DELAPAN

424 96 14
                                    

walau vote nya belom sampai 30 tapi gapapa deh kasian kalian di gantung haha

kalo ada typo atau tatanan bahasa yg salah bisa comment ya, makasih

HAPPY READING🕊️

"Bagian diriku merasa sakit mengingat dirinya yang sangat dekat, tapi tak tersentuh."

-Jisya

Setelah Jisya dipaksa dengan seribu satu cara oleh Tama, akhirnya gadis itu pun menerima tawaran lelaki berambut gondrong itu untuk berbicara empat mata di tempat yang sejujurnya Jisya hindari. Karena banyaknya kenangan yang mereka ukir selama dua tahun menjalin hubungan.

Saat ini keduanya sedang berada di perjalanan menuju rumah pohon yang berjarak cukup jauh dari rumah Bonita. Jisya terus-terusan merapatkan jaket hitamnya karena udara diluar sangat dingin.

"Kedinginan, ya?" tanya Tama disela acara menyetirnya sembari menoleh sebentar pada Jisya, lalu kembali memfokuskan pandangannya ke depan.

Jisya hanya mengangguk pelan sebagai jawaban. Kemudian Tama pun mengecilkan suhu udara AC mobilnya agar gadis kesayangannya itu tidak kedinginan lagi.

"Udah mendingan belom?" tanya Tama lembut. Sejujurnya suara itu membuat hati Jisya menghangat dan sesak di waktu bersamaan.

Jisya kembali menganggukan kepalanya pelan sebagai jawaban sambil mengalihkan pandangannya keluar jendela, melihat ramainya kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya. Ia menyandarkan diri pada pintu seraya menumpukan dagunya menggunakan tangan dan berusaha meredam detak jantungnya yang berdegup kencang setiap sedang berada di sekitar Tama.

"Kamu kuat, Ica. Jangan lemah." Jisya membatin sambil meremat pelan jaket hitamnya.

...

Setelah melewati waktu kurang lebih dua puluh menit dengan suasana hening, akhirnya kedua orang yang sedang dirundung rindu itu sampai di tempat tujuan mereka. Rumah pohon, saksi bisu dimulainya kisah mereka dua tahun lalu.

"Kita ngomong di atas aja, ya." Lalu Tama berjalan menuju tangga yang menempel di batang pohon tinggi itu. Meninggalkan Jisya yang masih terdiam di tempatnya.

Jisya menghembuskan napas pelan, menahan rasa sesak yang tiba-tiba muncul di dadanya. Setelah merasa rasa sesaknya bisa ia tahan, gadis itu pun menyusul Tama yang sudah berada diatas.

Sesampainya diatas, Jisya langsung mengedarkan matanya melihat sekitar, lalu tersenyum tipis dan bergumam, "Masih sama dari dulu."

Tama yang mendengar gumaman itu menatap Jisya dan membalas, "Gak ada yang berani ngubah."

Jisya hanya berdeham pelan sebagai balasan, lalu duduk di samping Tama yang sedang berada di balkon rumah pohon itu.

Mereka terdiam dengan posisi menengadah, menatap langit malam yang indah. Terdiam dengan pikiran masing-masing. Sejujurnya mereka sama-sama merasakan rindu, rasanya ingin mendekap satu sama lain dengan erat tapi mereka ingat kalau mereka sudah tidak mempunyai hubungan apa-apa.

Jisya berdeham memecahkan keheningan di antara keduanya. "Mau ngomongin apa, Tam?"

"Aku gak mau putus." Tama menolehkan kepalanya menatap setiap inci wajah cantik Jisya. "Ajakan putus kamu tiga hari lalu gak sah karena aku gak mau."

Jisya meremat pegangannya pada celana training abu-abu panjangnya saat matanya bertemu dengan mata indah milik Tama. "Kenapa gak mau?"

Pertanyaan bodoh keluar begitu saja dari bibir mungil Jisya membuat gadis itu diam-diam merutuki dirinya sendiri karena melemparkan pertanyaan bodoh seperti itu.

Our Space | Taeyong - Jisoo [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang