"Surat kedua." Bu Dian menyodorkan sebuah surat lagi padaku. Surat itu berwarna sama dengan surat kemarin. Dengan enggan aku menerimanya. "Hati-hati jangan nuduh orang sembarangan lagi." Ia terkekeh pelan. Aku menghela napas.
Duduk di kursi, dan membuka surat itu.
Oh, Teteh bakso tahu..
Janganlah Teteh marah-marah selalu.
Oh, Teteh bakso tahu..
Dunia ini lebih menyenangkan jika melihat senyummu.
--Your beybeh
"Yang ngasih surat ini Jodi lagi, Bu?" aku bertanya. Bu Dian mengangguk.
Ini tak bisa dibiarkan begini terus. Aku harus segera mengetahui siapa pelaku pengiriman surat itu. Dia harus tahu dengan siapa ia berhadapan. Awas aja! Bakal kupites-pites itu anak.
***
Jodi adalah orang pertama yang aku cari setelah bel istirahat pertama berbunyi di seluruh penjuru sekolah. Setiap hari, aku selalu melayani orang-orang yang mau membeli bakso tahu. Selain bakso tahu, masih ada banyak makanan lainnya seperti Bakso, mie ayam, nasi plus lauk pauknya, dan masih banyak lagi yang dijual di kantin.
Sudah ada puluhan piring bakso tahu yang laris manis hari ini. Biasanya, Jodi akan membeli bakso tahu ini. Omong-omong ini adalah makanan favoritnya. Tapi, kenapa hari ini ia tak datang?
Apa ia tak mau mempertanggung jawabkan surat biru muda itu?
"Teh bakso tahunya dua."
"Teteh.."
"Teteh...manis hangat."
"Apa teteh lagi sakit sehingga nggak bisa denger ucapan saya? Kalau sakit yaudah atuh teh jangan kerja. Biar istirahat di rumah aja."
Bruk
Lamunanku terhenti ketika seseorang memukul gerobakku. Aku mendonggak, dan menemukan seorang lelaki bertubuh gempal plus hobby menggoda. Lelaki itu bernama Hilman. Aku menatap Hilman dengan tajam, beberapa detik berikutnya ia meringis. "Iya-iya. Maaffin saya atuh teh. Yang lalu mah biar aja berlalu." Bukan tanpa alasan Hilman mengatakan hal tersebut. Akan tetapi, karena hobby--yang menurutku tak berguna itu, aku pernah terkena masalah. Atasanku mengetahui bahwa setiap Hilman membeli bakso tahu, ia akan selalu menggodaku. Saat itu aku hampir dipecat. Padahal, pekerjaan ini benar-benar berarti untukku.
"Nih." Aku menyodorkan dua piring bakso tahu pada Hilman. Setelah ia membayar, pungungnya pun hilang ditelan orang-orang yang bersiliweran di kantin.
Aku menghembuskan napas pelan. Hingga bel istirahat berbunyi Jodi sama sekali tak kelihatan batang hidungnya.
Aku membersihkan meja, mencuci piring, dan berjalan menuju gerobak bakso Bu Dian. Bu Dian sempat menawarku bakso, katanya wajahku pucat sekali, dan mungkin aku butuh makanan untuk mengisi energi. Akan tetapi aku menolak.
Aku menyandarkan pungungku pada kursi. Menutup mata, berharap bisa tidur selama beberapa menit. Namun, bukan kegelapan yang menyambutku untuk tertidur. Telingaku mendengar suara seseorang yang seharian ini aku cari. Mataku reflek terbuka, dan pandanganku langsung tertuju pada Jodi dengan kacamata nobitanya.
Tertangkap kamu!
"Iya Bu. Yang ini jangan pake sambel-"
"Jodi!" aku berseru memanggil namanya. Pria kurus berkacamata nobita itu sejenak membenarkan letak kacamatanya, sebelum akhirnya tahu siapa yang memanggil namanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Besok Baik-baik Saja
RomanceUPDATE SETIAP SELASA Sebuah surat cinta berwarna biru muda Muthia terima. Surat itu berisi kata-kata norak yang membuat Muthia mual. Kira-kira siapa sih orang iseng yang mengirimkan surat itu kepadanya? Setelah melakukan penyelidikan-penyelidikan ke...