3. Tulip dan Perangkap

57 5 1
                                    

Panjang bgt ini kaya rasa cinta aku ke kamu. Eaaaaaaa
Jadi monggo lah yang mau ambil camilan dulu sebelum baca part ini. Tenang, nggak dosa kok nyemil tengah malem hehe

***

Malam itu Calyta baru saja menutup pintu kaca tokonya ketika ponselnya berbunyi di atas meja. Ada sebuah panggilan dari seorang wanita yang memesan bunga padanya.

Setelah mencatat detail pesanan dan beberapa informasi mengenai pengiriman pada si pelanggan, Calyta bergegas menuju rak kayu dengan banyak vas bunga besar disana.

Cewek dengan midi dress warna putih gading itu meraih beberapa tangkai bunga tulip merah serta daun gum drop eucalyptus dan membungkusnya menggunakan kertas kraft berwarna coklat pudar. Tidak lupa menyelipkan kartu ucapan sesuai dengan permintaan si pelanggan.

Setelah mengenakan cardigan coklat hangat untuk menutupi tubuhnya dari udara dingin yang mengigit; berbekal tas selempang kecil dan ponsel, cewek itu beranjak keluar rumah, tentu saja setelah memastikan tokonya terkunci rapat.

Berjalan penuh riang menuju pangkalan ojek yang berada di ujung jalan. "Bang Junet," sapanya pada salah satu tukang ojek disana.

"Eh, Neng Ata." Calyta tersenyum. Tukang ojek langanannya ini memang lebih suka memanggilnya Ata ketimbang Calyta seperti orang lain.

"Mau kemana, Neng, malem-malem gini?"

Calyta mengangkat buket bunga di genggamannya, "Nganterin pesenan, bang. Nggak jauh kok dari sini," ujarnya kemudian diakhiri dengan sedikit tawa.

Lima belas menit perjalanan terasa singkat karena obrolan panjangnya dengan Bang Junet. Tukang ojek itu meminta sedikit rekomendasi pada Calyta mengenai beberapa sekolah karena anak pertamanya baru saja lulus dari sekolah menengah pertama.

Seusai sampai tujuan dan meminta tukang ojek itu untuk menunggu sebentar, Calyta bergegas masuk pada sebuah bangunan yang cukup modern. Dinding kokoh bercat abu serta pagar besi disisi tangga menuju pintu utama itu sangat serasi dengan bentuk bangunannya yang indah. Sayang sekali karena pencahayaannya minim. Bagian depan bangunan itu nampak temaram, hanya ada dua orang berbadan kekar dan wajahnya kaku yang menjaganya.

Calyta meniti tangga menuju pintu depan bangunan itu dengan langkah ragu. Melirik sekitar ketika tubuhnya sudah berdiri di depan pintu. Sudut matanya menangkap dua orang penjaga yang berwajah kaku tadi meliriknya dengan tatapan yang sulit diartikan.

Calyta menggeleng. Menetralkan kepala karena pikiran buruk baru saja menyambangi otaknya.

Ini akan baik-baik saja. Sebisa mungkin dirinya untuk menekan rasa takutnya baik-baik.

Meremas ujung cardigannya kuat ketika memasuki ruangan. Musik yang keras begitu terdengar ditelinganya. Begitupula bau pekat tembakau dan alkohol menyeruak menusuk hidung. Lampu sorot yang menyilaukan membuat matanya sakit.

Jika boleh jujur, Calyta merasa tidak nyaman.

Tapi apa boleh buat, pelanggan yang meneleponnya tadi memberi alamat pengiriman yang dimana ada di tempat ini.

Kepalanya bergerak kesana kemari, mencari sosok pelanggannya yang entah ada dimana. Sembari menempelkan ponsel di telinga untuk menghubungi wanita itu. Sesekali menghindar dari orang-orang yang asik berlenggok di atas lantai, menari liar. Seolah tidak perduli dengan keringat dan sesak yang melingkupi mereka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 02, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SvanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang