Sesuai dengan perjanjian kemarin sore, Adinda akan pergi nonton bersama Ridho. Kini, Adinda sedang duduk di meja rias. Ia mengambil lip balm favoritnya, tetapi ternyata sudah habis.
“Duh, di rumah Bunda ada lip balm baruku,” batin Adinda sambil sibuk mencarinya.
Adinda membuka lemarnya dan mengambil sebuah kotak. Untung saja ia membawa lipstik dengan warna yang sama dengan lip balm-nya.
Tok! Tok! Tok!
“Mau kemana?!” tanya Rafka, yang baru saja datang dan melihat Adinda mengoleskan lipstik ke bibir tipisnya.
Tidak ada jawaban dari Adinda.
“Dinda, apa kamu tidak punya telinga? Kau mau ke mana?” Rafka bertanya lemah, menahan emosi.
“Mau pergi,” jawab Adinda dengan dingin.
“Kau masih belum pulih,” ujar Rafka, sedikit mengkhawatirkan Adinda. Bagaimanapun, Dinda adalah titipan dari orang tuanya, dan jika ia sakit, siapa yang akan disalahkan? Sudah tentu Rafka, terutama oleh Bayyu dan Lydia.
“Ada Ridho, dan jika aku sakit, dia akan menolongku. Tidak sepertimu yang membuatku sakit dan terus membuatku sakit,” jawab Adinda santai, menatap Rafka dengan tatapan dingin.
“Rafka, Dinda,” panggil Lydia yang tiba-tiba saja muncul dan berdiri di ambang pintu.
“Iya, Ibu?” tanya Rafka.
“Kalian mau ke mana? Dinda sudah cantik, dan kamu, Rafka, juga sudah rapi. Kalian mau kencan?” tanya Lydia.
“Belum sempat Adinda menjawab, Rafka langsung memotongnya. “Iya, Ibu. Kita mau kencan. Ya, maklum, Bu, aku sama Dinda bisa dibilang pengantin baru. Walaupun kita sudah lama menikah, tapi kan kami baru hidup bersama,” jelas Rafka, berusaha meyakinkan Lydia.
Sementara itu, Adinda yang mendengar perkataan itu merasa muak dan ingin memuntahkan semua isi perutnya, sekaligus membongkar semua drama yang telah dilakukan oleh dirinya dan Rafka.
Lydia mengangguk seraya tersenyum. “Iya, hati-hati ya. Semoga kalian cepat mendapat momongan,” ucap Lydia, membuat bola mata besar Adinda membulat. “Tidak, Bu. Aku belum s—”
Lagi-lagi, Rafka memotong ucapan Adinda. “Iya, doakan ya, Bu.”
“Aamiin. Ya sudah, Ibu ke bawah dulu,” pamit Lydia.
“Kamu apa-apaan sih? Seenaknya bicara kayak tadi! Ya, aku faham kamu bersandiwara, tapi jangan gitu juga kali! Kelebihan! Kelewatan batas!” gerutu Adinda kesal tak setuju.
Rafka terkekeh melihat wajah Adinda. Ia terlihat sangat menggemaskan, seperti anak kecil yang tidak dibelikan mainan oleh ayahnya. Dan bukannya seram, bagi Rafka, ini sangat lucu.
Yasudah, ayo,” ajak Rafka seraya melangkahkan kaki panjangnya.
“Ayo, ayo, ke mana?” tanya Adinda dengan nada jutek.
“Saya antar kamu!” jawab Rafka, tak kalah jutek.
“Gak, makasih,” tolak Adinda dan pergi begitu saja.
“Dinda!” panggil Lydia, membuat langkah Adinda terhenti.
“Eh, Bu. Iya?” tanya Adinda, sedikit bingung.

KAMU SEDANG MEMBACA
Waktu Yang Salah
Ficción General🚫DiLARANG PLAGIAT! 🚫 JIKA ADA KESAMAAN TOKOH. MOHON MAAF BUKAN DI SENGAJA. Adinda dan Ridho. Dua sahabat yang saling mengerti dalam diam, saling menyimpan rasa tanpa pernah benar-benar berani mengucap. Tapi takdir memaksa mereka mengambil jalan b...