"Dasar gadis ular!"
Seyeon mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang dengan kedua tangannya terkepal di sisi tubuh. Bibirnya terlipat ke dalam dan sorot matanya seolah akan menyemburkan api. Melihat itu, Yisoo mendekati Seyeon dan duduk di sampingnya, menyentuh bahu Seyeon pelan.
"Sudahlah," ucap Yisoo berusaha menenangkan. Sinar mata Seyeon hendak protes, tapi kemudian ia mengalah. Seyeon menerbitkan senyum terpaksa di bibirnya.
"Kau tidak akan kalah dari mereka kan, Soo-ya?"
Yisoo menyambut pertanyaan Seyeon dengan tawa. "Entahlah. Aku tidak tahu. Hei, seleksi bahkan belum dimulai, dan aku tidak berharap banyak. Tujuanku ada disini adalah memenuhi undangan istana yang tidak mungkin aku tolak. Jadi sebisa mungkin aku akan melakukannya dengan baik agar nama keluarga Viscount Park tetap terjaga. Menang kalah itu urusan belakangan."
Yisoo berdiri, mendekati barang-barang mereka yang belum ditata. Sambil mencari-cari gaunnya, Yisoo bergumam, "Kenapa tidak bersiap-siap? Sebentar lagi makan malam."
Mendesah, Seyeon pun mengikuti Yisoo untuk bersiap-siap. Kemudian menyadari bahwa seharusnya dialah yang mengingatkan Yisoo untuk bersiap-siap makan malam, karena itu adalah tugas pendamping. Kalau seperti ini caranya, bukankah kedudukan mereka terbalik? Seyeon mencatat itu dan berhati-hati agar tidak mengulanginya lagi.
Kalau saja tadi Nyonya Lee tidak muncul, mungkin Seyeon sudah menjambak rambut Mirae sebagai balasan kelakuan kurang ajarnya pada Yisoo. Walau mereka bubar karena Nyonya Lee memerintahkan mereka untuk bersiap-siap—dan memperhatikan aura dingin ada di antara para kandidat, tapi kesal di dada Seyeon tak kunjung hilang. Harusnya Nyonya Lee datang lebih cepat dan melihat dengan mata kepala sendiri kelakuan busuk dari salah satu kandidat.
Sabar, sabar. Aku tidak boleh membuat Yisoo ditendang keluar di hari pertama karena kelakuanku.
___
Meja itu di penuhi oleh delapan belas orang gadis. Setiap pendamping duduk di sebelah kiri kandidat, untuk membantu kandidat kalau-kalau ia perlu sesuatu.
Seyeon mengamati semua yang hadir. Semua kandidat adalah gadis yang cantik, termasuk Mirae, meski Seyeon benci mengakuinya. Mereka semua dibantu oleh pendamping masing-masing untuk memenuhi piring mereka. Sambil menikmati makanan di piringnya—sayangnya belum ada daging rusa—Seyeon memperhatikan Mirae melotot saat pendampingnya melakukan kesalahan dengan memberikannya udang, makanan yang tidak disukainya. Seyeon merasa kasihan pada pendamping itu. Wajahnya terlihat akan menangis.
Seyeon meraih teko jus jeruk di depannya dan menuangkannya di gelas Yisoo yang telah kosong. Seyeon tahu Yisoo sangat menggilai jeruk, jadi tanpa dimintapun ia tahu apa yang harus dilakukan. Gumaman terima kasih terdengar dari bibir Yisoo ditambah dengan, "Sudahlah. Kau nikmati makanmu juga. Aku bisa mengurus diriku sendiri," ucapnya tak enak.
Seyeon mengangguk dengan senyum simpul. Ia kemudian menoleh ke kiri. Di sebelah kirinya duduk seorang kandidat yang tidak ia ketahui namanya. Gadis itu memiliki rambut hitam seperti arang, yang dipotong pendek bergelombang tak menyentuh bahu. Raut wajahnya dingin, dengan kulit wajah yang putih, bibir merah alami, hidung bengir, dan alis yang bagus. Wajahnya tampak sempurna. Gerak geriknya tampak teratur, dan ia tidak mengeluarkan suara sedari tadi.
Gadis itu tiba-tiba menoleh ke arahnya. Tatapannya tampak tajam, namun Seyeon sadar itu memang bentuk matanya yang agak sipit.
"Bela." Seyeon kemudian sadar bahwa gadis itu menyebutkan namanya. Buru-buru Seyeon menjawab dengan menyebutkan namanya.
"Hei!"
Perhatian Seyeon dan seluruh yang ada di meja makan itu teralih pada suara teriakan nyaring Mirae. Seyeon melihat baju bagian depan Mirae kini basah oleh jus jeruk. Wajah gadis itu? Jangan ditanya lagi. Gelap dan sangat kesal bercampur aduh. Pendampingnya terlihat memucat, bahkan kini matanya sudah berkaca-kaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE FLAXEN | Choi Yeonjun
FanfictionTujuan awal Seyeon ke ibukota adalah untuk menemukan kakak kandungnya yang menghilang. Namun ibukota tidak hanya tentang keberadaan kakaknya, lebih dari itu.