"kenapa kakak tidak membuat diary saja? Kakak bisa dengan bebas menceritakan hari-hari kakak di buku itu jika kakak malas menggambarkan."
Miya yang sedang merebahkan tubuhnya yang terasa berat itu di kasur empuknya. Kamarnya sangatlah luas dan banyak lukisan menggantung di dinding kamarnya yang di cat beige itu. Selain lukisan, Miya juga menggantung foto-foto masa kecil dirinya yang masih imut.
Di pojok kamarnya terdapat meja kerjanya yang ia gunakan untuk melukis atau menggambar. Di atas sana tersusun rapi tumpukan berbagai jenis dan warna cat. Ada banyak gelas yang diisi kuas-kuas miliknya dan beberapa sebenarnya sudah tidak Miya pakai namun ia bingung menyimpan kuas tidak terpakainya dimana. Selain itu ada rak mini berisi alat tulis Miya. Dibawah meja itu ada beberapa kanvas yang masih tersegel berjajar rapi bersandar di kaki meja kerjanya.
Meja belajarnya sendiri ada di samping tempat tidurnya berada. Malah meja belajarnya sangat sepi. Hanya ada beberapa buku pelajaran yang tidak di bereskan kembali setelah Miya pelajari atau ia kerjakan pekerjaan rumahnya.
Miya membuka ponsel pintarnya dan ia mendapatkan notifikasi pesan dari Minju. Ia membaca pesannya itu yang menyarankan membuat diary. Ia baru saja mengetik bahwa ia bingung bagaimana ia menuangkan keluh kesahnya di saat malas menggambar.
"Ide yang bagus. Kenapa aku tidak pernah memikirkan itu ya? ㅋㅋㅋ."
"Karena kakak bodoh, wlee."
Jangan heran kenapa Minju berani mengatakan itu. Mereka sudah berteman sejak bulan lalu dan Minju sudah mulai menunjukkan sifat aslinya yang usil dan banyak bicara. Miya juga sebenarnya tidak mempermasalahkan hal itu, hanya saja terkadang ia kesal dan hanya bisa diam karrna dirinya sendiri tidak bisa marah pada Minju. Entah mengapa.
"Hampir saja aku memaki mu."
"Hahaha, sudah ya kak, Minju mau tidur."
"Bilang saja mau lari."
Pesan Miya tak di balas lagi oleh Minju. Sepertinya gadis itu benar-benar menjelajahi alam mimpinya. Miya mengehela nafasnya lalu melihat jam di ponselnya itu. Sudah jam sebelas malam. Pantas saja. Ia pun menaruh ponselnya di atas meja belajarnya dan merubah posisinya menjadi duduk di atas kasus lalu melamun. "Mama kenapa belum pulang ya?" Gumam Miya.
...
Gadis tomboy itu baru saja pulang dari sekolahnya dan langsung masuk ke kamarnya. Ia tidak ke perpustakaan hari ini dan memilih ke toko alat tulis kantor ditemani Minju. Ia membeli sebuah buku berwarna merah gelap berukuran sedang yang seukuran dengan buku tulis pada umumnya. Ia membuka segel buku itu di atas kasurnya. Seragamnya masih menempel di tubuhnya tapi ia tidak peduli. Lagi pula besok hari libur, ia akan menggantinya nanti. Ia haya melepas jas, rompi, dan dasi pitanya saja yang ia taruh sembarang di atas kasurnya. Kemeja dan rok pendeknya masih menempel di badannya.
Buku barunya itu pun di buka. Miya diam-diam mencium aroma bukunya itu yang menurutnya sangat adiktif dan menenangkan. Ia pun mengambil pulpen bertinta hitamnya yang ada di atas meja belajarnya dan mulai menulis pembukaan dari buku diarynya itu.
Baru saja menulis sebentar, ponselnya sudah berbunyi tanda ada pesan yang masuk. Miya segera menghentikan kegiatan menulisnya itu dan mengambil ponselnya itu. Ah, itu pesan dari temannya Minju, Miya pun segera mengetikkan balasan pesan itu sambil tertawa pelan.
Jujur, Miya baru kali ini tertawa karena pesan dari seseorang. Tahu kan, Miya sebelumnya tidak punya teman akibat penampilan dan sikap anti sosialnya itu? Tapi sepertinya Miya merasa lebih bahagia sekarang. Ia senang sekali memiliki teman. Ia buang jauh-jauh mindset buruk tentang persahabatan. Dulu ia menilai bahwa persahabatan itu penuh dengan kebohongan dan kepalsuan karena banyak sekali teman sekelasnya bahkan kelas lain yang selalu membicarakan keburukan sahabatnya di belakang sahabatnya. Tapi menurut Miya, Minju tidak begitu. Toh, Minju sendiri tidak memiliki teman, sama sepertinya.
Minju pernah bercerita kalau ia di jauhi teman-temannya karena teman-temannya menilai Minju itu gadis yang aneh. Ia sering dikucilkan dan di jadikan olok-olokan teman sekelasnya. Tapi Minju tak banyak memikirkan hal itu. Selama mereka tak menyakitin Minju secara fisik, menurut Minju itu tak masalah. Tapi menurut Miya itu masalah, bukan kah disakiti secara mental itu lebih menyakitkan?
Saat dilihatnya Minju sudah offline, Miya melanjutkan menulis diarynya itu dalam diam. Sepertinya ia mulai menyukai kegiatan menulisnya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Painting 🖌️
Fiksi Penggemar"Sebuah cerita dari diary dan lukisan Miya tentang persahabatan dan keikhlasan seseorang." 💕A story about Miya and Minju GWSN as bestie