★☆ Prolog ☆★

168K 6.6K 667
                                    

New York, Amerika Serikat 22.04 PM.

"Yup, dia adalah orang terbrengsek yang pernah aku kenal," ucap seorang gadis dengan nada sayu juga sorot pupil yang redup, terpapar dari aura matanya yang termakan efek alkohol.

Sedangkan yang ia jadikan topangan badannya agar bisa berdiri hanya menatap ia dingin tak menundukkan wajah seinci pun untuk melihat gadis yang tiba-tiba jatuh ke dada bidangnya.

Bodyguard berkacamata hitam dan memiliki tabung akustik di telinga masing-masing mengelilingi pemuda berkelas itu segera sigap ingin menyingkirkan sang gadis agar tak menempel lagi pada bos mereka.

Pemuda itu hanya mengadahkan tangannya memberi perintah, membiarkan gadis tanpa kesadaran itu tetap di sana. Di tengah-tengah sebuah club menjadi pusat perhatian setiap iris yang ada di sana.

"Dia sangat jahat padaku, dia memilih wanita lain dibanding diriku hanya karena wanita perebut itu memuaskannya setiap malam. Dan aku?" gadis bermata hijau bak zamrud redup itu mengusap hidungnya yang tercecer ingus. "Aku selalu menolak jika ia ajak begitu, kau tahu mengapa? Karena aku tak suka aroma tubuhnya, dia bau sapi!" ocehnya tak masuk akal membuat orang-orang yang memerhatikan menahan gelakan mereka.

Pemuda itu akhirnya menoleh ke arah gadis yang hanya berjarak setengah jengkal dari wajahnya lalu mengangkat dagu gadis itu agar menatap ia memisahkan jarak hanya tiga sentimeter, "Pergi, atau kau tak akan bisa keluar selamanya."

Gadis itu menggelengkan kepala. "Tidak! Aku punya banyak keluhan tentangnya, dari cara dia berpakaian, bau mulutnya, gaya rambutnya, tatapan matanya yang sok seksi padahal membuatku mual, cara ia menggandengku seolah dia itu tinggi, padahal dia selalu memaksaku agar tak memakai high heels hanya karena tinggi badannya setara denganku." yang baru berucap pun semakin lama semakin tak sadarkan diri, pandanganya bagai kaca cembung dan cekung yang berubah-ubah.

Gadis berambut brown yang tergerai kusut itu memakai kemeja kerja dan rok jeans, make up tipis di wajahnya sedikit luntur karena ia sudah tak beres sekarang.

Sang pemuda hanya memutar kedua bola matanya sinis seraya menghela napas pelan, "Kau tinggal pergi dan cari yang lain." singkat pemuda itu masih mengangkat dagu sang gadis agar tak jatuh, sorot matanya bukan main seperti membeku.

Ia sudah memperingkatkan sekali, hanya sekali.

"Karena cinta itu buta! Aku tak memandang seberapa kurang fisiknya atau seberapa besar hartanya. Seolah cinta itu adalah kain, yang siap menutup matamu akan segalanya." jawab gadis itu parau, ia lalu menutup mulutnya dengan tangan, tapi naas, makanan sisanya terlanjur keluar karena tak terima dengan cairan yang ia masukkan dengan paksa di tenggorokannya.

Untung saja sang pemuda itu sigap dan segera menjauhkan wajah gadis mabuk itu untuk berjarak sehingga tak mengenai durja tampannya yang cukup di atas rata-rata di semua kalangan. Tapi takdir ingin bermain-main, muntah yang gadis itu keluarkan memang berhasil ia hindarkan di tampangnya, tapi tidak di jas mahal miliknya.

Tentu orang-orang di bar itu langsung terkejut bukan main, termasuk para bodyguard yang sigap melepas jas kotor itu dari atasannya hanya meninggalkan kemeja putih yang terbalut dasi.

Pemuda itu merapikan rambut dengan jarinya tanda sedikit frustasi, ia merenggangkan dasinya agar tak mencekik lalu menggendong gadis itu ala bridal style naik ke lift bar di lantai paling atas diikuti beberapa bodyguard lain yang lewat tangga.

Saat sudah sampai satu bodyguard menempelkan kartu di alat fingerspot sehingga pintu yang dilengkapi keamanan khusus itu terbuka.

Pemuda itu masuk seraya pintunya otomatis tertutup sendiri dan empat bawahannya menjaga di depan pintu, dua di masing-masing puncak dan dasar tangga, dan dua di depan lift.

The Bringer of Destruction - [#BURNER 1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang