Semuanya kembali normal, Taehyung sudah Yoongi kembalikan pada Jungkook setelah ia beri 'hukuman' satu hari penuh sesaat setelah ia menyeretnya dari restoran Guanlin pada malam itu.
Tidak terlalu kejam, perasaan Yoongi saja.
Namun, Taehyung menerimanya dengan pasrah.
Pukulan yang disertai ceramahan Yoongi, seperti mantra yang harus Taehyung terapkan pada dirinya seumur hidup.
Taehyung sakit jiwa, dan Yoongi adalah Dokternya yang paling ampuh."Biasanya dia dihalaman rumah."
Yoongi menyeruput kopi buatan sang kekasih, memandang tak penasaran pada keadaan rumah sebelahnya yang kata Jimin kini sudah berpenghuni.
Jimin dengan semangat bercerita jika tetangga barunya sangat ramah, tak pernah lupa menyapa saat keduanya tidak sengaja saling tatap lewat jendela rumah.
Hari ini Yoongi tidak pergi ke perusahaan, jadi Jimin dengan semangat ingin memperlihatkan Yoongi pada Jaehyun.
Sekalian berkenalan, karena kesibukkan Yoongi bahkan membuatnya sama sekali belum pernah melihat sang tetangga berkeliaran disekitar rumahnya.
Ini sudah dua minggu ngomong-ngomong."Mungkin pergi ke suatu tempat," ucap Yoongi, sedikit acuh.
Karena sungguh, Yoongi tak peduli siapa dia kecuali Jaehyun Jaehyun yang Jimin sebut punya maksud lain, merebut Jimin darinya."Aku mau merokok," sambung Yoongi, menarik pinggang kecil Jimin untuk menjauhi jendela.
Duduk di sofa ruang tengah dengan sebatang rokok dimulut sepertinya ide yang nikmat."Aku mau membuat coklat panas dulu." Jimin melepaskan tangan Yoongi pada pinggangnya, berlari dengan cepat ke dapur setelah mengingat jika ia baru saja membeli produk bubuk coklat malam kemarin.
Sembari menunggu sang pujaan, Yoongi lebih dulu ke ruang tengah kemudian menyalakan rokoknya.
Memang sudah takdirnya minum kopi temannya merokok, mungkin kepala Jimin dipahanya menjadi inti dari kenikmatan paginya kali ini.
Yoongi lalu menoleh lagi, pada rumah disampingnya.
Mulai merasa penasaran akan bentuk tetangga baru, benar ramah atau pura-pura ramah.
Jiwa mafia Yoongi yang selalu menilai seseorang sangat sulit hilang, ditambah lagi sifat manusia memang seperti itu, baik didepan bajingan dibelakang."Tidak apa-apa minum coklat panas pagi-pagi, kan?" tanya Jimin, tapi tak mendapat jawaban dari Yoongi.
Pria dengan masih memakai piyama hitam polosnya itu terlihat serius, menatap layar ponselnya tanpa berkedip.
Yoongi bahkan lupa untuk menyesap rokoknya, hingga abu rokok mengotori celana dan sofa."Ada apa? Masalah kantor?"
Yoongi tetap diam, menzoom berulang kali foto yang Seungwoo kirimkan dengan pesan text panjang.
Intinya, Seungwoo ingin Yoongi membantunya sebagai warga Korea Selatan yang mau bekerja sama dengan pihak kepolisian jika memang Yoongi tak mau membantunya sebagai teman mafia.
Seungwoo juga menjelaskan jika foto Holand dalam kelulusan sekolah berdampingan dengan pria yang Seungwoo duga adalah pelaku, memiliki hubungan kuat dengan Yoongi dan Taehyung.
Namun, Taehyung sedikit tidak waras untuk ditanyai sebagai saksi, maka Yoongi ia harapkan untuk maju."Kau ingin bermain ke rumah Jungkook?"
Jimin mengerjap, pertanyaannya tak dijawab malah mengajaknya untuk bermain ke rumah Jungkook.
Jimin hanya mengangguk saja, toh dia memang rencananya mau meminta Yoongi untuk menemaninya disana."Kau tak apa-apa, kan? Tak ada masalah di kantor?" tanya Jimin lagi, sedikit khawatir karena Yoongi mendadak terlihat agak gelisah.
"Tidak ada, semuanya baik-baik saja."
.
.
.
Tidak, tidak ada yang baik-baik saja.
Berani sekali Yoongi berbohong pada Jimin, kemungkinan besar akan menjadi awal dari kebohongannya yang lain.
Bagaimana bisa, kehidupan barunya yang ia pikir akan menyenangkan ternyata tak cukup membuat para sampah diluar sana senang.
Kenapa sulit sekali melihat orang senang? Apa karena Yoongi membunuh terlalu banyak?
Jika iya, maka ia pantas terus diteror.