Chapter 3

99 22 3
                                    

Setelah sampai rumah, Ayana segera mandi dan mengganti pakaiannya yang basah tadi, karena jika tidak ia akan langsung sakit kepala.

Dengan badan yang segar sehabis mandi, Ayana turun kebawah untuk membuat secangkir teh dan makanan, karena ia merasa lapar sekali.

Mungkin memasak mie instan akan cepat pikirnya.

Dengan keterampilan seadanya ia mulai memasak mie instan dengan telur yang ada di kulkasnya.

Selesai

Kemudian dia duduk, menikmati semangkok mie instan rasa soto yang terasa enak dimulutnya.

Selesai makan dia mengecek ponselnya yang belum ia buka sama sekali sehabis pulang kerja.

Mengecek social medianya instagram dan tercengang melihat foto postingan sahabatnya yang menunjukkan cincin tunangan dan ada Andre mantan pacarnya di sebelahnya sambil tersenyum lebar.

Sialan!! Umpatnya kasar seraya keluar dari laman instagram nya.

Kemudian dia mematikan ponselnya, dan naik keatas untuk tidur, karena ia merasa kepalanya sedikit pusing, mungkin efek terkena hujan tadi.

Setelah sampai kamar ia mematikan lampu dan segera tidur.

***

Pagi menjelang siang langit masih terasa mendung, padahal jam sudah hampir menujukkan pukul 8 pagi.

Tetes demi tetes hujan mulai turun.
Dinginnya hembusan angin tidak juga membangunkan sesosok wanita yang masih bergelung malas diatas ranjang.

Cendela dengan tirai putih itu masih tertutup rapat dengan hembusan angin yang menembus cela-cela cendela.

Kemudian wanita itu mengerang dan sedikit membuka mata karena merasa udara sangat dingin dan kepalanya sedikit pusing, ia mematikan AC dan mengambil ponsel si samping nakas dan terbelalak kaget melihat jam yang sudah menujukkan pukul 8 pagi.

"Duh terlambat nih gue, sialan!" Pekiknya keras lalu bangkit dari ranjang dan berjalan dengan sempoyongan sambil mengambil handuk asal.

Dengan mandi kilat, dan berpakaian asal ia segera turun dan langsung membuka kulkas untuk menyambar susu kaleng yang baru saja ia beli kemarin.

Dengan buru-buru ia berlari keatas kamarnya karena ia lupa membawa tasnya dan juga sepatu wedges kesayangannya.

Ketika selesai mengambil yang menurutnya perlu, ia segera kebawah dan kaget ketika membuka pintu yang menampilkan hujan turun dengan derasnya seperti kemarin.

Ia berpikir sejenak dan langsung mengambil payung untuk menutupi dirinya untuk sampai ke garasi mobil.

Sewaktu perjalanan yang memakan waktu hampir setengah jam dengan kemacetan, ia tiba di parkiran kantor dan segera turun dengan payung di tangannya.

Tiba di lobby suasana kantor sudah ramai dengan karyawan lainnya yang sedang beraktivitas sesuai dengan pekerjaannya.

Menaiki lift yang hampir penuh, ia bertemu dengan Vino yang berdiri di sebelahnya dengan senyum lebar seperti biasanya.

Menghiraukan, ia mengecek tasnya dan melihat apakah ada barang yang tertinggal atau tidak.

Dan setelah dirasa barangnya terbawa semua, ia berdiri diam sambil melihat pintu lift yang masih menunjukkan angka tiga.

"Tadi berangkat naik apa ay?" Tanya Vino di sebelahnya dengan masih memandang lekat wajah Ayana.

Merasa ada yang menyebut namanya Ayana langsung menoleh dan mengangkat satu alisnya.

"Lo ngomong sama gue Vin?"

"Iya ay masa nanya sama tembok di sebelah lo sih." Dengus Vino dengan muka kesalnya.

"Ya kan gue kirain lo nanya lainnya Vin." Terang Ayana memasang wajah memelas dengan mengangkat dua jarinya membentuk peace. "Gue naik mobil tadi." Tambahnya pelan.

"Yaudah Ay santai aja, muka lo gak usah gitu amat, bikin jatuh cinta aja." Kelakar Vino sambil tertawa ringan.

Tingg...

Bunyi lift berdenting menunjukkan lantai tujuh.

Ayana dan Vino berjalan beriringan keluar Lift dengan Vino yang terus berbicara dan Ayana hanya menanggapi sebisanya.

Tiba di depan kubikelnya ia segera duduk dan melihat Vino masih mengikutinya. Dengan memasang wajah aneh ia bertanya.

"Kenapa lagi Vin?"

"Nanti malem free ga Ay?" Tanya Vino dengan senyum lebar di wajahnya yang lumayan tampan menurut Ayana.

"Kayaknya sih iya, kenapa?"

"Nanti gue jemput ya, kita jalan sekalian makan malam." Tawarnya dengan muka berharap.

"Yaudah oke, jam berapa?"

Jalan dan makan malam? Terlihat menarik dimata Ayana, karena ia jomblo, apa salahnya menerima ajakan seorang lelaki yang lumayan tampan seperti Vino.

"Jam 7 Ay, ntar alamatnya lo kirim aja lewat whatsapp." Ujarnya sambil berjalan meninggalkan tanpa menunggu balasan Ayana.

Ayana hanya menggelengkan kepalanya dan memulai mengerjakan laporannya.

Sewaktu ia masih berkutat dengan komputer di depannya, terdengar satu notif email dari atasannya yang menyuruhnya mengantarkan dokumen penting untuk meeting para petinggi perusahaan yang mendadak.

Dengan langkah cepat, ia berjalan menuju ruangan atasannya tanpa membalas sapaan Rara yang sedang melintas di depannya.

Menuju lantai dua puluh satu, lantai dimana sang direktur berada, ia langsung menaiki lift. Dan begitu sampai ia hanya melihat satu ruangan yang menurutnya besar sekali.

Mungkin itu ruangan direktur menurutnya.

Begitu sampai depan pintu tersebut ia melihat meja sekertaris samping kosong. Ia langsung mengetok pintu tanpa berpikir dua kali.

Begitu mendengar nada sahutan menyuruhnya masuk.

Ia langsung masuk dan sedikit tercengang, karena melihat sesosok pria yang sangat dikenalnya sedang menunduk dengan dokumen di tangannya.

Merasa aneh karena tidak ada pergerakan dari seseorang yang mengetok pintunya, Gean langsung mendongakkan kepalanya dan terkejut kaget melihat dia yang ada disini di hadapannya.

"Ada perlu apa?" Tanyanya dengan sedikit dingin dan menatapnya dalam.

"Ini apa anu ada dokumen dari Bu Kamila yang katanya penting." Jawab Ayana gugup sambil meremas tanggan dengan keringat bercucuran di pelipisnya.

Sial!! Ada apa sama bibir gue, susah amat di ajak kerjasama. Pekik Ayana dalam hati.

"Taruh situ saja." Jawab Gean masih dengan nada dinginnya.

Mendengar itu Ayana langsung meletakkan Dokumen tersebut diatas meja dan langsung ngeluyur pergi tanpa melihat tatapan aneh atasannya.

Katakan tidak sopan. Tapi ia mana peduli.

Dengan sedikit berlari ia tanpa sengaja menyenggol lengan Office boy yang kebetulan membawa ember isi air di tangannya. Otomatis roknya langsung kesiram dan membuatnya memekik kencang.

"Aduh sorry mbak gak sengaja, saya tadi gak lihat mbak lewat." Ungkap office boy itu dengan muka takutnya.

Merasa dia yang harusnya disalahkan karena berlari tanpa melihat ia langsung tersenyum lembut dan menepuk pundak pria parubaya tersebut.

"Gapapa pak, saya yang salah gak liat bapak bawa ember besar ini." Terang Ayana sedikit merasa bersalah.

"Yaudah mbak lain kali hati-hati soalnya lantai licin lagi di pel."

Ayana mengangguk pelan, dan pamit untuk membersihkan roknya yang sedikit kotor.





*****









Us And CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang