"Oh, jadi kita akan tinggal di istana. Aku pikir di penginapan... APA?!"
ISTANA!?
"Tadi kau bilang... istana?"
Yisoo mengangguk. Kedua tangannya terlipat di depan dada, tampak sangat yakin saat menjelaskan, "Ya, istana. Kita akan berada disana sampai seorang kandidat terpilih menjadi putri mahkota."
Seyeon tak dapat berkata-kata. Mulutnya terbuka, hendak berkata-kata namun tak ada suara yang keluar. Siapa yang tidak terkejut mendengat berita kalau ia bukan hanya mendampingi Yisoo, tapi malah ikut tinggal di istana?
Istana, ya tuhan!
Membayakannya saja ia tidak pernah!
___
Tugas Seyeon hanya mendampingi Yisoo selama berada di istana. Lebih tepatnya, menemani. Semua kebutuhan Yisoo—sebagai seorang kandidat—akan dilayani oleh dayang istana. Pihak kerajaan hanya memberi ijin satu orang pendamping untuk setiap kandidat, dan Seyeon adalah orang yang tepat untuk menemani Yisoo—menurut Jisung.
Seyeon juga baru tahu kalau di setiap daerah kerajaan hanya diwakili oleh satu kandidat saja. Dan kandidat dari daerah mereka adalah Park Yisoo, putri dari pasangan Viscount dan Viscountess Park. Tentu saja kualifikasi untuk bisa menjadi salah satu yang terpilih dari juga tidak main-main. Di kota yang Seyeon tinggali, ada banyak keluarga bangsawan yang sama terhormatnya dengan keluarga Park. Namun di antara anak-anak gadis mereka, Yisoo-lah yang terpilih sebagai kandidat.
Seyeon mendengar penjelasan itu tanpa henti-hentinya berdecak kagum. Ia tahu kalau keluarga Jisung sangat berpengaruh, namun tak tahu kalau kekuasaannya sebesar itu hingga putri mereka bisa terpilih menjadi kandidat. Ia semakin mengagumi kepribadian Jisung. Dengan pengaruh keluarga yang begitu besar dan kuat, laki-laki itu tidak tampak pongah dan angkuh seolah semua orang berada di bawah kakinya.
Justru menjadi satu-satunya orang sudi berteman dengan Seyeon.
___
Perjalanan menuju Ibu Kota ternyata lebih lama dari yang Seyeon kira. Mereka melewati empat hari dan tiga malam di perjalanan. Setiap malamnya mereka menginap di penginapan sederhana dan pagi-paginya langsung berangkat kembali. Mereka menaiki kereta kuda, dengan empat orang penjaga yang membantu mereka dalam perjalanan.
"Segera setelah kalian sampai di ibukota, kirimkan aku sebuah surat," ucap Jisung saat mereka sudah berada di dalam kereta kuda dan bersiap untuk memulai perjalanan.
Sebagai seorang penerus keluarga, Jisung diharuskan untuk tetap tinggal dan mengambil alih pekerjaan saat ayahnya sedang tidak berada di tempat, jadi ia tidak bisa ikut mengantarkan Yisoo ke ibukota karena kedua orang tuanya sedang berada di kota lain.
Ternyata menjadi seorang bangsawan itu tidak mudah, ya.
Begitulah yang Seyeon pikirkan setiap kali melihat Jisung menemuinya dengan wajah lelah. Kadang dalam sebulan, Seyeon hanya bisa bertemu Jisung sekali, atau bahkan tidak sama sekali karena lelaki itu sering bepergian bersama ayahnya untuk mengurus bisnis keluarga.
___
"Kita sudah sampai di Ibu Kota, Nona Yisoo."
Seyeon menyibakkan kain yang menutupi jendela kereta kuda, dan terkesikap, begitu juga Yisoo. Mereka berdua membelalakkan mata dan tanpa sadar bergerak mendekat ke kaca jendela—bahkan Seyeon sudah menempelkan dahinya di kaca jendela.
"Wah..."
Keramaian ibukota sama sekali berbeda dengan tempat mereka. Orang-orang berpakaian mewah berlalu lalang, anak kecil yang memakai pakaian sutra tertawa riang dan berlarian bersama temannya. Para gadis remaja yang seusia sedang tertawa bersama, membicarakan entah apa. Suasana keramaian sangat berbeda dengan yang ada di kota mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE FLAXEN | Choi Yeonjun
FanfictionTujuan awal Seyeon ke ibukota adalah untuk menemukan kakak kandungnya yang menghilang. Namun ibukota tidak hanya tentang keberadaan kakaknya, lebih dari itu.