Part 20 | Clear

72 5 0
                                    

International Playboy



Happy Reading!

Sudut bibir Arin tertarik ke atas membentuk sebuah senyum manis ketika mendapati seorang gadis berponi menghampirinya. Ia menarik kursi, mengisyaratkan gadis yang tak lain adalah Lisa untuk duduk di sampingnya.

"Maaf lama, Kak. Barusan macet," ujar Lisa merasa bersalah.

"Santai aja, Lalis. Aku juga belum lama, kok. Kita pesan minum dulu, ya."

Lisa langsung mengulas senyum, merasa senang karena Arin menyambutnya dengan baik.

"Aku nggak nyangka loh, Lalis, kalau kamu adiknya Yoongi," ucap Arin basa-basi.

"Nggak heran, sih. Di sekolah, cuma beberapa orang yang tahu aku adiknya kak Yoongi."

"Iya, abis kamu kayak nggak akrab gitu. Jauh-jauh dari adik-kakak kandung, kenal aja aku masih ragu. Kamu ceria, Yoongi cuek. Kamu lembut, Yoongi sangar," kelakar Arin yang disahuti tawa oleh Lisa.

Memang benar bahwa Lisa dan Yoongi tidak dekat selama di sekolah. Bahkan untuk sekadar berangkat ke sekolah, Lisa tidak pernah berbarengan dengan Yoongi. Kalau berpapasan pun, mereka hampir tidak pernah bertegur sapa. Entah apa alasannya.

"By the way, maaf ya, Lalis, kalau selama ini aku menjadi salahsatu penghambat antara kamu dan Jungkook," kata Arin memulai topik utamanya.

"Kakak ngomong apa, sih? Nggak, kok. Lagian, emang salah aku yang dulu malah selingkuh dari kak Jungkook. Aku nyesel, deh."

Perihal Arin yang sudah mengetahui seluk beluk hubungannya dan Jungkook dari Yoongi, Lisa tidak mempermasalahkannya. Lagi pula, sejak Jungkook mengenal Arin pun, ia sudah menyiapkan diri bahwa cepat lambat hal ini pasti terjadi. Dan terbukti, akhirnya Arin tahu.

Jika bukan karena rasa penasaran Arin yang tinggi, mungkin saja cewek itu sudah meninggalkan Jungkook dari jauh-jauh hari tanpa mencari kejelasan terlebih dahulu. Untung saja, Arin seorang cewek yang pintar dan tidak gampang menyimpulkan sesuatu secara sembarang tentang yang dilihatnya.

"Tetap aja aku ngerasa bersalah. Nggak seharusnya aku mepetin Jungkook, padahal kalian punya hubungan," kata Arin.

"Kak Jungkook udah nggak anggap aku sebagai pacarnya, Kak," balas Lisa dengan senyum mirisnya.

Pelayan kafe datang mengantarkan pesanan Arin dan Lisa. Dua gelas capuccino dingin tersaji di atas meja.

"Apa, sih? Dia itu sayang sama kamu banget pakai banget dan banget, loh."

"Tapi, kayaknya kak Jungkook suka kak Ain juga."

Senyum Arin tertahan. Kenapa mendengar hal itu malah membuatnya merasa sakit hati? Jujur saja, selama ini hanya Arin lah yang menyukai Jungkook, tidak dengan cowok itu. Dapat ditarik kesimpulan dari sikap Jungkook terhadapnya, juga penjelasan Yoongi kemarin, Arin hanyalah satu dari sekian puluh korban Jungkook.

"Lis, kamu jangan ngomong gitu. Aku sama Jungkook nggak ada apa-apa, kok," sangkal Arin dengan senyum meyakinkan.

"Jujur deh, Kak. Kakak sebenarnya suka kak Jungkook juga, 'kan?"

"Lalis ...."

"Jangan anggap aku Lalis sebagai adik kak Ain. Status aku pacar kak Jungkook yang udah nggak dianggap. Jawab, Kak."

Arin terdiam sekian detik, memikirkan jawaban yang sekiranya meyakinkan dan tidak membuat Lisa ikut sakit hati.

"Gini, Lis ... mungkin awalnya aku emang suka ke Jungkook. Oke, aku jujur kalau aku ... sempat jatuh ke pesona Jungkook. Tapi beberapa hari terakhir, aku ragu alasan dia tetap bertahan padahal nggak nembak-nembak. Ya ... aku ngerasa dia PHP, dong." Arin tergelak pelan. "Dan setelah dengar penjelasan dari Yoongi, aku sadar kalau aku jatuh sama orang yang salah. Aku ... nggak seharusnya jatuh ke Jungkook, karena dia masih punya status sama kamu."

"Kak Ain ...."

"Lalis, aku nggak mau jadi PHO."

"Kalau kalian emang saling suka, aku bisa lepasin kak Jungkook, kok."

"Kamu ngomong apa!" Arin langsung membentak Lisa. Ia memejamkan matanya sebentar. "Lalis, perjuangan aku nggak ada apa-apanya dibanding kamu. Dan kamu harus tahu, aku nggak sesabar kamu kalau harus hadapin International Playboy kayak Jungkook. Lagian, cowok bukan cuma Jungkook. Masih banyak kok cowok lain yang bisa aku jadiin gebetan," ucap Arin diakhiri tawa ringan.

Lisa tetap terdiam, mungkin bingung harus menyahuti seperti apa.

"Aku tahu kamu orang baik. Aku tahu kamu nyesel pernah selingkuhin Jungkook. Tapi bagaimanapun juga, balasan Jungkook udah kelewat batas. Kalau seandainya kamu lelah menghadapi Jungkook, baru kamu bisa lepasin dia."

"Aku nggak ngerti pola pikir Kak Ain kayak gimana. Tapi, makasih udah nggak egois. Andai Kak Ain tahu, selama ini aku selalu cemburu sama Kak Ain. Kak Ain cantik, pinter, tinggi, ketua OSIS lagi. Aku ngerasa nggak ada apa-apanya."

Arin tertawa sebentar. "Kalau gitu, aku juga sering cemburu ke kamu. Aku cemburu, kenapa Jungkook tetap pilih kamu walau aku jauh lebih keren?"

"Karena buat gue, cewek biasa kayak Lisa udah lebih dari cukup, Rin," sahut seseorang yang membuat Arin dan Lisa mendongak.

Di samping mereka, Jungkook berdiri dengan senyumnya. Polos sekali, bagai orang yang suci tanpa dosa.

"Wah, orang yang dighibahin muncul nih!" heboh Arin sambil menunjuk wajah Jungkook.

"Duduk, Kak," ujar Lisa menyambut Jungkook.

"Lis, cowok kayak dia jangan dibaik-baikin, ah. Enaknya ditampol pakai tas atau sepatu gue nih, ya?" gurau Arin.

"Mungkin kita bisa ngasih pembukaan dengan nyiram muka dia pakai capuccino ini, Kak? Biar nggak asal tebar pesona mulu," usul Lisa sembari mengangkat gelasnya.

"Tega banget sih," ucap Jungkook sambil duduk di kursi. Ia mengambil napasnya sebentar. "Rin, maaf ya atas kelakuan gue selama ini. Gue minta maaf udah bohongin lo, PHP sama lo, jadiin lo sebagai--"

"Udah, nggak pa-pa. Gue udah maafin lo, kok. Satu hal yang pasti, Kook. Awas aja lo nyakitin adik gue ini, gue nggak segan-segan bikin muka ganteng lo babak belur." Arin memotongnya cepat.

The power of to the point milik Arin keluar begitu saja. Mungkin, Arin terlalu malas mendengar perminta maafan Jungkook karena ia merasa semua sudah clear.

"Iya, Rin. Gue udah mau taubat, kok. Jadi, kita tetap teman 'kan, Rin?" tanya Jungkook yang diangguki Arin dengan tegas.

"Pasti lah. Masa iya gue nggak mau temenan sama lo, sih? Semua masih sama, lo teman gue, dan Lisa adik gue."

"Makasih," ucap Jungkook dan Lisa berbarengan.

Arin hanya mengulas senyum tipis.

"Kalian berdua silakan nikmati waktu, kangen-kangenan aja dulu. Jemputan gue udah datang, nih. Duluan, ya," pamit Arin lantas berdiri sambil menenteng tasnya di tangan kiri.

"Siapa yang jemput lo, Rin?" tanya Jungkook menginterupsi pergerakan kaki Arin.

Cewek berambut hitam lurus itu menolehkan pandangan. "Teman," balasnya dengan senyum misterius.

¤•¤•¤•¤•¤

The End

Terima kasih sudah membaca. Jangan lupa vote dan komentarnya. Sampai bertemu di epilog.

International Playboy (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang