2. Kali Kedua

45 4 8
                                    

***

Cowok dengan hoodie sewarna mata legamnya itu duduk tidak tenang.

Rokok yang biasanya menjadi pelariannya ketika banyak pikiran mendadak tidak dapat membuat kepalanya kembali merasa nyaman.

"Bos,"

Cowok itu mengangkat pandangannya. Menatap seseorang yang tengah duduk berhadapan dengannya di bangku taman kampus yang terbuat dari batu.

"Apa?" jawabnya dingin. Seperti biasa.

"Ngapa deh lo, diem-diem bae dari tadi." Itu Yohan, sahabatnya yang memiliki tahi lalat kecil di bawah kantung mata.

"Mana nggak anteng gitu duduknya. Lagi mens lo?" lanjutnya kemudian. Tentu saja bercanda.

Cowok itu menggeleng. Membuang puntung rokok yang sudah habis lantas mematik satu batang lagi. Menghirup dan menghembuskan asapnya keluar dari celah bibir.

Yohan mencibir. Merebut rokok cowok itu yang masih tersisa dua batang, lalu ikut mematiknya. "Kenapa lagi lo?"

"Kepikiran yang kemaren?" lanjut Yohan setelah menghembuskan asap rokok mengudara. Menebak-nebak. Yang sayang sekali karena tebakannya kali inj benar.

Cowok itu berdecak. Menguyar surainya yang ditata agak berantakan ke belakang. Menyentuh sudut bibirnya yang masih sedikit meninggalkan perih. Sisa pertarungan minggu lalu.

"Nggak," jawabnya singkat. Berbohong, tentu saja. Berusaha mengelak.

Padahal wajah cewek itu yang menangis selalu menyambangi kepalanya barang satu detik saja setiap saat.

Yohan tertawa mengejek. "Kelihatan dari muka lo, anjir!"

Yohan berdecak lantas menepuk bahu cowok itu. "Udah jujur aja sama gue," titahnya kemudian.

Telunjuk Yohan berputar-putar di udara. Seolah sedang mengacak-acak isi kepala cowok itu. "Gue tahu isi kepala lo sekarang cuma ada cewek itu," lanjut Yohan lagi.

Cowok itu mendesah lelah. Memijat pangkal hidung untuk menghilangkan denyutan pening di kepalanya. "Gue jadi ngerasa bersalah sama cewek itu," jujurnya kemudian.

Yohan melotot. Air mineral yang baru saja di teguknya terselip di ternggorokan. Mengakibatkan napasnya tersendat dan ia tersedak. "What?" seru cowok itu dramatis.

Suasana taman kampus yang lumayan ramai membuat atensi beberapa orang tertuju pada mereka karena teriakan Yohan.

"Lo udah nolongin dia! Ngapain coba ngerasa bersalㅡ"

"Dia jadi kebawa ke masalah ini, Han." sela cowok itu yang membuat Yohan terpekur diam.

"Nathan,"

Aristide Keano Nathan. Cowok berhoodie hitam itu tertunduk. Kepala serta hatinya seperti kacau. Semua kilasan tentang cewek itu semakin melintas dengan membabi buta di pikirannya.

"Sejujurnya gue kaget sama pengakuan lo minggu lalu." Yohan menggulir matanya ke atas. Seolah ikut memutar rekam ulang kejadian itu.

SvanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang