Chapter 6

64 11 12
                                    




Dalam beberapa hari terakhir, baru hari ini Soo Yeon kembali ke perpustakaan untuk menyibukkan dirinya dengan buku-buku yang sebenarnya cukup memuakkan baginya. Selama beberapa saat, ia dapat menikmati waktu sendirinya. Hingga ekor matanya mendapati seseorang tengah berjalan ke arahnya. Tanpa menoleh lagi, Soo Yeon pergi dengan cepat menuju rak buku yang tidak banyak peminatnya dan letaknya cukup tersembunyi.

Soo Yeon duduk di lantai dan menyandarkan punggungnya pada rak buku. Ia berpikir dirinya sudah aman sekarang, namun nyatanya tidak. Jantungnya terasa seperti akan melompat keluar ketika sepasang sepatu muncul di depannya.

"Sunbae.."

Laki-laki itu ikut duduk di depannya. Sementara Soo Yeon harus mengatupkan giginya rapat-rapat karena menahan kekesalannya.

"Seharusnya aku memberikannya kemarin, tetapi.. ini untukmu." Se Hun menyodorkan sebuah susu rasa pisang dan sebuah amplop di depan wajahnya. Soo Yeon tidak langsung mengambilnya, ia justru balik menatap Se Hun seolah meminta penjelasan. "Ah, surat ini isinya tentang permintaan maafku."

"Bukankah hal seperti ini terlalu lembek untuk dilakukan oleh seorang laki-laki?"

Perkataan yang baru saja dilontarkan Soo Yeon sedikit menyakiti perasaan Se Hun. "Tolong jangan mengejekku, sunbae. Itu adalah bentuk permohonan maafku yang tulus."

Soo Yeon sedikit terkesima melihat ekspresi cemberut Se Hun. Selama ini Joon Myeon hanya menampilkan ekspresi dingin atau terkadang tersenyum dengan mengerikan, jadi ia tidak tahu jika laki-laki juga bisa cemberut seperti itu. Soo Yeon akhirnya mengambil susu dan amplop itu. Ia berniat untuk membuka amplop itu dan membaca suratnya saat itu juga, namun Se Hun buru-buru menahan tangannya. Ia pun menatap Se Hun dengan wajah heran.

"Tidak bisakah kau membacanya nanti saja, saat kau sudah sendiri?" Se Hun kembali mengeluh.

Soo Yeon mengerutkan keningnya. Menurutnya membaca sekarang atau nanti tidak ada bedanya. Laki-laki ini banyak maunya juga.

"Kenapa kau masih menemuiku, Se Hun-ssi? Apa kau tidak jijik melihatku?"

Pertanyaan itu sontak membuat Se Hun diselimuti perasaan bersalah. Terlebih lagi diucapkan dengan nada dan wajah yang begitu dingin. Sekarang, Se Hun merasa sangat buruk seburuk-buruknya pada Soo Yeon. Kesan yang diberikannya pada hari itu sepertinya akan melekat cukup lama di benak perempuan itu.

"Aku.. ingin terus menemuimu, sunbae. Sudah kukatakan bukan jika aku menyukaimu?"

"Keinginanmu itu terlalu berlebihan." Soo Yeon masih tidak memalingkan pandangannya dari kedua mata Se Hun. Hal itu sedikit membuat Se Hun gugup, namun ia menyembunyikannya sebaik mungkin.

Se Hun menarik nafas dalam-dalam sebelum tersenyum simpul dan berkata, "Tidak. Yang perlu kau lakukan hanyalah diam melakukan apa pun yang sedang kau lakukan saat itu dan tidak menghindar saat aku menemuimu. Kita tidak harus berbicara jika kau merasa tidak nyaman. Aku hanya ingin.. melihatmu saja."

"Dan kenapa aku harus melakukan semua itu?"

"Karena aku adalah orang pertama di sekolah ini yang kau ajak berbicara sejauh ini. Bukankah itu menandakan jika kau juga menyukaiku?"

Soo Yeon mengerjapkan matanya berkali-kali. Hal pertama yang terlintas di benaknya adalah betapa anehnya jalan pikiran Se Hun. Kelihatannya cukup sulit untuk memahaminya. Suatu hari Se Hun mengatakan betapa menjijikannya dirinya, di hari lainnya laki-laki itu terlihat sangat menyukai dirinya. Jadi, mana yang benar?

"Apa kau sadar jika dirimu itu sudah seperti seorang penguntit yang sangat terobsesi denganku? Kalau boleh jujur itu sedikit mengerikan bagiku."

"Mungkin aku memang seperti itu." Jawab Se Hun enteng, lalu ia berdiri. "Sampai jumpa lagi, sunbae. Silahkan dinikmati susunya."

GEMINITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang