20

3.1K 333 80
                                    

"Noona saat itu ditahan oleh ibu kami ke acara pernikahan kalian. Lalu ibuku membawanya ke London saat itu untuk tinggal bersamaku. Tapi semenjak di sana, kesehatan mental noona mulai sedikit terganggu. Dia bahkan sudah berulang kali mencoba untuk menyakiti dirinya sendiri. Kurasa, semua itu disebabkan oleh ibuku yang menggagalkan pernikahan kalian."

Helaan napas itu kembali ia keluarkan, menatap pada hamparan pantai di hadapannya saat itu. Menikmati pula bagaimana hembusan anginnya yang kini menerbangkan beberapa helaian rambutnya.

"Sekarang pun, dokter yang menanganinya tak bisa menganggapnya sembuh total setelah tiga tahun berlalu. Dia masih sering sekali mencoba untuk menyakiti dirinya sendiri. Apalagi, kondisinya kembali lagi menjadi seperti ini setelah bertemu kembali denganmu."

"Noona benar-benar mencintaimu. Bahkan hingga saat ini. Tapi ibuku tetap saja tak goyah dan terus berusaha untuk memisahkan kalian berdua. Bahkan dari yang kudengar saat itu, jika noona tetap tak mau meninggalkanmu, dia mungkin akan membawa noona kembali ke London. Atau mungkin, dia akan membawa noona ke tempat lain, ke tempat dimana kau bahkan tak bisa menemukan noona sama sekali."

Dalam pikirannya, kini teringat sebuah memori yang begitu indah baginya. Memori indah bersama orang terkasihnya dulu. Membentuk sebuah senyuman di wajahnya setelahnya.

Teriakan kesenangan itu keluar begitu saja dari bibir gadis itu, membawa kedua kaki telanjangnya untuk berlari melewati pasir pantai di bawahnya hingga ia sampai pada dinginnya air laut yang kini mulai menyapa kedua kakinya.

Sementara di belakangnya, sang kekasih hanya menampakkan senyumnya. Melihat bagaimana teriakan kesenangan gadis itu melewati pendengarannya. Melangkah perlahan untuk mendekat pada sang kekasih di sana yang masih menikmati waktunya dan bermain dengan air pantai saat itu.

Gadis itu berbalik, memilih untuk mendekat pada sang kekasih di sana dan memeluknya dengan cepat. Membuat tawa itu tak bisa keduanya tahan dan tubuh gadis itu dengan mudahnya diangkat oleh sang pria, membuat pekikan itu keluar dari sang gadis sebelum ia bisa merasakan kembali jika telapak kakinya menyentuh pasir pantai.

"Kau menyukainya?"

"Sangat. Kau menepati janjimu padaku. Aku bahagia sekali."

Pria itu merunduk, mencuri sebuah kecupan di bibir kekasihnya. "Aku juga senang jika kau bahagia."

"Tapi kau yakin jika aku adalah orang pertama yang kau bawa kemari, bukan?"

Pria itu tampak memasang wajah berpikirnya. "Sepertinya, tidak. Taehyung yang pertama kali kubawa kemari."

"Kau menyebalkan, Jimin."

Pukulan itu ia terima pada lengannya. Namun tawanya yang terdengar setelahnya, melihat bagaimana wajah gadis itu yang sedang kesal malah terlihat menggemaskan baginya.

"Hey, hey, tapi kau gadis pertama yang kubawa kemari. Ke tempat kesukaanku."

Mina melirik ke arah Jimin, masih berada di posisinya saat itu yang mengalihkan pandangannya pada pria itu dengan kedua tangan yang terlipat. Dimana pria itu kini menggenggam salah satu tangannya, membawanya mendekat dan mencium punggung tangan miliknya.

"Kau begitu spesial dan berharga bagiku. Aku hanya ingin terus memastikan jika kau akan selalu yang menjadi pertama untukku. Dan aku ingin, jika kau akan menjadi terakhir bagiku, Mina."

Senyuman gadis itu terbentuk, tentu saja begitu tersentuh dan bahagia akan semua ucapan sang kekasih padanya. Namun di detik selanjutnya, raut wajah kini telah berubah, menundukkan kepalanya dan hal itu disadari oleh Jimin. Seolah tahu apa arti dari mengapa kekasihnya itu tiba-tiba saja menjadi semurung ini.

Lil' TouchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang