3

30 3 0
                                    

"Perasaan itu tidak ada.
Atau lebih tepatnya,
Tidak boleh ada."
.
.
.

"Katakan, Gimana kalau seandainya ada yang ngelanggar aturan?"

"Silly question"

"Jawab napa"

"Punishment, isn't it too obvious?"

"Yea but what kind?"

"Entahlah"

"..."

"..."

"...Hey Lucy?"

"Hm"

"Menurut lo kenapa ada aturan 'itu' di dunia ini?"

"Kenapa lo nanya itu?"

"Jawab pertanyaan gue dengan jawaban, Ludrigo Oceanus"

"Gue ga pengen ngebahas ini"

"Tapi—"

*Kring*

"Just stop. Bye."

"Sorry"

"..."

***

"Huff" Brigette menghapus air matanya, menghembuskan nafas sembari menenangkan diri. "Cukup dengan Lizzy untuk sementara. Sekarang lo jelasin semuanya ke gue."

"Maksu—" Perkataan Roy seketika dipotong sebelum dia dapat menyelesaikan kalimatnya.

"Shut the act, Roy"

"Sorry, gue gak ngerti maksud lo"

"Stop drama lo. Gue mau penjelasan dari mulut lo sendiri. Gue ga tahan lagi, Lucy, Lizzy, Cecile, Charles sekarang... lo"

"Thanks buat peduli sama gue, tapi gue rasa ga perlu lagi" Ucap Roy dengan senyum khasnya itu.

"Roy, bohong kan? Gak gak gak, gue pasti mimpi"

"Haha... G, pernah ga kesimpulan lo salah?" Tanya Roy kembali dengan sebuah pertanyaan retoris dan tawa sarkas.

'Ya, ini udah cukup buat gue'

"Gue balik dulu. Titip salam buat Olivia."

"Roy Anderson, lo—"

"Gue bingung harus make 'Sampai Jumpa' atau 'Selamat Tinggal' sama lo" Ucap Roy, memotong perkataan Brigette. "Lo ngerti lah maksud gue"

"Roy..."

"..."

"Gue ga akan larang lo pergi. Ga akan. Your life your choice. Tapi gue mohon, sekali lo pergi, gue harap lo kembali. I can't live like this."

PirouetteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang