Prolog

144 25 37
                                    

54.

Aku tak tahu.
Sejak kapan aku menjadi penikmat sajak?
Menikmati setiap kata dan kalimat yang dirangkai sedemikian indahnya.
Membuat setiap pembacanya kagum akan penciptanya.

Ah.. Mungkin sejak aku mengenalmu.
Sejak itu aku mulai belajar merangkai kata.
Kata-kata yang mungkin tak pernah bisa kuungkap melalui tutur lisanku.

Aku selalu menulis setiap momen di diary yang aku bawa kemana-mana untuk sekedar mengekspresikan bahagiaku disana.
Melukiskannya dalam bentuk kata yang spontan terlintas dalam otakku.

Huh... Banyak sekali yang aku tulis. Termasuk hari-hariku yang kau isi.
Mungkin kau sudah membacanya.
Menurutku itu sangat spesial, tapi mungkin hal itu biasa saja untukmu.

Terimakasih telah mengisi banyak bagian dalam hidupku.
Meski mungkin kau tak pernah merasa ada dalam bagian itu.
Aku selalu bersyukur bisa mengenalmu.

Thank you for being sunshine in my darkest life.
Aku sangat senang, walau mungkin takdirmu bukan aku.
Baik-baik ya, jaga dia.
Aku pamit.

Your silent friend,
Nayla

Hujan mengguyur kota Jakarta seakan ikut merasakan kesedihanku. Aku sedang membaca sebuah tulisan di halaman ke 54 diary milik seseorang yang sangat istimewa untukku.

Aku tak tahu sudah berapa kali aku membaca  ini. Mungkin sudah ratusan kali. Ya ya aku tahu meski aku terus menyesali dan menangis aku tak akan bisa merubah apapun, tapi setidaknya aku lega.

Aku kemudian melihat jam yang melingkar di tanganku menunjukkan pukul 5 sore, anak dan istriku pasti sudah menungguku di rumah. Aku segera mengambil payung dan menuju ke parkiran.

Aku membuka pintu mobil dan segera masuk ke dalam, kemudian menyalakan mesin dan menjalankan mobil keluar dari parkiran kantor.

Jalanan tak begitu macet, mungkin karena hujan. Aku mengerem mobilku ketika melihat salah satu toko kue di pinggir jalan.

Mungkin Ayra akan menyukainya pikirku.

Oh ya Ayra adalah anak perempuanku dia sangat suka kue cokelat, sama seperti Nayla.

Ah... Aku jadi ingat betapa bahagianya Nayla saat aku memberikan kue cokelat saat hari ulang tahunnya. Dia terlihat sangat bahagia sampai-sampai ia menangis. Padahal itu hanya kue coklat sederhana dengan lilin berangka 18 tahun tertancap di atasnya.

Aku tersenyum getir mengingatnya. Tanpa sadar, air mataku lolos begitu saja.

Dalam Diam - 54 LettersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang