PROLOG

17 0 0
                                    

"appa"

"Ne?"

Aku menatap pria bermarga Choi ini lamat penuh tanya, juga dia menatap ku senyum dan mengelus lembut rambutku.

"Kenapa sayang?" Tanyanya lagi sambil mencubit gemas pipiku.

"Kenapa Kai-oppa bermarga beda dengan aku?"

Dia nampak terkejut mendengar pertanyaan itu dari anak berusia 6 tahun seperti ku. Dia tak tahu harus mengatakan apa, namun dia masih coba tersenyum sambil merangkulku.

"Apakah karena marga kakakmu dan kamu berbeda, lantas kamu tidak menyayanginya?" Justru dia kembali bertanya kepadaku.

Aku buru-buru menggeleng, "ani Appa! Aku sayang Kai-oppa..."

Dia kembali tersenyum dan mengacak rambutku, "anak pintar."

Lantas dia pun berdiri dari kursi taman yang kita duduki, mengajakku untuk pergi.

"Kaja, ibu kau pasti akan marah bila kita pulang telat." Katanya sambil mengulurkan tangan.

Aku mengangguk dan ikut berdiri, "Ne!" Lantas menerima uluran tangannya dan pergi.

Kadang rasa sakit ada karena kesalahan kita sendiri, orang lain, ataupun masa lalu. Bolehkah kita menangis? Tentu. Masalah yang dipendam sendiri akan berujung tak baik. Tapi, bolehkah kita menyalahkan diri kita sendiri ataupun orang lain karena ini? Tidak. Tak akan habisnya menyalahkan diri kita ataupun orang lain. Semua ini sudah kehendak Tuhan, mau bagaimana pun kita berusaha untuk terus bahagia itu tak akan pernah bisa. Pasti kita akan merasakan sedih. Cepat atau lambat, namun kesedihan itu adalah sesuatu yang pasti.

Livin' In LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang