BAB 6

4.6K 590 120
                                    

Kata orang penyesalan selalu datang di belakang. Kalau di depan namanya mendaftarkan diri. Hinata adalah berjuta-juta manusia di muka bumi ini yang sedang dilanda penyesalan. Kenapa dari sekian banyak penduduk Konoha, penyamaran Hinata dengan semua kebohongannya harus terungkap oleh Rajanya langsung? Ini sama saja Hinata menunggu namanya dipanggil malaikat maut lewat jalur VIP.

"Jawab dengan cepat. Kuberi waktu 2 detik untuk berpikir lalu jawablah."

Tidak ada yang bisa melawan perintah Raja. Jadi, Hinata manut saja. Dua detik untuk berpikir dan menjawab. Ini sama saja menyudutkan Hinata untuk tidak mengelak dari kebohongan.

"Kau tinggal di desa dekat hutan barat?"

Dari perintah Raja, Hinata menyimpulkan kalau berbohong diperbolehkan. Bukankah Raja hanya memberi 1 syarat, jawab dengan cepat.

"Benar, Yang Mulia." Hinata bernafas lega dalam hati. Dia selamat. Setindaknya Sasuke tidak mengetahui jika dirinya bukan rakyat Konoha.

Tanpa disadari Hinata, sudut bibir Sasuke menyeringai puas.

"Tidak ada desa di dekat hutan barat. Jadi, desa mana yang kau maksud?"

Wajah Hinata pucat pasih. Tubuhnya tiba-tiba terasa dingin. Bayang-bayang kematian menari di depan Hinata. Dia terperangkap pertanyaan Sasuke, bukan, jebakkan lebih tepatnya. Kesadaran Hinata meringgis sedih setelah tahu kecerobohannya tidak bisa ditolerir. Dibuai rasa percaya diri bisa lepas dari jeratan Sasuke, membuat Hinata lupa jika orang yang tengah mengajukan pertanyaan adalah Raja Konoha. Dia menantang pemilik negeri ini. Jelas kebohongannya menjadi bahan tertawaan.

"Maksud hamba-" Ayolah otak bebal. Berpikir!!! Hinata tidak ada niatan mati muda. Selamatkan dirimu. Cari alasan paling masuk akal. Desa, desa, desa? Desa apa? Di mana? Hinata menggeram. Apa yang diharapkan manusia yang hanya tahu jalan pulang ke rumah dan tempat berburu.

"Aku masih menunggu penjelasanmu. Mungkin aku bisa saja lupa tentang desa di dekat hutan barat."

"Begini Yang Mulia. Desa itu ada. Jaraknya tak jauh dari hutan barat."

"Apakah desanya hanya dihuni olehmu?"

Hinata menggeleng kaku. Berhenti mengucapkan hal bodoh, Hinata. Orang di depanmu tidak bisa ditipu.

"Mendekatlah," perintah Sasuke, mengerakkan jemarinya tanda untuk Hinata mendekat. Hinata maju satu langkah. Sasuke meminta lebih dekat. Hinata dengan putus asa mempersempit jarak kembali.

"Lagi."

Hinata mengerutkan kening bingung. Mau sedekat apa? Badannya sudah mentok meja!

"Yang Mulia, aku tidak bisa melewati mejanya."

"Jika begitu, kau bisa mendekatkan wajahmu."

Menuruti Sasuke. Wajah Hinata disodorkan ke depan tanpa banyak berpikir. Kedua mata Hinata berkedip tak sadarkan diri ketika Sasuke mempersempit jarak.

"Hei, aku masih ingat bagaimana kau memukul kepalaku di hutan. Kira-kira hukuman seperti apa yang harus aku berikan?"

Setelah berjuang melarikan diri dari kerajaan yang kacau dan bertahan hidup di hutan selama bertahun-tahun. Menghindari kemungkinan menjemput ajal. Namun, kenapa usahanya berakhir sia-sia? Iya sih, manusia memang ditakdirkan mati. Itu adalah puncak dari kehidupan manusia di dunia. Tapi, kenapa rasanya tidak adil untuk Hinata. Setidaknya, biarkan Hinata mencicipi kehidupan normal tanpa ada kekhawatiran tertangkap dan dihukum mati. Lagipula Hinata mana tahu Sasuke adalah Raja? Jika tahupun memangnya Hinata akan menolong Sasuke waktu itu? Tentu saja tidak. Mending Hinata kabur.

THE KING [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang