"Setelah kelulusan, kalian akan langsung melaksanakan lamarannya."
"Hanyu, ingat. Hanya kamu harapan keluarga ini," bisik wanita paruh baya yang ada di samping Hanyu. Ia mengangguk pasrah dan menerima lamaran ini. Ini memang hal yang berat baginya. Tapi, apalagi yang bisa ia lakukan jika ibunya saja sudah mengatakan hal itu kepadanya? Tak ada sama sekali. Jadi, yang bisa ia lakukan hanyalah berpasrah diri.
Sayup-sayup kedua gadis itu mendengar percakapan orang-orang itu. Mingrui yang ingin lewat di depan mereka, menyadari keberadaan mereka. Hyura hanya bisa tersenyum untuk menutupi kesedihannya. Kenapa hatinya terasa sangat sakit? Kenapa hal ini terjadi kepadanya?
"Ran, besok aja gue ambil bukunya, gue pulang dulu, bye," bisik Hyura lalu ia pergi begitu saja dari rumah ini. Tak ada yang bisa ia lakukan untuk saat ini.
Rania mematung. Ia sendiri pun tak menyangka akan mendengar hal ini. Hanyu hanya bisa terdiam. Ia tak melakukan apapun. Bahkan, ia sama sekali tak mengejar Hyura.
Dengan penuh emosi, Rania berjalan ke arah ruang tamu. "Jadi gara-gara ini Lo kemarin marah sama gue?!! Kenapa masih kasih harapan ke Hyura hah!! Lo itu pengecut." Setelah itu Rania pergi ke kamarnya dan menatap sinis seorang gadis yang sedang duduk berhadapan dengan Hanyu- yang diyakini adalah calon tunangan Hanyu.
Suara dentuman keras dari kamar Rania membuat seluruh orang yang ada di ruang tamu itu terdiam. Rania benar-benar marah. Mereka semua tahu akan hal itu. Hanyu hanya bisa menghela napas panjang. Ia merasa bersalah pada Hyura. Ia tidak bisa menolak hal ini dan ia pun juga tidak bisa untuk bersama Hyura. Semuanya terasa berat bagi dirinya untuk saat ini.
•••
Saat ini, Rania berada di dalam kamarnya. Ia duduk termenung di tepi ranjangnya. Matanya memerah, menyiratkan bahwa ia benar-benar sedang marah. Ia marah pada keluarganya. Kenapa mereka tidak lebih dulu menjelaskan hal ini kepadanya? Apa keberadaannya tidak pernah di anggap oleh keluarga ini?
Bahkan, setelah kejadian tadi pun, tak ada satu pun anggota keluarganya yang ingin menceritakan hal itu dengan jelas kepadanya. Mereka semua seolah-olah tidak peduli dengan Rania.
"Kenapa?! Kenapa mereka nggak ngasih tau hal ini ke gue lebih dulu? Sebenarnya mereka anggap gue nggak, sih?!" Rania menangis. Ya, dia menangis. Ia marah pada keluarganya. Tapi, di sisi lain, ia juga merasa bersalah kepada Hyura, sahabatnya.
Rania menangis sekeras mungkin. Ia tak peduli jika keluarganya akan terganggu dengan kerasnya suara tangisannya. Biarkan saja! Ia ingin membuat tamu tak diundang yang ada di rumahnya itu segera pergi. Ia benci pada mereka. Benar-benar benci!
Ia benar-benar sudah tak tahan di rumah ini.Rania bangkit berdiri. Ia berjalan ke arah lemari bajunya. Mengambil jaket miliknya, lalu memakainya. Setelahnya, ia keluar dari kamarnya. Rania menuruni tangga dengan langkah yang cepat. Saat ini, ia ingin pergi dari rumah ini. Ia ingin menenangkan dirinya.
Saat melewati ruang tamu, ia melirik tamu-tamu itu dengan tatapan yang sinis. Menunjukkan pada mereka jika ia benar-benar membenci orang-orang itu. Ia tak peduli, ia akan dianggap tidak sopan atau apapun. Ia tak peduli lagi akan hal itu.
"Lo mau kemana, dek?" Mingrui yang melihat Rania akan membuka pintu rumah, bertanya.
Rania menatap nyalang pada mereka semua. Tidak lupa, ia juga memberi tatapan yang tajam kepada Hanyu yang saat ini hanya mampu menunduk dan seorang gadis yang ia yakini adalah calon tunangan Hanyu. "Nggak usah peduliin gue!"
Setelahnya, Rania membuka pintu rumahnya, lalu juga menutupnya dengan keras. Ia benci dengan situasi saat ini. Situasi dimana ia tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri.
•••
Hanyu terdiam di dalam kamar miliknya. Ia hanya mampu termenung. Jujur, ia sangat merasa bersalah kepada Hyura. Ia mengaku salah kali ini. Semua ini adalah kesalahannya.
Baru beberapa jam saja Hanyu sudah merindukan adik bungsunya. Ia keluar dan menuju kamar Rania. Malam ini akan ia habiskan di kamar Rania.
Air matanya menetes saat melihat foto kedua gadis yang telah ia sakiti.
"Maafin gue, Hyura." Ia tersenyum hambar. Sedang apa Hyura sekarang? Apa ia baik-baik saja? Apa ia juga sedang memikirkannya saat ini?
Hanyu tidak bisa melakukan apapun. Bahkan, saat orang yang disayanginya tersakiti, ia tetap tidak bisa melakukan apapun. Ia kira, hubungannya dengan Hyura akan baik-baik saja hingga akhir. Tetapi ternyata ia salah. Semuanya hancur.
"Harusnya gue nggak ngasih Lo harapan dari dulu. Gue tau gue salah. Maafin gue, Hyura." Andai saja, Hanyu bisa mengatakan hal itu secara langsung kepada Hyura. Andaikan saja. Tapi, sayangnya ia tak bisa melakukannya. Ia tak ingin menambah keruh suasana ini. Ia tak ingin Hyura terluka lebih dalam lagi. Cukup sampai di sini, ia menyakiti Hyura.
"Mungkin gini kali, ya? Cara semesta memisahkan kita berdua? Kejam banget. Apalagi buat lo," lirih Hanyu. Tanpa ia sadari, air matanya turun begitu saja. Jujur, buka hanya Hyura yang hancur. Tetapi juga dirinya. Ya, meskipun ia tahu yang paling terluka di sini adalah Hyura. Dan, yang menyakiti gadis itu adalah dirinya sendiri.
"Lo berengsek banget, ya, Nyu!" ujarnya kepada dirinya sendiri. Tentu saja ia tengah menyindir betapa berengseknya dirinya. Ia merasa menjadi orang yang paling jahat di dunia ini.
Hanyu mematikan lampu kamar Rania. Membiarkan ia tenggelam dalam gelapnya malam. Sudah lama semenjak tamu-tamu itu pergi. Tamu-tamu yang membuatnya hidupnya terasa sangat hancur saat ini. Rania juga belum pulang, setelah kejadian tadi. Ia tidak tahu dimana keberadaan adiknya itu saat ini. Yang ia tahu, adiknya saat ini sedang marah padanya. Atau, lebih buruknya adiknya itu sudah membencinya sekarang.
"Dek, maafin kakak udah marah sama kamu cuma gara-gara ini. Bahkan sampai sekarang kakak belum bisa jelasin semua ini. Maaf kalau kakak juga nggak bisa cari kamu, kakak mohon kamu pulang ya dan semoga kamu baik-baik aja di sana."
"Apa lelaki seberengsek gue masih diizinkan untuk bahagia?" tanyanya pada dirinya sendiri. Tak lama kemudian, ia tersenyum di gelapnya ruangan itu. "Kayaknya enggak."
•••
Hanyu terbangun dari mimpi buruknya. Tak lama kemudian, ia mengambil jaket dan kunci mobilnya. Hanyu berusaha mencari Rania. Ia tak ingin adik bungsunya itu kenapa-kenapa.
"Bodoh, kenapa baru sekarang carinya!!!" Hanyu merutuki dirinya. Kenapa baru sekarang mencari Rania di tengah malam setelah mendapat mimpi buruk?
Di tepi jembatan terlihat ramai walaupun sudah tengah malam. Langsung saja Hanyu memghentikan mobilnya lalu menghampiri keramaian itu. Hanyu mendengar bisikan orang-orang bahwa ada seorang gadis bunuh diri. Sekilas tampak rok sekolah yang digunakan oleh murid perempuan tempatnya bersekolah. Juga ada sepatu berwarna hitam seperti yang dipakai oleh Rania dan sahabatnya yang memang sengaja mereka beli agar terlihat sama.Pikiran Hanyu kalut begitu melihat hal itu. Hanya ada dua nama di kepalanya. Rania dan Hyura. Kedua gadis itu sama-sama sedang hancur. Dan, mereka bisa saja melakukan hal itu. Pikiran Hanyu yang seperti itu bukan hanya menurut tebakan atau memang karena pikiran Hanyu sedang kalut saja. Tapi, yang membuatnya semakin khawatir adalah fakta bahwa Rania pergi dari rumah dengan masih menggunakan seragam sekolah. Terakhir kali ia melihat Hyura juga masih mengenakan seragam sekolah.
Spoiler buat part selanjutnya (31)Di malam yang dingin, ia hanya berjalan sambil menangis. Baju seragam terlihat agak kacau masih melekat di tubuhnya. Gadis ini tak peduli dengan orang-orang yang menatapnya aneh. Ia berhenti sejenak di suatu jembatan. Ia melihat sungai yang tampak dalam dan dingin. Walaupun jembatan ini dikenal angker karena ada kejadian bunuh diri, ia sama sekali tak takut.
Untuk part ini aku sangat-sangat berterimakasih kepada istrinya Kim Namjoon yang udah bantuin aku bikin part-nya,silahkan follow juga akunnya ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kakak Boystory |Revisi|
Fanfiction"Dek Lo itu wanita yang kita lindungi selain Bunda" "Tapi gue cewek gimana dong" 25 Desember 2018 🏅 #1 xinlong {26-05-2021} #1 Kpopfans {31-05-2021} #1 Mingrui{21-07-2021} #3 Boystory{21-07-2021} #1 Shuyang {05-05-2022}