CHAPTER IV

538 52 5
                                    

2008

Empat tahun silam...

"Apa maksudmu? Istriku tidak mungkin meninggal karena kecelakaan sederhana. Bagaimana mungkin hanya dia korbannya?" desak Tuan Jeon Il Hoon.

Dia sangat syok mengetahui istrinya yamg bekerja di sebuah kantor lab dinyatakan meninggal dunia. Berbeda dengan dirinya yang bekerja sebagai pelukis. Saat itu, ia sedang mengerjakan lukisannya di rumah. Kedua putranya belum pulang dari sekolah mereka dikarenakan mereka akan segera naik kelas. Lalu, ia mendapat kabar bahwa istrinya ditemukan di laboratorium dengan kondisi tak bernyawa.

Ia segera pergi ke lokasi mengkonfirmasi kebenaran hal itu. Juga ... melihat sendiri apakah benar yang dibicarakan benar-benar istrinya. Sampai sana ia begitu syok saat melihat istrinya sudah terbujur kaku menutup matanya.

Tuan Jeon Il Hoon berteriak histeris, membuat petugas kewalahan menanganinya. Lalu, rekan kerja istrinya memberitahukan istrinya yang saat itu mendapat tugas mengenai laporan laboratorium sehingga pergi ke dalam sana. Namun, ia nekat melakukannya sendiri tanpa beberapa profesor sehingga kejadian tak terduga terjadi padanya.

"Seharusnya di antara profesor itu menemaninya, bukan?"

"Setahuku, memang jika mereka tidak bisa di sana sebelumnya mereka akan memastikan keamanan lab terlbih dulu sebelum meninggalkan lab," papar rekan kerja Mrs. Jeon.

"Kalau begitu, itu kesalahan mereka, bukan? Seharusnya laboraturium itu ditutup!"

"Ngh, Anda tau jika laboraturium itu milik pemerintah. Aku mengatakan ini, karena anda pihak keluarganya dan memang semestinya anda tau hal seperti ini. Beda lagi, jika anda ingin menuntut mereka itu susah, Tuan Jeon. Syukur, mereka masih membantumu dalam urusan pemakaman."

"Tapi, jika bukan kelalaian mereka istriku masih ada!" teriak Tuan Jeon frustasi.

Setelah kematian ibu mereka kedua putra Jeon begitu terpuruk sama seperti ayahnya. Tuan Jeon Il Hoon hanya sibuk melukis tanpa berbicara dengan mereka. Ia seakan lupa bahwa ia memiliki kedua putra. Juga, ia melarang kedua putranya pergi keluar jika tak ada perlu. Jika pun harus, mereka pergi bersamanya.

Mereka bahkan dipaksa berhenti sekolah. Jeon Hoseok yang berbeda tiga tahun dari adiknya menyemangati bahwa selama mereka bersama semua akan baik-baik saja. Terkadang di saat ayahnya mengirim lukisannya, mereka sembunyi sembunyi keluar hanya sekedar pergi ke rumah Yoongi untuk bermain dan belajar dengan leluasa.

Tak jarang mereka bercerita apa yang dilakukan ayahnya kepada mereka. Hingga suatu ketika, entah apa yang terjadi. Yoongi saat itu tengah menulis sebuah lirik di rumahnya mendengar teriakkan Jungkook yang begitu keras. Sontak ia berlari ke loteng atapnya mengambil teropongnya melihat apa yang terjadi di sana.

Ya, selama ini walau kedua pemuda itu belum bercerita ia sudah mengetahuinya dari pantauannya melalui teropong. Dilihat olehnya dari jendela kamar lantai dua Jungkook yang terduduk berteriak histeris menangisi sesuatu yang tak terlihat oleh Yoongi. Tak lama kemudian Ayahnya menemukan dirinya lalu mengangkatnya. Sontak, Jungkook memberontak digendongan ayahnya meraung-raung.

Yoongi dilema saat itu. Ia ingin sekali berlari menolong pemuda itu. Tapi ia khawatir dengan Tuan Jeon Il Hoon yang begitu keras setelah ditinggal sang istri.

"Dengan pih-"

"Tolong, tolong aku, sesuatu terjadi di sini. Ini darurat, kumohon." Yoongi langsung bertubi-tubi berbicara dengan telepon genggam di telinganya, menelpon 911.

"Bisa anda jelaskan perlahan? Perta-"

"Tidak ada waktu! Kau harus datang ke sini. Distrik Gwangjin, Pinggiran Seoul Nomor 13." Yoongi kembali menyahut dengan sedikit lebih tinggi dibanding sebelumnya. Ia terlalu terfokus dengan yang dilihatnya melalui teropong. Di mana ia melihat Tuan Jeon Il Hoon membawa Jungkook ke arah dapur.

Haunted House [COMPLETED]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang