural? Gue mau kafe gue nantinya punya konsep yang terbuka dan alami. Beda sama Athlas yang mengusung tema kalem, romantis, elegan. Comma must be more cheerful and fresh. Warna putih akan mendominasi dinding dengan sentuhan natural. Gue udah minta pendapat Mita buat milih tanaman apa aja yang sekiranya bisa gue pasang di dinding. Tahu, kan? Tanaman mungil yang ngejulur-julur, gitu?"

Abel mengangguk-angguk seraya mencatat di aplikasi notes.

"Gue jadi kepikiran pengen rebranding Athlas sekalian," celetuk Manda dengan serius. " Paket Gold aja. Bisa nggak?"

Abel membuka mulut dengan antusias, sebelum teringat kata-kata Arvin tadi pagi.

"A--sepertinya belum bisa kalau sekarang. Kalau Mas Manda mau rebranding, aku ada komunitas desgraf di kota ini. Beberapa dari mereka juga main di Madda. Tertarik?"

"Gue ke dalam sebentar, deh." Tiba-tiba Nugi bangkit dan masuk ke supermarket. Manda mengikuti punggungnya sebelum kembali menatap Abel.

"Yah...tapi gue suka selera lo, gimana dong?" celetuk Manda sambil tertawa, yang dijawab Abel dengan senyum kikuk. "Udahlah, Athlas bisa nunggu. Sekarang prioritas gue di Comma dulu aja. Lo anak DKV ya, Bel?"

Untuk keseribu kalinya, Abel menggeleng dan tertawa kecil. "Bukan, Mas. Anak ekonomi."

"Oh?" Manda mengangkat alis.

Abel sudah terbiasa mendapat reaksi seperti Manda, yang terheran-heran bahwa desainer grafis seperti dirinya bukan jebolan DKV. "Passion-ku di situ, dan aku lihat peluang buat memonetisasi passion-ku. Jadi, kenapa nggak?"

Colour Palette [Published]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang