[ EIGHT ]

6.7K 958 166
                                    

Amarahku memuncak saat Jaemin melakukan hal yang menurutnya benar. Aku terbawa emosi hingga membentaknya dan membuat kaget hingga menampilkan ekspresi tak terduga, ia terlihat kecewa.

Aku tak tau apa yang harus kulakukan jika benar Jaemin mencoba menjadi sosok yang sama seperti Daddy. Aku tidak menginginkan dia menjadi sosok seperti itu, aku hanya ingin dia menjadi dirinya sendiri.

Setelah pertengkaran itu aku memilih keluar dari rumah untuk mendinginkan kepalaku. Berjalan-jalan saat hari menjelang malam membuatku semakin merasa kesepian, aku membutuhkan seseorang yang memahami apa yang aku rasa dan mau berada di sisiku tanpa menjadi sosok yang lain seperti yang di lakukan Jaemin.

“Renjun.” panggil seseorang di belakangku.

Aku tidak menghiraukannya dan terus berjalan dengan cepat, tapi yabg terjadi di luar dugaan. Dia menarik bahuku dan membuatku oleng ke belakang, dia menangkapku dan membawaku ke dalam pelukannya.

Aku tak bereaksi apa-apa saat ia lancang memelukku.

“Maaf Renjun,” jemarinya perlahan mengusap kepalaku. “Aku sudah melakukan hal yang salah, tapi kumohon jangan seperti ini. Aku tidak ingin kau pergi,”

Perlahan, aku mengadahkan kepalaku untuk melihat wajahnya. Tatapan penuh luka itu ia perlihatkan di depanku, ia jahat. Ia membuatku merasa bersalah dengan tatapannya, “Aku butuh waktu untuk mendinginkan kepalaku, Jaemin. Kumohon jangan ganggu aku,”

Aku mencoba melepaskan diri darinya, namun dia enggan melepaskannya. Dia semakin erat memelukku, “Lepaskan aku Jaemin, kau membuatku susah bernafas!”

“Aku sudah mengatakannya kepadamu,” aku berhenti berontak, ia hendak menjelaskan sesuatu. “Aku ingin menjadi sosok yang bisa kau andalkan, dan aku mencoba melakukannya. Kau selalu mengandalkan Kakakku, dan aku mau kau mengandalkan aku sepertinya,”

“Tidak Jaemin,” ia melonggarkan rengkuhannya. Aku pun menjauh darinya beberapa langkah, “Jangan menjadi seperti Orang lain untuk bisa menjadi yang aku andalkan. Aku ingin kau melakukannya karena itulah dirimu, dan bukan menjadi sosok seperti Daddyku,”

“Kau akan membenciku jika aku melakukan dengan caraku, Renjun.”

Aku tak mengerti maksud dari kata-katanya. Tapi, aku tidak ingin ia menjadi pengganti Daddy dan Jennie akn mudah mendekapnya semakin erat.

“Tak apa,” sanggahku. Tampak jelas perubahan sorot matanya, kini tampak berbinar. Aku lebih suka melihat sorot matanya seperti ini, “Aku akan mencoba menerimanya, dan jangan menjadi sosok seperti Daddy,”

Aku mengatakan yang sejujurnya, tapi aku tidak mengatakan bahwa aku tidak ingin ia dekat-dekat dengan Jennie. Bahkan kedekatan mereka tadi membuatku kesal, dan juga mendadak aku marah tanpa alasan yang jelas melihat mereka akrab satu sama lain.

Jaemin mengulurkan tangannya kepadaku, “Ayo kita berjalan-jalan bersama,”

Telapak tangan yang selalu hangat itu selalu menyambutku, bahkan setelah aku membentaknya. Aku menerima uluran tangannya dan dia membimbingku di sisinya, aku merasa nyaman, sekaligus di lindungi. Ini berbeda dari yang kurasakan saat bersama yang lain, berada di dekatnya membuatku merasa aman.

“Maaf, aku sudah membentakmu tadi. Aku tidak bisa mengendalikan amarahku tadi,”

“Tak apa Renjun. Aku lebih suka kau memberitahuku emosimu yang tidak bisa di tahan, itu manusiawi. Dan bagiku itu hal yang wajar,”

“Apakah kau menyukai Jennie?”

Dia menoleh sebentar dan kembali fokus melihat ke arah depan. “Kau ingin mendengar kebohongan atau kejujuran dariku, Renjun?”

“Kebenaran,” jawabku cepat. “Aku ingin mendengarkan kebenarannya walau bukan jawaban yang aku harapkan,”

Jaemin membawaku ke sebuah tempat yang belum pernah ku kunjungi sebelumnya. Aku tinggal di pendesaan dan masih banyak tempat yang belum tersentuh tangan pemerintahan, sehingga tetap asri. Kami berdiri di tepi anak sungai yang airnya sangat jernih.

“Aku tidak menyukainya, Renjun.” Jaemin melepaskan genggamannya dan ia menendang batu kerikil itu ke arah anak sungai, “Aku hanya memanfaatkan keadaan, dan juga dirinya,”

Deg!

Jantungku berdegup cukup cepat. Ada apa denganku, kenapa dadaku semakin terasa sesak. Dan kenapa senyum Jaemin saat ini terlihat sangat menyakitkan saat untuk di pandang, aku tertawa kecil. Menertawakan hal-hal aneh yang terjadi kepadaku. Apakah ia juga memanfaatkanku seperti yang lain?

Jaemin menoleh kepadaku dan ia tampak kebingungan dengan diriku yang pastinya terlihat aneh. “Ada apa Renjun?” ia bertanya.

Aku tak tau harus menjawab apa saat ia bertanya demikian. Bibirku terasa kelu untuk menjawabnya, begitu pula dengan rasa sakit ini yang semakin muncul ke atas permukaan. Muncul beberapa dugaan tentang Jaemin, aku benci untuk merasakannya. Tapi, pikiranku seolah menununjuknya sebagai salah satu Orang yang toxic juga.

“Renjun, katakan sesuatu,” ujar Jaemin cemas

“Jaemin, apakah kau memanfatkanku seperti yang lain?” perubahan ekspresi wajahnya membuatku bingung, dia menjadi datar dan tak tertembus. Sebenarnya apa yang ia pikirkan dan ia rasakan saat ini membuatku penasaran setengah mati, “Katakan yang sejujurnya mengenai tujuanmu hadir setelah sekian lama tak pernah datang. Aku mengharapkan kejujuranmu,”

Pertanyaanku justru membuatku semakin down. Aku baru sadar, aku membutuhkan Jaemin lebih dari yang aku kira. Aku rasa percuma saja mengharapkan Pria itu karena ia tak mungkin menyukaiku, atau dia akan membenciku karena menganggapku aneh.

“Renjun,” ia memanggilku. Aku tak meresponnya, “Renjun,”

Jaemin mendekat dan segera menarik lenganku agar tidak terus menjauh darinya, dia tersenyum jahil kepadaku. “Tujuanku untuk membawamu pergi bersamaku,”

Deg!

“Kenapa kau ingin membawaku pergi bersamamu, jangan membuatku pusing dengan tujuanmu Jaemin,”

“Aku ingin kau tinggal bersamaku, karena itu isi terakhir dari surat yang Ayahmu kirimkan kepadaku. Aku ingin melaksanakannya meski menjadi sosok yang menyebalkan untukmu demi mendapatkan perhatian Jennie agar wanita itu mau melepasmu untukku,”

Aku tak tau harus senang saat mendengarnya menginginkan diriku tinggal bersamanya, aku hanya merasa kecewa akan sesuatu. Yaitu, Jaemin hanya mencoba menjadi Paman yang baik dengan melaksanakan permintaan terakhir Daddy.

“Kenapa kau tak bilang sejak awal?”

“Aku yakin kau tidak akan percaya seperti pertama kali kita bertemu, jadi aku tidak menceritakannya. Dan keadaan selalu tidak tepat, Renjun. Jennie selalu mengawasi kita saat di rumah.”

“Baiklah, Jaemin. Sekarang aku mulai mengerti. Terima kasih sudah mencoba melaksanakan permintaan dari Daddyku,”

Dia mendekatkan wajahnya di sisi wajahku, lebih tepatnya di telingaku, “Renjun,” ia menyebutkan namaku dengan nada lebih rendah. Badanku seperti tersengat listrik aliran rendah karena mendengar suaranya yang sengaja di rendahkan olehnya, “Bagaimana jika aku menyukaimu?” ia bertanya, kemudian dia menjauhkan wajahnya untuk melihat reaksiku.

Pengakuan Jaemin membuatku senang bukan kepalang. Tapi, di balik itu. Aku khawatir, jika kebahagiaan yang kurasakan sangat besar, maka akan ada kesedihan yang jauh lebih buruk yang akan aku rasakan.

“Sebagai keponakan?” tanyaku ragu.

“Aku memang menyukaimu sebagai keponakanku yang manis, lucu, dan menggemaskan ini,” Jaemin mengusak pucuk kepalaku. “Tapi bagaimana jika aku menginginkanmu lebih dari seorang keponakan?”

⚪⚪⚪⚪

Hai Blue balik lagi, hehehe..
Lambat laun mulai terlihat hubungan mereka yang sebenarnya. Jadi buat yang kemarin kesal karena Jaemin berubah, tenang aja guys itu hanya taktik Jaemin.

Hatinya Jaemin hanya untuk si penggemar Moonmin seorang, yaitu Huang Renjun.

Bagaimana chapter ini?

Ada yang ingin di sampaikan ke Blue?

See you next time
With love, Blue.

Psycho | Jaemren ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang