3 | Dinner (2)

211 14 15
                                    

"Naura, udah dong jangan ngambek. Aku cium beneran nih kalau masih ngga mau jawab!" ancam Devano yang masih tak mendapat jawaban dari Naura.

Mendengar kalimat yang baru saja dilontarkan oleh Devano, Naura pun langsung menoleh ke arah Devano yang kini semakin mendekatkan wajahnya dengan wajah cantik milik Naura. Naura yang tersadar akan maksud Devano, segera memundurkan wajahnya dan menjauh dari Devano.

"Yah, Nau, kenapa ngejauh sih? Kan bentar lagi aku udah sah jadi suami kamu, ngga papa lah cium pipi doang." Devano merasa kesal  lantaran Naura menjauh darinya, seakan tak paham maksud Devano yang entah ada setan apa yang tengah lewat dalam pikirannya.

"Hah? Belum sah juga kali, baru calon!" tegas Naura yang membalas ucapan Devano, memutar bola matanya malas lantaran sikap Devano yang berubah 180 derajat dari biasanya.

"Ya, karena baru calon makanya cium pipi aja." cengir Devano yang masih berusaha membujuk kekasihnya itu, membuat Naura segera mendorong malas wajah Devano untuk segera menjauh.

"No, kamu kesambet setan fuckboy di kuburan, ya? Aneh banget deh, ngga biasanya kamu kayak gini. Kenapa sih? Salah makan atau gimana sih?" oceh Naura yang memberikan pertanyaan bertubi-tubi pada pria di hadapannya, membuat Devano hanya terkekeh mendengarnya.

"Diperlakuin special juga, masih aja ngoceh." gumam Devano yang ternyata masih mampu di dengar oleh Naura.

"Heh, mana ada perlakuin special sampai minta cium gitu. Itu nafsu, bukan mau perlakuin special." oceh Naura sekali lagi, membuat wajah Devano langsung berubah flat dan mengira akan terjadi perdebatan antara mereka setelah ini.

"Beda sayang. Kalau nafsu itu lebih jauh dan minta yang aneh, ini kan aku cuman minta cium pipi doang. Cium pipi tuh tandanya sayang,"

Naura memutar bola matanya malas, menatap Devano dengan tatapan yang begitu meremehkan seolah tak sependapat dengan sahabat kecilnya itu yang terkadang memang suka ngebug otaknya.

"Kenapa mukanya gitu? Ngga sependapat?" tanya Devano yang sudah hafal dengan raut wajah Naura yang memang sejak dahulu selalu ia pasang kala saat-saat tertentu, seperti saat ini contohnya.

"Iyalah. Mana pernah aku sependapat sama otak kamu yang lagi konyol itu,"

"Kok konyol sih? Emang kamu ngga pernah apa di cium sama Fahsya waktu dulu?" tanya Devano tanpa menyaring perkataannya, seolah tak memperhatikan sikon dan perasaan Naura saat ini.

Pertanyaan yang baru saja dilontarkan Devano berhasil menohok Naura, seolah membawa Naura mengingat kejadian enam tahun yang lalu kala masih mampu tertawa lepas bersama mantan kekasihnya yang kini telah pergi jauh darinya.

Naura tersenyum nanar, mengalihkan pandangannya dan menatap langit malam yang kini ditaburi oleh kilauan bintang yang bersinar cukup terang. Perubahan raut wajah dan sikap Naura yang tiba-tiba terdiam, berhasil membuat Devano merutuki dirinya sendiri lantaran asal tanya tanpa menyaringnya terlebih dahulu. Emang tak pernah berubah, ia selalu tak bisa menyaring  di saat bersama Naura yang memang sudah menemaninya sejak kecil.

"Eh, lupain aja. Kita ----"

"Pernah," ucap Naura seolah menjawab pertanyaan Devano. "First kiss," lanjut Naura yang berhasil membuat Devano membulatkan matanya tak percaya dan tersontak kaget bukan main. Saat ini, mulai timbul banyak pertanyaan dalam benaknya yang ingin sekali ia tanyakan, namun ia memutuskan untuk memendamnya lantaran tak ingin semakin membuat gadis di sebelahnya kembali merasa rapuh.

"Itu ngga sengaja, ngga persis di bibir." celetuk Naura seolah mampu membaca pikiran Devano.

"Kamu cenayang?" tanya Devano heran lantaran Naura sama sekali tak menoleh ke arahnya, bagaimana ia bisa tau jika banyak hal yang Devano pikirkan?

THE MIRACLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang