"je""maaf"
Jeje hanya menatap dingin rafa, sebulan dia menunggu rafa meluangkan waktu untuk dirinya, tapi rafa tak pernah muncul, hanya memberi kabar itu pun 2 hari sekali saat malam dan jeje sudah tidur, hari sabtu ini jeje libur karena guru-guru rapat, jam 10.35 rafa datang ke apart nya
"kemana?"
"aku sibuk je"
"sibuk jalan sama anna setiap minggu?"
"je-"
"sibuk ngantar jemput anna kemana pun?"
"jeje-"
"mending udahin aja deh ya?"
"JEN"
"APA"
"sorry" jeje memutar bola matanya malas
"pergi."
Rafa mematung, sikap jeje seperti ini belum pernah dilihatnya, dirinya lah yang menimbulkan sikap itu pada diri jeje.
Ingin sekali rafa menceritakan sebenarnya, dan lagi ini sudah sebulan, jeje sudah sering melihat rafa jalan dengan anna, ditambah rafa pun tidak pernah menghubunginya, tapi jeje sudah terlihat enggan melihat ataupun mendengarkan rafa, mungkin lain kali ia akan membawa anna agar jeje sedikit melunak dan mau mendengarkannya.
Pasrah rafa akhirnya keluar, jeje hanya memperhatikan, dirinya merasa marah tapi tidak menangis sama sekali, ntahlah perasaan itu hilang begitu saja, hanya terisisa kekecewaan dalam diri jeje pada mereka.
Bangkit dari sofa yang ia duduki, berjalan lesu menaiki tangga menuju kamarnya, mencoba menenangkan fikiran dengan membaca koleksi novel nya, mungkin jeje akan mulai mengikhlaskan rafa dengan anna, walaupun butuh waktu.
~~~
Rafa duduk di pengemudi mobil, ponsel disebelahnya berdering, menampilkan nama anna disana.
"halo an"
'hiks raf, gue gamau raf'
"an? Kenapa?"
'hiks raf...PRANGG'
Rafa menggas mobilnya dengan kecepatan maksimal, fikirannya kalut saat mendengar pecahan barang yang di lempar.
"ANNA JANGAN NEKAT, LO DIMANA?!"
'hotel hikss'
"oke, jangan ngelakuin hal bodoh, tunggu gue"
Fikirannya bertambah kalut mengingat keadaan anna akhir-akhir ini sangat buruk, terlihat dari tubuh nya yang bertambah kurus, dia selalu merasa bersalah saat mengingat jeje, aplagi anna tidak tinggal di rumahnya, dia menyewa hotel agar orang tuanya tidak curiga dengan keadaan anna yang seperti ini.
Rafa mencoba menghibur dengan setiap minggu mengajaknya keluar dan sayangnya jeje mengetahui itu, fokus rafa saat ini ke anna, dia tidak bisa membuat anna melakukan hal di luar dugaan karena dirinya.
Tidak sempat rafa memarkirkan mobil, ia hanya memberi kunci pada satpam untuk memindahkan, dirinya berlari masuk ke lift memperhatikan gelisah setiap angka yang terus bertambah menandakan ia sedang di lantai berapa, saat sampai di depan kamar anna, buru-buru rafa membukanya dan dilihatnya kamar anna sepi, gelap, berantakan, ada beberapa pecahan vas bunga disana.
"ANNA" rafa berlari ke kamar anna
"hikss raf gamau hiks"
Anna melihat rafa dengan pipi yang di banjiri air mata, keadaannya jauh dari kata baik, duduk di pojokan memeluk kaki yang di tekuk dengan celana jeans setengah paha dan baju oversize putih, belum lagi rambutnya yang nampak kusut.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIEFDE
Teen FictionRasa kecewa memang selalu berhasil mengubah prinsip seseorang. Apalagi di kecewakan dengan cinta dan kepercayaan.