Tentang Ola dan masa SMA-nya

19 6 7
                                    

Kata orang masa SMA itu adalah masa paling menyenangkan. Di masa SMA katanya kau akan menemukan sahabat, cinta, dan mungkin juga rival. Katanya juga kau akan memiliki kenangan indah yang nantinya akan terus-menurus kau ceritakan pada pasanganmu kelak, anak cucumu, atau pada siapa saja yang mau mendengar.

Tapi nyatanya, bagi Ola sama sekali berbeda. Memang benar sih dia menemukan sahabat yang baik. Kalau rival? Yang ini sih sepertinya hampir seluruh teman seangkatannya merupakan rival satu sama lain. Tapi justru hal paling pentinglah yang tak Ola temukan, Ola tak bisa menemukan kisah cinta masa SMA yang selalu di elukan orang-orang. Apalagi sebuah kenangan indah. Seperti mustahil Ola dapatkan.

Selama masa SMA ini Ola hanya melalui pelajaran yang membosankan hingga pukul 6 sore, lalu kembali ke asramanya untuk kembali mengerjakan tugasnya hingga tengah malam. Coba tolong Ola untuk menemukan dimana letak menyenangkannya masa SMA.

Terkadang Ola malah mengutuk keputusan orang tuanya untuk menyekolahkannya di SMA berasrama, khusus wanita, dengan program yang katanya unggulan. Sekolah ini hanya menerima 50 siswi terbaik setiap tahunnya. Mereka merupakan gadis-gadis berotak cerdas langganan juara berbagai macam kompetisi siswa SMA yang diadakan dari mulai setingkat kota hingga tingkat nasional.

Kedengaran luar biasa bukan? Hah memang, anak-anak sekolah lain saja akan langsung berdecak kagum hanya dengan melihat seragam mereka.

'Oh anak Ivy pantes sih menang.'

'Wah, ada anak Ivy yang ikutan, pasrah deh gue, ga bakal lolos final kalau begini.'

'Ih sumpah ya Ivy itu dari seragamnya ada udah bikin gue terintimidasi tau ga?'

Ya, begitulah yang selalu Ola dengar bila ia dan teman-temannya sedang berada di lokasi lomba. Orang-orang akan selalu memandangi mereka terang-terangan. Ola sih sudah terbiasa. Tapi terkadang menjadi beban juga baginya. Maksud Ola, apasih yang begitu mengintimidasi dari seragamnya?

Seragam mereka hanya berupa rok kotak-kotak berwarna forest green dengan potongan A-line, kemeja putih polos dilengkapi dasi yang diikat berbentuk pita, serta sebuah blazer polos berwarna senada dengan roknya. Blazer itu yang hanya mereka gunakan di acara-acara formal saja. Memang sih seragam mereka jauh berbada dari seragamnya SMA negeri, tapi itu hanya seragam kan? Ola tidak suka orang-orang berekspektasi lebih hanya karena seragamnya.

Anak-anak di sekolahnya memang sebagian besar sepintar itu. Tetapi Ola adalah kaum minoritas. Nilainya biasa saja. Ia tak pernah mendapatkan ranking sepuluh besar. Malahan ia langganan ranking sepuluh terbawah. Peringkatnya selalu berada di nomor 43 atau 42. Itu saja Ola sudah belajar mati-matian untuk mencapainya. Ola heran otak teman-temannya terbuat dari apa. Padahal dulu waktu SMP, Ola beberapa kali mendapat ranking satu paralel. Tapi sekarang boro-boro.

Sekarang paham kan maksud Ola dengan betapa masa SMA yang ia miliki jauh dari kata menyenangkan?

Ola selalu iri bila mendengar cerita para sepupu yang sekolah di SMA biasa. Setiap berkumpul di acara keluarga semuanya selalu membicarakan pacar masing-masing. Berbagi cerita manis. Sedangkan Ola? Teman lelaki saja tidak punya.

Maka dari itu, mulai dari semester baru ini Ola bertekad untuk mencari ke-uwu-an kisah masa SMA.

Sekolah Ola memberi kelonggaran pada siswa kelas dua belas untuk mendapatkan pelajaran tambahan di luar sekolah. Mereka diperbolehkan untuk mendaftarkan diri di lembaga kursus persiapan menghadapi ujian masuk universitas. Iya. Bukan ujian nasional lagi. Kalau ujian nasional sih sekolah Ola yakin anak didiknya akan lulus dengan mudah.

Ola bersama tiga orang temannya sudah mendaftarkan diri ke salah satu lembaga kursus yang cukup terkenal di kota ini. Mereka terpaksa mengambil kelas malam, karena walaupun jam belajar formal di sekolah sudah dikurangi hingga selesai pada pukul empat sore, mereka tetap harus mengikuti kelas belajar mandiri hingga pukul enam sore.

DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang