(2) Lesion

478 70 16
                                    

Suho, baru saja mendarat di bandara Suvarnabhumi, Bangkok, Thailand.

Ia memeriksa jadwalnya yang ada di Tab sambil berjalan dengan sekertaris Song. Sekertarisnya yang mengatur segala pekerjaan bisnis Suho. Sekertaris yang sudah 20 tahun bekerja sedari ayah Suho menjadi direktur. Pria tua itu setia menemaninya kemanapun Suho pergi.

"Sajangnim, ada telefon dari nona Irene." Sekertaris Song tiba-tiba saja berujar. Suho melepaskan kacamata hitamnya, berbalik menghadap pria itu.

Sangat aneh. Irene tidak pernah sama sekali menelfonnya.

"Mungkin dia tidak sengaja memencetnya ketika tidur. Abaikan saja."

"Kau yakin? Bagaimana jika sebaliknya? Sesuatu yang penting terjadi? Aku punya firasat tidak enak mengenai nona Irene."

"Kau menganggapnya begitu? Baiklah, angkat saja telefonnya. Beritahu aku jika itu memang sangat mendesak."

"Nde,"

Sekertaris Song menurut. Ia memencet tombol hijau untuk menjawab telefonnya.

"Nona Irene, kau baik-baik saja?"

Namun, tidak disangka bukan suara Irene yang terdengar.

Wajah Sekertaris Song berubah. Ia menjatuhkan semua dokumen yang ia bawa, membuat Suho kembali menatapnya.

"Ada apa?"

"Nona Irene.."

"Kenapa dengannya?"

"Nona Irene mengalami kecelakaan besar di jalan."

Suho lebih terkejut lagi bukan main.

"Kita harus kembali sekarang juga. Batalkan semua janji. Aku tidak peduli jika perusahaanku rugi sedikit."

"Nde."

Suho berlari dengan kesetanan. Ia menuju loket untuk membeli tiket kembali ke Seoul.

Pikirannya sudah kacau dan terbayang-bayang wajah Irene.

+++++

Ruangan itu terlihat sangat redup. Meski ada lampu kristal di atasnya, ia seperti tidak terpakai.

Ruang keluarga selalu sepi. Terlalu menyesakkan.

Junghyun, memiliki hobi sebagai fotografer. Di dinding ruangan ini penuh dengan hasil karyanya dulu. Semua tentang Jihye dan Eunha.

Ada potret ketika ia berhasil mengencani Jihye di SMA, lanjut momen-momen romantis mereka, kemudian ketika Junghyun melamar Jihye di sebuah restoran sederhana pada saat kuliah, pernikahan mereka di gereja, ketika akhirnya Jihye dinyatakan hamil oleh dokter, tak lupa setiap bulannya Junghyun memotret perut Jihye yang semakin lama membesar sampai melahirkan, Kim Eunha anak perempuan mereka.

Potret itu kemudian terhenti disaat Eunha berusia tiga tahun. Lalu berganti menjadi potret-potret ketika Junghyun diangkat menjadi direktur dan wajah Jihye semakin lama menghilang.

Pahit sekali,

Jihye memegangi satu figura kesayangannya. Potret ketika ia melahirkan dan Junghyun berada di sampingnya. Menggenggam tangannya yang dipenuhi peluh keringat.

"Kenapa aku baru menyadari jika semua kenangan ini telah hilang? Apa yang sudah kulakukan?"

Rasanya, Jihye sudah gila karena beberapa hari ini fikirannya jatuh pada keluarga kecilnya.

Kehangatan dalam keluarganya telah hilang. Dan setelah sekian lama, Jihye baru memikirkannya.

Jihye harus segera bertindak, untuk memperbaiki semuanya.

DIVORCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang