Prolog

172 15 10
                                    

Satu lagi hari yang membosankan. Seperti kemarin, kemarinnya lagi, dan kemarin kemarinnya lagi. Begitu juga dengan besok, lusa, dan seterusnya. Waktu seolah berputar dengan lambat di sekitarnya. Atau jangan-jangan dirinya lah yang tak kunjung bergerak. Entahlah, otaknya terlalu malas memikirkan eksistensi dirinya dan dunia ini. Singkatnya, tidak ada sesuatu menarik yang bisa ia temui di hidupnya.

Tidak hingga sekarang..

Laki-laki ber-name tag 'Oh Se Hun' sedang berbaring di atas bangku penonton di lapangan sekolahnya. Ia membuka matanya ketika merasa sesuatu menghalangi sinar matahari yang menerpa wajahnya. Lebih tepatnya, seseorang. Sinar matahari begitu menyilaukannya hingga ia cukup kesulitan melihat wajah seorang murid perempuan yang berdiri tepat di dekatnya, sangking dekatnya ia sampai dapat melihat paha putih nan mulus di balik roknya. Untung saja celana dalamnya tidak sampai kelihatan.

Se Hun bangun dari tidurnya dan duduk. Saat itu juga sesuatu menerpanya. Suatu aroma yang aneh. Sesuatu seperti bunga. Ah, bukan. Baunya seperti dupa atau wewangian, atau apa pun itu yang biasa ditemui di rumah duka. Bau macam apa itu? Walau hanya tercium sesaat saja, ia jadi dibuat teringat pada orang mati. Ya, kematian. Se Hun sendiri tidak yakin. Tetapi yang ia yakini adalah bau ini berasal dari tubuh perempuan itu ketika angin berhembus ke arahnya.

Se Hun meletakkan sebelah tangannya di atas kedua matanya, berupaya untuk menghalangi silau matahari. Akhirnya, ia dapat melihat wajah perempuan itu meski hanya dari samping. Sedetik setelahnya, perempuan itu berjalan menuruni bangku penonton sampai bawah, menghampiri seorang murid laki-laki yang sedang duduk sendirian menonton permainan baseball oleh murid-murid yang sedang menghabiskan waktu luangnya. Perempuan itu menarik lengan murid laki-laki itu dan berjalan meninggalkan lapangan.

Siapa itu? Temannya atau.. kekasihnya?

Tunggu, kenapa ia jadi peduli?

Helaan nafas keluar dari mulut laki-laki itu. Se Hun kembali membaringkan tubuhnya sembari meletakkan sebelah lengannya menutupi wajahnya. Kenapa ia tidak bisa berhenti memikirkan paha perempuan itu? Dan satu lagi. Bagaimana bisa seorang perempuan memiliki bau seperti pemakaman?



Author's Note :

Terinspirasi dari film dengan judul 'The Lodgers'. Aku kasih rating dewasa karena cerita ini bakal mengandung unsur kekerasan, mungkin juga sedikit gore, dan unsur seksualitas. Selamat membaca.

GEMINITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang