Part 3

6 2 0
                                    

Sesampainya Jiwa ke rumah. Hah rumah! Tempat dimana orang yang tidak pernah menginginkannya ada disana.

"Ma, kenapa kak jiwa terus pulang lama?" Tanya Reyhan

"Kenapa kamu nanya dia terus sih. Mama gak suka kamu nanyain dia mulu"

"Kenapa mama benci banget sama kak Jiwa, dia ada salah apa sama mama? Reyhan juga pernah buat salah sama mama, tapi mama maafin Reyhan kenapa kak Jiwa enggak"

"Kamu anak kesayangan mama"

"Kak Jiwa juga anak mama" suara Reyhan begitu tegas

"Oh iya bagaimana hasil olimpiade kamu?" Alih mamanya, yang dibalas dengan hembusan nafas berat Reyhan, begitu dia mendongakkan wajahnya ke depan, dia melihat kakaknya berdiri dengan kaku disana.

"Eh kak Jiwa udah pulang, aku tungguin kakak dari tadi. Pasti kakak belum makan kan, ayo kak kita makan bareng. Soalnya aku udah laper banget" ajak Reyhan dengan begitu semangat, ya hanya adiknya lah yang menginginkannya di rumah ini. Jiwa sangat menyayangi adiknya itu, dia tidak pernah cemburu karna orangtuanya lebih sayang sama dia. Tidak dia tidak sepicik itu!

"Ayo kak" Reyhan menarik tangan Jiwa, karna begitu semangatnya dia tidak melihat ada luka di tangan kakak nya itu.

"Awww" ringis jiwa

"Eh, aku narik tangan kakak kuat banget ya. Maaf ya kak" tatapan Reyhan jatuh ke tangan kakak nya dan seketika matanya membulat besar, dia terkejut melihat luka di tangan kakak nya itu.

"Tangan kakak kenapa, ini mesti diobati kak. Kalau enggak nanti bisa infeksi, tunggu sini aku ambil obat merah dulu" Reyhan berlari mengambil obat P3K. Mama mendekati Jiwa dan menekan luka yang ada di tangannya.

"Apa yang sudah kamu lakukan kepada anak saya, seharusnya dia juga benci sama kamu" dia menekan lukanya semakin kuat, Jiwa menahan rasa sakit. Lukanya belum kering dan mamanya menambahkan luka baru lagi "Sempat kamu memberitahu Reyhan siapa yang membuat luka ini, kamu akan mendapatkan yang lebih parah dari ini" dia menghempaskan tangan jiwa dengan kasar dan pergi dari sana setelah tau Reyhan datang

"Kak, ayo kita harus bersihin luka kakak dulu" Reyhan mengobati luka Jiwa dengan begitu hati hati terkadang dia meringis melihat luka itu. Dia begitu perhatian dan menyayangi kakaknya. Jiwa tidak mampu menahan rasa harunya, air matanya jatuh

"Apa sakit banget ya kak, sampek kakak nangis" Reyhan menghapus air mata kakaknya tapi lagi dan lagi air matanya jatuh. Dan Reyhan langsung memeluk kakaknya itu, seketika isak tangis Jiwa terdengar dan semakin keras. Dia merasa terharu, masih ada orang yang menunggunya pulang, masih ada yang mengajaknya untuk makan sama, dia masih diinginkan.

"Menangislah kak, menangislah" air mata Reyhan jatuh dan langsung dihapusnya. Dia ingin memberikan semangat kepada kakaknya. Dia tidak buta, dia tau ada yang tidak beres dengan perlakuan mama dan papanya terhadap kakaknya ini. Dia melihat semuanya, semuanya. Dia bukan anak kecil lagi yang bisa dibodohi. Big noooo!

Pada saat itu Reyhan ingin mengambil air minum di dapur, dia sangat lelah karna baru selesai mengerjakan semua tugasnya. Dia tidak mau menunda pekerjaan, jika bisa dikerjakan sekarang, kenapa harus menunggu besok. Seketika dia berhenti karna mendengar suara, itu suara siapa?

"Kenapa bukan kamu saja yang mati? Kenapa harus anak saya yang menanggung semuanya. Kenapaaaa..." itu suara mamanya, tapi kenapa berteriak di tengah malam begini. Dia berjalan pelan dan seketika dia langsung menutup mulutnya dengan tangannya. Tidak, dia pasti salah lihat. Mama menjambak rambut kakaknya. Dia mengintip lagi, dia tidak salah lihat. Itu mama dan kakaknya. Tapi kenapa? Karna sibuk dengan pemikirannya sendiri, mamanya sudah pergi ke arah kamarnya. Sayup sayup dia mendengar ringisan dan tangis dari kakaknya. Dia ingin memeluk kakaknya dengan erat dan mengatakan, dia akan selalu bersamanya. Tapi dia hanya diam disana.

***
Jiwa kembali berkutat dengan angka yang rumit, hilang atau bertambah satu angka nol saja sangat berbahaya.

"Jiwa kamu dipanggil sama Pak Ardean, dia meminta kamu menemuinya" kata seke

"Pak Ardean?" gumam jiwa

"Iya Pak Ardean bos besar kita"

"Oh iya, saya akan pergi ke ruangan beliau" sesampainya di depan ruangan dia mengetuk pintu dan masuk setelah mendengar suara dari dalam

"Selamat siang Pak, saya ingin memberikan berkas yang Bapak inginkan"

"Tolong letakkan saja" ucap Ardean masih terlalu fokus dengan komputer di depannya

"Kalau tidak ada yang perlu lagi, saya pamit Pak" barulah dia melihat ke arah Jiwa

"Silahkan duduk dulu"

"Baik Pak" Jiwa duduk tepat di depan Ardean

"Apa luka kamu sudah diobati?" Tidak nyambung memang, dia bertanya diluar pembahasan kerja

"Saya tidak apa apa Pak"

"Saya hanya ingin memastikan jika karyawan yang bekerja di tempat saya ini dalam keadaan baik baik saja"

"Saya memang baik baik saja Pak" seketika Ardean berdiri dan menghampiri Jiwa, dia memeriksa tangan Jiwa

"Luka kamu belum kering, ini harus diberi obat. Jika tidak nanti bisa infeksi" Jiwa ingin menarik tangannya tetapi di tahan oleh Ardean.

"Ayo saya obati luka kamu" tarik Ardean dengan lembut dan ke arah sofa. Dia mengambil obat P3K. Ardean mengobati luka Jiwa dalam diam, sesekali dia akan meniup luka tersebut.

"Bapak tidak perlu repot seperti ini"

"Apa kamu percaya dengan cinta pandangan pertama?"

"Eh, emm saya" jiwa berdehem demi menghilangkan rasa gugupnya, karna Ardean menatapnya dengan lembut tetapi dia merasa terintimidasi

"Apa kamu akan percaya jika saya suka sama kamu pada pandangan pertama?" Jiwa merasa kehilangan seluruh oksigennya. Dia butuh udara. Ardean membelai pipi Jiwa dengan lembut.

"Saya suka sama kamu, beri saya kesempatan untuk menunjukkannya" Ardean menatap Jiwa begitu lembut seakan sangat memujanya.


TBC

Don't forget VOTMENT

Kuy ikuti IG aku @ica_sila dan follow akun wp aku juga.

salve mi amice 😘
Lubuk Pakam, 22 Juni 2020

L E L A HTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang