Chapter 4-1

2.2K 175 4
                                    

"Aku harus menikah."

"Menikah? "

"Maaf. Aku tidak bisa menolak."

"Tapi... Kamu serius akan menikah?"

"Mama yang meminta. Aku tidak tahu harus bagaimana"

Awan bergerak perlahan, sementara langit sudah mulai berubah warna menjadi keemasan.

Laki-laki itu tertegun. Sakit. Dia begitu kesakitan, bukan tubuhnya tapi hatinya.

Seseorang di depannya tiba - tiba menangis dan memeluknya erat. Menggumamkan kata maaf berkali - kali di sela isakan tangisnya.

Dia masih tertegun.

"Kamu... akan menikah?" Kali ini pertanyaan itu lebih berupa gumaman.

Terdengar terlalu lirih bagi laki-laki yang sedang memeluknya. Dapat dia rasakan pelukan itu semakin erat

"Aku tidak ingin melakukannya. Sungguh aku tidak ingin!"

"Tapi kamu tetap akan menikah..."

"Mama... Aku tidak ingin menyakitinya."

Dia kembali tertegun. Jauh di dasar hatinya dia sedang menangis. Tangisan yang lebih memilukan dibandingkan seseorang yang sedang memeluknya.

Tapi hingga langit berubah gelap tidak ada satu tetes air matapun yang keluar dari matanya.
.
.

Itu sudah bertahun - tahun yang lalu, tapi semuanya masih terekam dengan sangat jelas. Seolah sebuah film yang terus berputar di pikiran Kokliang.

Di taman mungil yang sejak dulu selalu sepi ini untuk pertama kalinya Kokliang mengenal patah hati. Untuk pertama kalinya dia dihadapkan dengan kenyataan yang terlalu menyakitkan.

"Aku bahkan tidak tahu bagaimana cara berhenti berharap kalau semua ini hanya mimpi buruk," bisik Kokliang entah pada siapa. "Ini sudah bertahun-tahun yang lalu, tapi kenapa sulit sekali. Aku lelah. Kesakitan. Tapi aku tidak bisa tidak untuk terus berharap, walau aku sendiri kebingungan tentang apa yang sebenarnya aku harapkan."

Air mata Kokliang mengalir perlahan, tapi tidak ada isakan.

"Aku ingin melawan, tapi detak jantungku seolah tetap memilih menyimpan namamu. Aku harus bagaimana?"

Kokliang sepertinya tidak berniat menghapus air matanya. Berharap nama itu akan terbawa di antaranya.

lalu handphonenya berbunyi

Sebuah pesan dari Hitter.

'Nong, kamu dimana? Aku akan menjemputmu. Aku baru saja selesai meeting.'

Kokliang tersenyum sendu. Bahkan seseorang yang begitu mencintainya pun tidak bisa membuat jantungnya berhenti mendetakkan sebuah nama.

Dia memilih meninggalkan Bangkok saat itu, dia berusaha melarikan diri dari semua kenangan. Tapi sejauh apapun dia pergi hatinya tetap tertinggal. Tidak beranjak. Tidak kemana-mana. Tetap di satu nama.

Cerita Tidak Berakhir Di Sini - Semi Hiatus -. (MewGulf)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang