***
"Gue masih nggak ngerti, Ta."
Cewek itu menoleh. Disela langkah kakinya yang bergerak lesu, ia menyempatkan diri untuk sekedar mengalihkan atensi pada sang sahabat yang tengah berjalan bersisian dengannya.
Dahinya bertaut lucu. "Nggak ngerti gimana?" tanyanya kemudian.
Sang sahabat dengan perawakan tomboy itu mendengus sebal. Mengangkat tangan dan menghitung sesuatu menggunakan jarinya. "Satu, lo mendadak absen kuliah seminggu. Dua, selama seminggu itu lo nggak ada kabar. Tiga, tiba-tiba hari ini lo masuk tanpa ngabarin gue,"
Sesekali mereka membenahi langkah karena hampir menabrak mahasiswa lain yang memenuhi lorong koridor fakultas.
"Dan yang terakhir. Lo masuk dengan keadaan kaya gini. Kenapa lo mendadak jadi aneh?."
Lekukan di dahinya semakin terlihat menjorok ke dalam. Cewek itu tidak mengerti apa yang di bicarakan sahabatnya. "Aneh gimana? Orang aku biasa-biasa aja."
"Biasa-biasa aja lo bilang?! Lo berubah kayak gini dibilang biasa-biasa aja?" Sahabatnya itu bertanya dengan penuh penekanan.
"Berubah apa lagi, sih?! Aku nggak jadi power ranger atau sejenisnya, Ne. Aku masih Calyta. Calyta yang sama."
Namanya Calyta Svana Naraswari. Cewek pemilik rambut panjang dan kaki yang indah itu memang absen kuliah seminggu tanpa sebab dan membuat Nein, sahabatnya kelimpungan.
Hingga pagi tadi Nein dibuat terkejut dengan atensi seorang Calyta yang sudah duduk di bangku dalam kelasㅡhari ini mereka memiliki kelas yang sama. Tengah melamun hingga sama sekali tidak menyadari jika Nein sudah duduk di sampingnya.
Apalagi penampilan Calytaㅡyang bisa dibilang tidak baik-baik sajaㅡseolah menghantam kepala Nein dengan tanda tanya besar.
Calyta masih seperti yang biasanya, sejujurnya. Tetap menjadi Calyta yang suka sekali menggunakan rok dan mengerai rambut panjangnya.
Tapi sorot mata Calyta yang nampak keruh serta senyum cewek itu yang berkurang walau hanya satu inchi pun, membuat Nein semakin dibuat khawatir.
Apalagi sepanjang kelas berlangsung hingga kini mereka tengah menuju perpustakaan kampus, tatapan mata coklat Calyta seolah.. kosong. Nein tidak dapat melihat binar ceria itu lagi di obsidian sahabatnya.
Ini sungguh bukan Calyta yang biasanya.
"Ta, gini, gue bilangin, ya," Nein menyentak tangan Calyta untuk berhenti. Mengeret cewek dengan pleated skirt sepanjang tumit itu untuk menepi di sisi tangga dekat audiotorium lantai satu.
"Lo kenapa jadi pendiem gini, ha?"
Calyta berkedip bingung. "Aku emang pendiem."
Nein berdecak. Susah memang bicara dengan cewek seperti Calyta. Tidak cepat peka. "Maksud gue, lo itu jadiㅡaduh!! Gue bingung mau jelasin gimana." Nein berteriak jengah. Membuat mahasiswa yang berdiri di sekitar mereka melirik tidak suka, terganggu.
Tapi masa bodoh. Nein tidak perduli dan lebih memilih untuk fokus pada Calyta. Alasan mengapa sahabatnya itu menghilang selama seminggu dan muncul dengan keadaan seperti ini membuatnya seperti ingin mati karenanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Svana
RomanceSiapa yang tahu jika sebuah kejadian yang hampir saja membuatnya 'koyak tak beraturan' itu adalah langkah awalnya menuju pada susuatu yang tidak terduga. Yang hilang kembali kepadanya. Serta seseorang yang akhirnya mampu memberi tulus ada bersamanya...