Bulan dan Pantulannya (1)

21 3 0
                                    

"Jadi bagaimana pendapatmu, Ran? Kita tambah porsi zuppa soup atau kambing guling?"

Alih-alih menjawab, wanita yang ditanya itu fokus melihat sebuah Honda Jazz merah yang sedang mengelilingi lahan parkir.

"Ranu... Tirta Ranu Wulandari!!!" pekik pria di hadapan Ranu dengan kesal sehingga membuat wanita 27 tahun itu melepaskan pandangannya dari parkir dan menatap calon suaminya.

Ranu tidak berkata apa-apa karena ia tidak mendengar apa yang Radi, calon suaminya, katakan sejak ia melihat Honda Jazz merah itu.

Radi menghela nafas berat dan kemudian menggenggam punggung tangan Ranu. Andai mereka tidak saling mengenal sejak SD, Radi mungkin tidak akan sesabar ini menghadapi calon isterinya itu.

"Sayang.... aku tahu kamu bukan tipe ekstrovert yang suka berkumpul dengan orang banyak. Aku paham kalau kamu sebenarnya hanya ingin pernikahan yang kecil dan sederhana. Tapi, kamu juga harus memahami posisi aku. Ini pernikahan pertama di keluargaku! Mereka sangat antusias.

Belum lagi kita sudah berteman sejak SD dan sempat SMP bersama walau hanya 2 tahun. Begini-begini aku anggota OSIS yang populer di SMP dan di SMA juga. Jadi, wajar jika teman-teman ingin datang ke pernikahan kita sekaligus memanfaatkan momen untuk membicarakan reuni akbar.

Aku tahu kamu pasti lelah dengan segala persiapan pesta pernikahan, tapi ku mohon bertahan sedikit lagi..." rajuk Radi panjang lebar.

Ranu tersenyum kikuk, melepaskan tangannya dari genggaman tangan Radi, kemudian meminum Latte panasnya yang sudah mendingin.

"Kamu memang suka ngumpulin orang, aku gak bisa menolak hal itu kan. Yang namanya pasangan itu bukan harus sama dalam segala hal, tapi berbeda dan saling mengisi satu sama lain bukan?" ujar Ranu usai meneguk kopinya. "I'm sorry, I lost my mind for awhile..."

Radi mengambil nafas panjang dan menghembuskannya dengan kuat seraya menyilangkan tangan di dadanya. "Mungkin...pendapat tentang laki-laki yang menyukai wanita yang agak misterius, dibanding yang terlalu open, itu related buat aku. Walau kita sudah kenal lama, aku gak bisa membaca kamu."

"Dan itu yang buat aku spesial dibanding pacar-pacarmu waktu SMA atau kuliah, sampai akhirnya kamu cari aku lagi, kan? I take your words as a compliment," ujar Ranu sambil tersenyum, senyum yang selalu membuat Radi luluh walau semarah apapun dengan pujaan hatinya itu.

"Yah...itu salah satunya tapi masih.... ada lagi yang kamu gak ketahui tentang alasanku memilih kamu jadi pendamping hidup," ucap Radi berusaha sombong.

Ranu mengernyitkan dahinya. "Masa sih? Ku rasa Akbar dan Dana sudah terlalu banyak bicara tentang perasaan kamu ke aku. Dari semenjak kamu pindah pas SMP bahkan sampai sekarang. I think I know everything about your feeling towards me."

"Iya deh iya...I'm like an open book for you. Kamu tahu semua tentang aku sedangkan kamu tetap misteri besar untukku. Bahkan kadang, rasanya aku gak tahu apakah kamu mencintai aku atau gak," ujar Radi ringan namun ia tak tahu bahwa kalimat terakhirnya menusuk hati Ranu sangat dalam.

"So, which one do you prefer, zuppa soup or kambing guling?" tanya Radi kembali.

"Zuppa soup," jawab Ranu cepat sambil meneguk habis kopinya.

"Oke, then everything settle now," ujar Radi sambil membalas email dari WO mereka.

Ranu kembali menatap parkiran namun ia sudah tidak mendapati Honda Jazz merah itu lagi. Semenjak lulus SMA, ketika ia mendapat cerita bahwa 'lelaki itu' mendapat hadiah Honda Jazz merah sebagai hadiah berhasilnya ia masuk Kedokteran Universitas Indonesia, setiap Honda Jazz melintasinya—Ranu selalu berusaha melihat pengemudinya. Padahal dalam hati ia tahu bahwa ia benci untuk bertemu dengan 'lelaki itu' namun ia masih merasakan kerinduan dan ingin melihatnya, walau hanya selintas bayangannya.

RAHASIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang