Part 1 - An Offer

196 3 0
                                    

Bunyi dentang lift terdengar nyaring ketika ia tiba di lantai lima. Pak Radith bergegas keluar kemudian berbelok kearah sudut kanan lantai tersebut. Setelah tiba di sebuah ruangan, ia mengetuk pintu dengan perlahan.

"Masuk..", ucap suara berat di dalam sana.

"Maaf, Pak. Bapak memanggil Saya?", tanya Pak Radith setelah membuka pintu.

"Oh, iya Pak Radith! Silahkan duduk".

Pak Radith menurut, "Terima kasih, Pak".

"Bagaimana kabar Pak Radith sekeluarga?".

"Alhamdulillah kami semua baik, Pak. Bapak dan keluarga sendiri bagaimana?".

"Baik sekali, baik! Sehat, bahagia dan senang seperti biasa!".

"Alhamdulillah. Syukurlah kalau begitu".

"Diandra... Dia sedang liburan sekolah kan sekarang?".

"Iya, Pak. Dia dan teman-temannya sedang menginap di rumah sahabatnya, Lina. Mereka sepertinya cukup bersenang-senang disana dengan melakukan hal-hal yang menurut gadis-gadis remaja seperti mereka mengasyikan".

"Ya.. ya.. Lina.. Anak dari sahabat Saya juga. Setau Saya mereka sedang melakukan perjalanan bisnis ke Singapura selama tiga minggu. Wajar bila Lina mengundang teman-temannya untuk berlibur di rumahnya".

"Iya, sepertinya Lina sangat kesepian. Karena itu Saya dan istri mengizinkan Diandra untuk menghabiskan liburannya disana".

"Iya, itu keputusan yang tepat menurut Saya. Oya, ngomong-ngomong, Saya sudah melihat nilai-nilai Diandra untuk semester ini dan Saya sangat puas akan nilai-nilainya. Tidak sia-sia perusahaan ini menyekolahkan Diandra di sekolah-sekolah bertaraf internasional sejak SD dulu".

"Ah, Bapak terlalu memuji! Tapi terima kasih banyak, Pak. Saya sebagai orang tuanya Diandra juga merasa sangat bangga pada Diandra".

"Saya sempat berpikir kalau posisi Diandra bisa terancam karena Lina. Kita semua tau kalau Lina juga selalu bersaing dalam pelajaran dengan Diandra. Tapi Diandra tetap bertahan dengan peringkatnya sebagai juara umum di sekolah. Saya sangat bangga dengan prestasi yang dihasilkan Diandra. Dari waktu ke waktu ia selalu menunjukkan perkembangan yang luar biasa terhadap prestasinya".

"Ya, Diandra dan Lina. Mereka sepasang sahabat sekaligus rival", seringai Pak Radith. "Tapi Pak Roby terlalu memuji, sungguh. Kalau Diandra dengar, dia bisa besar kepala nanti".

Pak Roby tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan Pak Radith, "Ini yang menurut Saya tepat. Bapak wajar mendapat anak seistimewa Diandra karena Diandra memiliki seorang ayah yang juga sangat hebat. Pak Radith selalu mengajarkan pada Diandra untuk selalu mendengarkan kritik, bukan pujian. Dan Saya sangat mengagumi itu".

"Ah, Bapak ini selalu berlebihan dalam memuji. Saya hanya ingin Diandra tidak cepat puas dan angkuh dengan apa yang telah ia raih. Saya ingin Diandra tidak pernah berhenti berusaha, belajar dan berdoa untuk terus menjadi lebih baik".

Pak Roby tersenyum hangat memandang pria yang sudah menjadi tangan kanan sekaligus sahabatnya sejak puluhan tahun yang lalu, "Mungkin apa yang Bapak dengar agak sedikit berlebihan menurut Bapak. Tapi tidak menurut Saya. Saya berbicara apa adanya, Pak Radith. Karena prestasi Diandra yang selalu mengalami peningkatan disetiap waktunya itulah yang membuat Saya memanggil Pak Radith kesini. Saya mempunyai penawaran yang sangat bagus bahkan tidak hanya untuk masa depan Diandra, tapi juga untuk masa depan perusahaan, masa depan kita semua".

"Maksud Bapak?", tanya Pak Radith mencoba menerka-nerka.

"Pak Radith, seperti yang kita semua tau, empat tahun dari sekarang, Bapak akan pensiun dari perusahaan ini. Walaupun berat harus kehilangan karyawan yang sangat loyal dan memiliki kinerja yang sangat bagus, tapi peraturan perusahaan sudah terikat oleh hukum dan tidak dapat dirubah. Pak Radith sendiri pun tau, bila empat tahun dari sekarang, Bapak tidak akan pensiun seorang diri, tapi Saya juga akan pensiun dan perusahaan ini sepenuhnya akan berada dibawah kepemimpinan anak Saya, Rifki", Pak Robi menolehkan wajahnya ke papan besar berisi struktur perusahaan yang dibingkai di dinding kerjanya ketika menyebutkan nama Rifki. Di papan itu tertera nama Rifki yang mempunyai jabatan sebagai CEO perusahaan tersebut. "Pak Radith, Saya sudah lama sekali mengenal Bapak bahkan dari Bapak belum mempunyai seorang istri. Saya sudah menganggap Bapak lebih dari sekedar tangan kanan Saya, tapi Bapak sudah menjadi Sahabat terbaik Saya selama ini. Bapak pasti tau betul apa impian Saya setelah Saya pensiun nanti".

My GuardianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang