Tentang Naya dan Soal Fisikanya

8 2 0
                                    

Naya memang mempunyai banyak hari sial dalam hidupnya. Banyak sekali hingga Naya tak bisa menghitungnya lagi. Tapi hari ini, Rabu pertama di bulan agustus layak menjadi salah satu hari tersialnya.

Sejak pagi Naya memang merasakan tak nyaman pada perut bagian bawahnya, terasa seperti tamu bulanannya akan datang. Namun saat ia memeriksa kalender merah mudanya ternyata masih satu minggu lagi menuju hari merahnya. Makanya Naya mengabaikan rasa sakitnya dan tetap datang ke sekolah tanpa persiapan seperti biasa.

Jam istirahat pertama, waktu rentetan kesialan Naya bermula, saat ia dan ketiga temannya akan beranjak ke kantin demi mengisi lambung mereka yang telah memberontak protes karena hanya diisi setangkup roti saat pagi hari.

Naya sudah akan keluar dari pintu kelasnya, tak sabar lagi akan memesan gado-gado mbak Tini yang selalu jadi santapan tetap Naya setiap waktu istirahat datang, saat tiba-tiba Ola menarik lengannya, dan berbisik, "Nay, lo bocor?"

Mata Naya terbelalak, segera ia berjalan ke pintu kaca yang dapat memantulkan sedikit bayangan samar dari bagian belakang roknya. Sialnya, rok belakangnya memang sudah terwarnai bercak.

"Yah, gimana dong?" Naya hanya bisa merengek.

"Mau balik ke kamar? Mau gue temenin?" Fre mengangsurkan blazer Naya yang tergeletak di kursi, "Nih, tutupin dulu pake ini."

"Yaudah deh, gue balik dulu. Duluan aja ke kantin ga papa, ntar gue nyusul." Naya menghentakkan kakinya dan segera melangkah dengan langkah besar menuju asrama mereka.

"Mau makan apa Nay? Gado-gado kayak biasa?" Dre berteriak mengimbangi jarak mereka dan Naya.

"Terserah, apa aja boleh." ucap Naya tanpa menoleh sama sekali.

Naya mengubah jalannya menjadi setengah berlari. Bukan karena ia ingin segera menyusul temannya ke kantin. Bahkan saat ini Naya tak lagi bernafsu menyantap gado-gado itu. Ia hanya ingin cepat-cepat membereskan masalah ini. Bisa gawat kalau dia telat datang ke kelas berikutnya. Datang telat di kelasnya pak Asep, si guru fisika yang galaknya minta ampun, sungguh bukan suatu pilihan. Membayangkan hukumannya saja Naya tidak siap.

Namun, sayangnya kesialan kedua terjadi. Setelah menguras tenaganya dengan setengah berlari menyusuri jalan menuju asrama, Naya harus kembali merutuki kebodohannya. Dia lupa membawa kunci kamar. Sial sekali. Terpaksalah Naya kembali berlari ke kelas, mengambil kunci kamar dari tasnya, dan kembali berlari ke asrama.

Bagaimana rasanya mendapat semua kesialan itu?

Jangan tanya Naya. Beribu sumpah serapah sudah ia keluarkan sedari tadi. Perut bagian bawahnya yang keram, ditambah dengan lambungnya yang memberontak minta diisi, belum lagi kakinya yang pegal setelah berlari menuju asrama-kelas-asrama lagi.

Naya kira penderitaannya sudah lengkap, namun saat mendengar bel yang menanda waktu istirahat telah selesai sedangkan ia masih berada di lobby asramanya, Naya tahu bahkan kesialan utama hari ini belum berlalu.

Rasanya Naya ingin pura-pura pingsan saja biar dilarikan ke rumah sakit atau kemanapun, asal tak masuk kelas pak Asep hari ini. Dan memang itulah yang akan dilakukan Naya. Kakinya sudah mengarah ke klinik sekolah, alasanpun sudah ia siapkan apabila ditanya oleh dokter jaga klinik. Toh saat ini memang perut Naya terasa sangat sakit akibat tamu bulanannya. Naya tidak berbohong.

Tapi lagi-lagi, tuhan tampaknya tak merestui niat buruk Naya untuk membolos. Ponselnya bergetar, menandakan sebuah pesan masuk dari Fre.

Lo dimanaa?
Cepetan balik ke kelas
Si Asep mau ngasih quiz dadakan
Ga ada susulan katanya

Sebuah rengekan akhirnya lolos dari bibir Naya. Tamat sudah. Mau tak mau dia harus masuk kelas dan menerima hukuman. Hukuman sepertinya masih akan lebih indah dari pada mendapat nilai dibawah standar pada mata pelajaran Fisika. Naya lebih tidak siap menghadapi kelas remedi, dia tak kuat menambah waktu pelajaran dibawah tatapan tajam seorang Pak Asep. Cukup di jam pelajaran wajib saja.

DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang