TW 11

12.1K 812 65
                                    

9.20 AM

Joanna tidak berani keluar kamar, dia bahkan melewatkan sarapan karena takut bertemu dengan Rose dan Juwi di meja makan.

Setelah selesai mandi, Joanna langsung tidur dengan posisi miring karena punggungnya masih sangat sakit jika digunakan untuk berbaring.

Ceklek...

Joanna langsung duduk, bekas air matanya yang masih menggenang kini diusapnya perlahan.

Bukannya cengeng, ini karena Joanna memang tidak terbiasa dipukul sejak kecil.

Dia hanya terbiasa beradu mulut jika bertengkar dan tidak pernah mendapat pukulan hingga membuatnya kesulitan berbaring seperti kali ini.

Jeffrey berjalan mendekat, perlahan dia duduk di tepi ranjang dan menghadap Joanna.

"Berbalik."

Joanna yang masih menunduk mulai membalikkan badan perlahan.

Kedua matanya dipejamkan, takut-takut kalau Jeffrey akan semakin memperburuk lukanya.

"Kenapa tidak bilang padaku? Untung saja Tian segera memberi tahu."

Tanya Jeffrey sembari menyingkap bagian belakang kaos yang Joanna kenakan.

Joanna bungkam sembari menghela nafas lega, dia bersykur karena setidaknya Jeffrey tidak semakin memperburuk lukanya.

Jujur saja, rasanya sakit sekali.

Jika kalian pernah mendapat luka bakar, kurang lebih seperti itu rasanya.

"Aku sudah minta Tian membeli obat. Kamu sudah sarapan?"

Joanna menggeleng pelan, kini dia berani mendongak karena tidak lagi merasa terancam.

"Pasti sangat sakit. Lain kali langsung kabari aku jika ada sesuatu-

-Rose dan Juwi, sebenernya mereka tidak sejahat itu. Aku harap kamu bisa memaafkan dan tidak menyimpan dendam pada mereka."

Joanna menatap Jeffrey tidak percaya, karena bisa-bisanya dia mengatakan hal seperti itu sekarang.

Lukanya bahkan masih basah, bagaimana bisa dia bisa memaafkan Rose dan Juwi, ketika disetiap detik ingatan dicambuk masih saja terus menghantui.

"Aku akan meminta pelayan membuat sarapan."

Jeffrey berdiri dan mulai meninggalkan Joanna yang kini sudah menangis lagi.

Sebut Joanna labil sekarang, karena perasaannya mulai berubah-ubah dengan cepat.

Karena baru saja dia menganggap Jeffrey adalah pria yang bijak, tetapi di detik selanjutnya penilaiannya berubah.

Joanna seharusnya sadar, dia ini orang baru dan akan sangat tidak mungkin jika mendapat keistimewaan seperti itu.

Di sisi lain, Rose dan Juwi terlihat ketakutan setengah mati.

Keduanya tengah duduk di sofa panjang yang terletak di ruang kerja Jeffrey karena sebentar lagi akan diadili.

Kret...

Rose dan Juwi langsung menegang, mereka kompak menunduk ketika tidak sengaja menatap siluet Jeffrey yang mulai berjalan mendekat.

"Aku tidak pernah menyetujui tentang perjanjian seperti itu. Sebelumnya apa kalian pernah mendapat cambukan seperti itu? Tidak, kan? Joanna itu orang baru, seharusnya kalian mengayominya, bukan malah menyakitinya hingga membuatnya trauma."

Juwi mendongak, dia merasa kalau Jeffrey sangat berlebihan dalam membela Joanna.

"Kita tidak pernah mendapat cambukan karena kita tidak pernah melanggar aturan!"

Brak...

Jeffrey menggebrak meja hingga Juwi segera menunduk kembali.

"Aku tidak pernah membuat aturan-aturan merepotkan seperti itu! Itu buatan kalian dan aku tidak pernah menyetujui itu! Mulai sekarang, tidak ada aturan-aturan yang berasal dari kalian. Hanya aku, aku yang berhak membuat aturan untuk kalian bertiga!"

Rose dan Juwi bergidik ngeri, karena Jeffrey benar-benar sangat menautkan kali ini.

Dengan langkah besar Jeffrey mulai menuju kamar Joanna kembali.

Dari dekat dapat Jeffrey lihat kalau pintu kamar Joanna terbuka, pertanda kalau ada seseorang yang datang.

"Tian!"

Pekik Jeffrey ketika menatap Tian yang sedang mengolesi salep pada punggung terbuka istrinya.

Tian menoleh, untuk yang pertama kali dia menatap Jeffrey dengan tatapan menyelidik, seolah-olah tidak terima akan apa yang Jeffrey perbuat kali ini.

Mind to double up?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mind to double up?

THIRD WIFE [ END ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang