Final Round

9.4K 929 210
                                    

Kami berbaring di atas lantai dengan kedua mata yang masih terbuka. Saling merasakan rasa sakit satu sama lain. Cairan merah pekat berbau anyir mengotori lantai marmer berwarna putih itu, kutolehkan keplaku untuk melihat kedua Orang yang ikut berbaring.

Jennie dan Jaemin, saling memandang satu sama lain.

Malam ini takdir telah ditentukan, dan aku menyaksikannya dengan mata kepalaku sendiri.

“Jadi seperti inikah akhirnya?” aku bertanya kepada Jennie yang perlahan kedua netranya bergulir ke arahku. “Apakah kau terkejut dengan akhirnya?”

Jennie menyunggingkan senyum kepadaku, “Kau bajingan, Renjun.”

“Terima kasih sudah menyadarkanku.” ucapku. “Kau membuatku sadar bahwa aku bukan bagian dari manusia yang serakah sepertimu dan yang lain,”

“Kau akan menyesal melakukan semua ini, Renjun.”

Jaemin melihatku sekilas kemudian menyentuh lantai dengan cairan berwarna merah tersebut. Pria itu tampak lebih tampan dengan rambut yang terkena sedikit cairan berwarna merah pekat tersebut.

“Warna merah begitu indah, bukankah begitu Renjun?” ia bertanya kepadaku.

Aku tersenyum, “Aku lebih menyukai warna matamu, biru seperti lautan yang ingin kulihat setiap waktu, Jaemin.”

Pria itu merubah posisinya menjadi duduk bersila, ia tersenyum sembari menepuk pipi wanita itu dengan lembut. Jennie mulai kehilangan kesadarannya akibat tiga lubang yang menembus tubuhnya.

Tatapannya meredup, Jaemin mengingat kekejaman Wanita itu. “Dia pantas mendapatkannya karena sudah menyakitimu selama ini.” ujarnya, “Dan bonus dariku, ia tidak akan menderita karena di penjara,”

“Kau membuktikan kata-katamu, dia benar-benar akan menghabisiku karena di butakan cinta. Bahkan dia tidak tega menyakitimu, apakah lenganmu terasa sakit, Jaemin?”

“Ini hanya luka kecil, ia meleset. Dia bukan penembak yang baik sepertimu, Sayang.”

“Kalian berdua bajingan.” ujar Jennie di saat kritis. “Sialan!”

“Jangan banyak bicara, Jennie. Waktumu semakin dekat, dan kau hanya perlu menunggunya,”

Jaemin mulai melakukan sesuatu. Ia membawa sebuah karpet, dan aku hanya memperhatikannya. Dia menggulingkan tubuh wanita sekarat itu ke atas karpet, dan dia mulai menggulung karpet tersebut bersama wanita itu.

“Renjun,” ia memanggilku. Ia ulurkan sebelah tangannya yang berlumuran darah wanita itu, Jennie. “Aku tidak bisa melakukannya sendirian. Aku membutuhkan bantuanmu, maukah kamu membantuku?”

Ibu pernah bilang, jika ada yang membuatmu nyaman dan memperlakukanmu dengan baik, maka ikutilah dia. Jangan takut, ia tidak akan menyakitimu. Dan kini aku paham maksud dari kata-katanya.

Jaemin menyayangiku dan tidak akan menyakitiku seperti yang dilakukan Jennie.

Aku menyentuh tangannya, dan senyum lebarnya hadir. Entah mengapa aku merasa mulai menyukai senyum mengerikan itu.

Dan aku membantunya mengangkat karpet itu ke dalam bagasi mobil. Sebelum kami pergi, kami kembali ke rumah dan membersihkan kekacauan yang terjadi.

Semuanya tampak baik seperti semula hanya saja beberapa lubang di pintu kamarku terlihat begitu jelas dan tidak bisa ditutupi, Jaemin kembali dengan kemeja yang berlumuran darah wanita itu.

Ia mendekat dan menatap ketiga lubang tersebut.

“Kamu tau apa yang harus dilakukan saat ini, Renjun. Keputusan ada di tanganmu,”

Psycho | Jaemren ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang