01||Awal

10 3 2
                                    


"Berteman, tak harus orang lama 'kan? Orang baru pun bisa, jika kita berani untuk berkenalan."
💨Windy Carabella 💨

🍂🍂🍂🍂🍂


"Hay, Raina. Nama aku windy, salam kenal." Windy mengulurkan tangan kepada Raina yang sedang duduk memakan mie ayam sendirian.

Raina, hanya menatap ke arah tangan yang diulurkan Windy. Setelah itu, ia kembali lagi fokus dengan makanannya, tanpa merespon atau berucap sesuatu.

Windy hanya tersenyum kecut, ketika melihat reaksi Raina. Mungkin, sebab Windy adalah murid baru di SMA Nusa Bangsa. Jadi, dirinya masih belum di tanggapi oleh orang lain dan mengambil lagi uluran tangannya.

"Boleh, jadi teman kamu. Enggak?" tanya Windy, tanpa izin atau permisi ikut duduk di bangku Raina.

Raina masih diam, ia tetap fokus dengan makanannya. Menghiraukan Windy yang berbicara, sedangkan Windy masih setia menunggu jawaban dari Raina.

Waktu terus berjalan dengan keheningan, Raina telah selesai memakan mie ayam. "Tadi, lo ngajak gue berteman?" Raina malah bertanya balik dengan bersikap dingin.

"Alah, omong kosong. Lo, pasti mau berteman sama gue, terus lo bakal mempermalukan gue di depan umum. Gitu 'kan maksud lo sebenarnya?" Raina yang tersenyum sinis kearah windy, ia memotong sebelum Windy menjawab.

Dua pertanyaan sekaligus, dilontarkan kepada Windy. "Eh, enggak gitu. Aku emang beneran mau berteman sama kamu, emang salah ya?" Windy sedikit membenarkan kacamata minusnya, ia bertanya dengan polos seperti anak kecil saja. "Lagipula berteman, tak harus orang lama 'kan? Orang baru pun bisa, jika kita berani untuk berkenalan."

"Enggak, salah. Cuman lo orang berada, sedangkan gue orang yang enggak punya apa-apa. Jadi, pahamkan sampai sini?" Raina menghela nafas sebentar. "Kalau mau berteman, cari yang berkasta sama. Bukan sama yang berkasta beda."

Windy menatap cengo kepada Raina, kenapa ia dapat berbicara seperti itu. Windy memang anak dari seorang pengusaha yang lumayan besar, tetapi tak pernah sekali menyombongkan dirinya.

Raina segera pergi, meninggalkan Windy yang terdiam di tempat. Raina tahu diri kalau dirinya bukanlah orang yang memiliki segala, ia tidak mau punya urusan dengan orang yang punya segalanya.

"Kenapa, seperti itu?" Windy bergumam, bertanya kepada dirinya sendiri.

🍂🍂🍂🍂🍂
"Hey, miskin. Kemari, cepat!" Chelsea---anak kepala sekolah----ia memanggil  Raina dengan nada emosi.

Raina menghampiri dengan malas, sebab jika kabur pun kedua teman Chelsea sudah bersiap-siap menahan Raina. Memasang muka dingin, meski ada rasa takut kepada Chelsea yang suka semena-mena.

"Hmm, nih. Kerjain tugas yang tadi, awas ya kalau sampai lapor ke guru. Semuanya harus bener, jangan ada yang disalahin. Kalau enggak mau kena akibatnya," ucap Chelsea. Sambil menyerahkan tiga buku bersampul cokelat, yang tidak lain adalah buku dirinya dan kedua temannya.

Raina memang selalu di suruh-suruh oleh Chelsea and the gengs, sebab mereka adalah kumpulan anak sombong dan suka pamer dengan kekayaan masing-masing, orang tuanya.

"Cepat, ambil!" Chelsea yang mulai marah karena Raina yang diam saja dari tadi.

"Lo, punya tangan sama otak 'kan?" Raina mulai muak dengan perilaku mereka kepada dirinya, entah keberanian datang darimana ia melontarkan ucapan yang dari dulu sangat ingin di berikan kepada Chelsea.

"Apa?! Lo mau lawan gue. Enak aja, gue akan bikin lo keluar dari sini." Chelsea tersenyum sinis sambil menarik rambut Raina dengan kuat, membuat Raina meringis kesakitan.

Windy&RainaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang