Pada saat yang sama di SMP Taruna Jaya, Faiz sedang mendengar penjelasan Aji tentang sekolah barunya ini.
"Ini lapangan yang biasa dipake tim basket buat latihan," Jelas Aji pada Faiz.
"Lumayan besar buat latihan doang. Kantin di mana? Gue laper, Ji." Kata Faiz. Sebenarnya Faiz tidak mau mengganggu Aji yang sedang mengajaknya mengelilingi sekolah, tapi Faiz benar-benar lapar. Ia belum sarapan karena ingin cepat sampai ke sekolah barunya.
"Dasar, makan aja terus. Sebentar, tunggu Gilang dulu." Kata Aji. Aji adalah kapten basket di SMP Taruna Jaya. Faiz berentung bisa berteman dengan Aji, karena Aji biasanya sangat susah bergaul dengan teman-temannya. Apalagi banyak sekali yang mendekati Aji.
Beda dengan SMP Sulaiman, SMP Taruna Jaya mempunyai kantin yang jaraknya jauh dari lapangan, dari ujung ke ujung. Setelah Gilang datang, mereka bertiga jalan ke arah kantin. Baru saja sampai di kantin, Faiz, Aji, dan Gilang menjadi pusat perhatian.
"Mereka kenapa, ya? Kok banyak yang merhatiin kita?" Tanya Gilang, dengan nada khawatir.
"Gara-gara anak ini nih." Jawab Aji sambil menunjuk Faiz.
Faiz diam saja. Dia juga bingung kenapa mereka jadi pusat perhatian, apalagi Aji bilang ini gara-gara dia.
"Kok gara-gara dia? Eh, lo murid baru ya? Pantesan diliatin kayak gini. Gue Gilang, lo?" Kata Gilang, dia baru sadar bahwa daritadi dia berjalan bertiga dengan murid baru.
"Ya, gue murid baru. Gue Faiz, temen sekelasnya Aji." Faiz menjawab dengan tenang. Lalu Faiz dan Gilang bersalaman ala cowok.
"So, pada mau makan apa?" Tanya Aji yang sempat diabaikan.
"Bubur ada gak?" Bukannya menjawab, Faiz malah bertanya. Maklum murid baru.
"Ada, lo mau bubur juga?" Aji menjawab pertanyaan Faiz dan bertanya pada Gilang.
"Gue juga bubur aja, deh." Jawab Gilang tanpa berpikir lebih lama. Lagian untuk apa berpikir lama untuk makan bubur.
"Sip, kita makannya di meja yang itu aja." Aji menunjuk salahsatu meja yang terletak di pojok kanan kantin.
Mereka bertiga berjalan ke arah meja yang ditunjuk Aji tadi. Banyak pasang mata yang masih memerhatikan mereka. Mereka sempurna. Maksudnya mereka bertiga mempunyai sifat yang berbeda tapi bisa saling melengkapi. Bukan hanya sifatnya saja, mereka adalah laki-laki yang sangat tampan dengan postur tubuh yang tinggi, dan mata indah mereka. Faiz dengan mata hitam legamnya, Aji dengan mata coklatnya, sedangkan Gilang memiliki warna yang sama dengan Faiz.
Saat Faiz, Aji, dan Gilang duduk, mereka kedatangan murid-murid genit. Entahlah, sepertinya setiap sekolah pasti memiliki perempuan yang kecentilan. Mereka adalah Kika dan antek-anteknya yang selalu ada di sekitar laki-laki populer.
"Ohh tidak. Iblis datang, Ji." Kata Gilang sambil menyentuh kepalanya, seakan-akan kepalanya mau pecah sekarang juga saking muaknya dengan Kika. Sedikit dramatis, memang.
"Haii!!" Sapa Kika pada ketiga cowok yang sebentar lagi akan populer dengan Faiz.
"Gue mau pindah." Kata Gilang, tidak menjawab sapaan Kika.
"Kok pindah sih? Kita 'kan mau makan bareng kalian." Kali ini yang berbicara Lisha. Tidak ada bedanya dengan Kika. Sedangkan Gita lebih pendiam dan cuek, dia hanya mengikuti Kika saja.
"Kita gak suka ada lo." Jawab Aji dingin. Memang seperti ini sikap Aji jika tidak suka.
"Dia siapa?" Tanya Faiz pada Gilang. Tentu saja tanpa suara.
"Nanti gue kasih tau di kelas. Sekarang, kita pergi dari sini." Jawab Gilang.
"Lo 'kan gak sekelas sama gue." Kata Faiz.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Him
Teen Fiction"Jika dia terlambat, aku akan pergi darinya." -A "Aku benci dengan seseorang yang merebut perhatiannya." -R "Tidak ada yang boleh membantah, dia tetap milikku." -F "Susah mendapat perhatiannya, tapi aku akan diam." -O